Malam itu, Justin ingat. Ketika semua sudah tertidur dengan nyenyak, dirinya terbangun, hanya untuk mengambil segelas air.
Suara meja dipukul sangat keras, membuat Justin berjalan menuju sumber suara. Dengan kamar orang tuanya dibuka lebar, membiarkan Justin mengintip.
Sang kepala keluarga menampar malaikat kesayangan mereka. Rasa yang mendebarkan, yang beralih menjadi sakit hingga air mata keluar dari sarangnya.
Perasaan kecewa kepada sang Papa, kini beralih, ketika netra bocah itu menatap ada pria lain dalam kamar orang tuanya. Gagah, tampan, tapi bertelanjang dada. Justin bukanlah anak bodoh yang tidak paham akan situasi seperti John atau Travis, namun, untuk bocah berumur 9 tahun itu, pasti sudah memahami situasi yang sedikit rumit. Kemungkinan, sang Mama berselingkuh.
"Kau!!!"
Ketiga orang dewasa itu diam. Nafas mereka seperti tercekat merasakan atmosfer yang mencengkam. Justin tahu, Mamanya sedang menangis sekarang, tapi ia begitu takut untuk menampakkan dirinya. Bahkan pria yang tidak Justin kenal itu memegangi pundak sang Mama. Ah~ betapa sakitnya hati sang Papa.
Papanya-Danny mengacak rambutnya dengan frustasi selepasnya, ia menunjuk kearah Mamanya-Joanne, namun tak lama, jari itu melemas. "Fine! So, it's your choice, with that guy. Don't expect to meet your hero later!"
"APA!! Mereka anak-anakku Danny! Jangan egois kamu!" Joanne yang awalnya memegang pipinya sekarang beralih menatap Danny dengan raut yang tidak setuju.
"Pelankan suaramu Anne, mereka bisa bangun."
Joanne tercekat. Ia lupa.
Danny mengeluarkan suara begitu dalam, membuat mau tak mau Joanne mematung ditempat. "We are disappointed in you, Joanne."
Setelah mengucapkan kata itu, Danny melangkahkan kakinya untuk pergi keluar dari kamar. Pikirannya kalut dan rasanya amat sangat sakit. Ketika sampai di depan pintu, Danny bisa melihat sosok anaknya berdiri kaku.
"BAWA SEMUA! BAWA ANAK-ANAK! KARENA MEREKA JUGA HIDUPKU HANCUR!"
Joanne berteriak keras, membuat Danny dengan cepat keluar dan mengangkat tubuh Justin. Memeluknya dan pergi dari sana. Joanne menutup mulutnya sendiri, ketika melihat jika ada Justin menjadi saksi. Tidak. Jika waktu bisa diulang, apakah dirinya bisa menarik kata-katanya? Bukan seperti itu maksud Joanne.
Dia hanya, lelah.
••••
"Papa?" lirih Justin ketika Danny menaruhnya lagi ke tempat tidur.
"Iya?" balas Danny yang langsung menatap sang anak dengan lembut.
"Apakah itu sakit? Apakah Mama sudah tidak mencintai Papa lagi? Apakah Mama benci sama Justin? Kenapa Mama berteriak, Papa?"
Justin, pada dasarnya dia paham, tapi sangat sesak untuk tidak bertanya. Apalagi melihat Danny yang sangat kokoh untuk tidak menangis, tangannya ia ulurkan untuk mengelus surai Justin yang terbangun dari tidurnya.
"Papa, siapa pria itu?"
Pertanyaan sesimpel itu, bagi Danny seperti tombak yang menyakitkan. Satu kata pun tak keluar dari bibir Danny untuk menjawab pertanyaan sang anak. "Justin kenapa bangun, hn?". Bukan jawaban melainkan pertanyaan untuk mengalihkan rasa keingintahuan sang anak. Danny tahu, bahwa Justin menangis, anaknya menangis. Mata bak seringala itu, tak akan pernah bisa untuk berbohong. Danny tahu, anaknya sudah mengerti.
"Haus, tapi..."
Anak itu tak bisa melanjutkan kata-katanya, wajahnya menunduk tak berani menatap netra sang papa. Danny tanpa aba mengecup pucuk kepala Justin lalu menyelimuti tubuh kecilnya. "Tidur ya, masih malam."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Regret | Treasure
FanfictionDunianya telah hancur namun penyesalannya mengundang kekacauan. Semuanya dimulai dari sebuah penyesalan. Mungkinkah mereka akan menyerah pada sebuah penyesalan atau berdamai dengan penyesalan itu sendiri? Hingga kematian menghantui mereka. ⚠️Slowup...