Dingin menusuknya, sudah berapa lama dirinya tak sadarkan diri? Kerongkongannya tetap sama, kering rasanya. Terakhir yang dirinya dengar adalah suara teriakan memanggil namanya. Arthur, kalau tidak salah sosok itu yang meneriaki namanya.
"Justin?"
Pandangannya masih buram, tapi sedikit demi sedikit nampak jelas. Sosok wanita cantik yang sangat ia rindukan, memangku kepalanya dan mengelusnya dengan lembut. Hangat, itu pikir Justin.
"Mama... Justin takut," ucap Justin dengan lemas. Menikmati elusan yang diberikan oleh Joanne.
"I'm here, baby boy. In your heart, in your mind. Always," balas Joanne yang membuat Justin mendadak kebingungan.
"Bukankah itu seperti salam perpisahan, Mama?"
"Am I?"
Justin mengerutkan keningnya, tapi kepalanya masih tetap dalam pangkuan Joanne.
"Iya! Apakah Mama akan benar-benar pergi? Leaving me, Travis, John, Sammy, and papa too? But, you have done it, haven't you?" Elusan Joanne terhenti, dia menatap Justin lamat-lamat, lalu dikecup singkat kening Justin.
"We can meet in hell later," senyum Joanne lembut sekali, sangat nyaman membuat Justin kepalang ingin memeluknya, cinta pertamanya. Namun, entah mengapa Justin tidak bisa memeluknya. Terasa asing bagi dirinya untuk memeluk Joanne.
Dirinya terdiam, hell? "Mengapa neraka?"
Pertanyaan Justin membuatnya terdiam. Justin bingung untuk berkali-kalinya karena sikap Joanne. Justin menatapnya dari bawah, bagaimana manik Joanne seperti tak bernyawa, kosong bak ditelan bumi. Membuat Justin menyadari sesuatu, membuat dirinya menelan ludah walaupun mulutnya masih terasa kering.
"Mama, are you mama?"
••••
10 minutes ago
John menatap Arthur yang masih setia memeluk Justin. Punggung Arthur bergetar, menandakan bahwa sosok itu menangis.
"I will protect him!" ucap Travis dengan lantang, membuat semua atensi beralih kepada dirinya. Lalu Travis menunjukkan bahwa ia dan Justin telah terikat.
"Good boy, Travis! That's my brother!"
Entah gerangan darimana juga Sam ikut bersuara, ia dongakkan kepalanya agar air matanya tak jatuh begitu saja. Betapa bangganya dia dengan adik-adiknya, saling menjaga, saling menguatkan. Sejak semuanya berubah.
John mendekati Arthur, menarik bajunya agar menaruh atensi kepada John. "Kalian harus bertemu bukan? Kurasa, dia merindukanmu."
Ceklek
"Fuck! Siapa yang mematikan saklar nya!!!!"
"Kukira masih petang!"
"Sudah malam, stupid!"
"Arthur..."
"Kenapa ikatannya merenggang?"
Ceklekk
"Arthur... Where's Justin?"
Tubuh mereka menjadi patung mendengar tuturan John, detik kemudian dobrakan pintu dari arah luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Regret | Treasure
FanfictionDunianya telah hancur namun penyesalannya mengundang kekacauan. Semuanya dimulai dari sebuah penyesalan. Mungkinkah mereka akan menyerah pada sebuah penyesalan atau berdamai dengan penyesalan itu sendiri? Hingga kematian menghantui mereka. ⚠️Slowup...