Penyesalan yang tak pernah berakhir, telah menggerogoti hati. Entah itu yang bernyawa ataupun jiwa yang tak tenang. Menyedihkan rasanya, terperangkap dan hanya terbelenggu disana. Dan kini, Arthur menyesal. Menyesal tidak bisa berbuat apa-apa. Menyesal baru menyadari apa yang Kevin–si anak bintang inginkan ketika memohon kepada bintang jatuh.
Kematian.
Mengapa menginginkan itu. Tak cukupkah Kevin melihat dirinya yang selalu menemaninya? Tidak, tidak akan pernah cukup. Kau pergi meninggalkannya juga Arthur.
Kevin sendirian, dia benar-benar sendirian. Apa yang diharapkan pada anak berumur 11 tahun, ketika anak-anak lain berangan untuk cita-cita mereka, yang dipikirannya saat itu hanyalah kebebasan.
Ketika tubuhnya dipukul tak henti, jeritan tolong berdengung nyaring, dan kesadaran yang hampir hilang, Kevin sendiri pun masih berharap untuk tetap hidup. Setidaknya, sekali saja dirinya bertemu dengan temannya. Entah bagaimana pun caranya.
Bahkan, dirinya menyesal berharap kepada bintang saat itu.
"Kevin," lirih Arthur.
Berlutut di hadapan pintu rumah keluarga Choi. Entah mendapat keyakinan darimana, bibir mungil John seperti memberitahunya. Walaupun faktanya sangat tersirat.
Ia merindukanmu, Arthur.
Sial. Arthur menangis. Cukup untuk hari ini saja, biarkan dirinya menangis. Masa bodoh dengan kalimat laki-laki tidak boleh menangis. Kata siapa anjir! Arthur kesal mengingatnya.
Hingga suara derap kaki yang mendekatinya, terdengar tergesa.
"ARTHUR! Tolong, selamatkan Justin," adalah Travis. Dengan orang-orang yang berada di kediaman Park.
"Aku ikut! Arthur, aku adalah kakakmu, biarkan aku ikut," Jayden melangkah maju. Oh, jangan membuat Arthur mengingat bagaimana dulu ia menyumpahi Jayden di kala orang tua mereka pergi untuk selamanya.
Dan yang bisa Jayden lakukan hanyalah memeluk erat si bungsu, mengutarakan kata maaf berkali-kali walaupun Arthur tahu Jayden tidaklah sama sekali. Hanya sebagai pemuas rasa kehilangannya. Padahal mereka berdua sama-sama kehilangan.
Dari situ Jayden mulai mengambil tanggung jawabnya sebagai orang tua dan kakak bagi Arthur. Segalanya adalah Arthur.
Disaat yang bersamaan tangan Jayden di cekal oleh Danny, membuat Jayden menoleh kebelakang, "Aku akan menjemput anakku," ujar Daniel mantab.
"Dan aku ingin meminta maaf kepada adikku," kali ini Jun ikut serta. Dari apa yang di utarakan oleh Justin. Jun tahu, Kyle masih ada disana, terjebak karena dendam dan penyesalan.
"Jun," lirih David tak terdengar. Ia menoleh kearah Simon yang masih tercengang ketakutan. Menggendong John dengan tangan kirinya, lalu tangan satunya menggandeng Sam.
David mendekat, "Bawa anak-anak ke arah timur. Disana ada penjaga jika kau ingat jalannya. Kau akan aman disana."
Simon mengangguk, dan Sam yang tanggap menarik Travis dari lokasi. Hati tak tega, separuh nyawanya ada disana. Kembarannya. Tapi disisi lain dirinya juga tidak boleh menjadi beban. Berdoa dan berharap. Hanya itulah yang ia bisa.
"Jangan mati! Bawa Justin dengan aman, kau masih berhutang komik, author!" ucap Simon yang langsung pergi bersama anak-anak.
"Eum, wish me luck cutie."
••••
Travis, kau tahu ini menyakitkan.
Batinnya berteriak. Air matanya terus mengalir tak tahan. Rangsangan pun mulai tak terasa. Pendengaran berdengung nyaring. Bahkan penglihatan pun mulai menggelap.
Ia harap memiliki kesempatan untuk menatap keluarganya sekali lagi. Untuk mengucapkan selamat tinggal dengan benar tanpa adanya penyesalan.
Kepada Joanne, terimakasih telah melahirkannya. Kepada Sammy, terimakasih telah menjaganya. Kepada John juga terimakasih telah bermanja padanya. Kepada Danny, terimakasih menjadi semangat hidupnya. Dan kepada Travis, terimakasih untuk menjadi bagian hidupnya.
Jikalau dirinya benar-benar pergi, separuh hidupnya akan tetap ada. Travis-nya.
Ah, mendadak tubuh serasa hangat.
"I'm with you, Justin."
Suaranya terdengar dingin, tapi disisi lain juga hangat. Kyle, is that you? batinnya.
Tubuhnya didekap dengan hangat. Bodoh. Pikir Kyle. Atmosfer yang ia buat, baru saja akan membunuh manusia kecil ini. Kyle tak akan membunuh, dirinya tak ingin mengikuti penyesalan. Tujuannya telah selesai, berkat Justin.
Dan sekarang, yang ia lakukan hanyalah berbalas budi, setidaknya sebelum dirinya pergi ke neraka.
Semua itu tak lama, Kevin benar-benar iblis sekarang. Aura busuk mencampuri udara sekelilingnya. Sangat kuat, bahkan Kyle hampir hancur dibuatnya.
Melarikan diri adalah jalan terbaik, Justin diangkat, mereka terbang. Sial, Justin terlihat seperti manusia pingsang yang sedang terbang. Hal yang sangat mustahil tapi itulah faktanya. Sampai pintu terbuka, rombongan datang. Dan disitulah Kyle terperanjat, Jun menatapnya. Walaupun Kyle tahu, Jun tak tahu atensi dirinya.
"Jangan! Jangan! Jangan!!!"
Tangan mungil yang ia pakai untuk menggendong Justin ia lepaskan untuk menutup telinga nya, membiarkan Justin terjun dengan bebas.
"JUSTIN!"
Danny mengejarnya, untuk kali kedua, tubuh kecil itu berhasil ia tangkap. "Justin?"
Denyutnya sangat tipis. Justin nya sekarat. Danny tak menyangkal itu.
"Oh god, please.. no.."
Bergetar hebat, Danny dekap tubuh mungil Justin berharap malaikat berbaik hati untuk tidak mengambil putranya.
Yoshi mendekati keduanya, "Ia masih hidup. Jangan khawatir ia masih hidup. He needs your faith!" ujarnya sambil memegang bahu Danny.
"Jun!" panggil David, membuat Jun langsung mengalihkan pandanganya ke David. Dan hanya dibalas anggukan oleh Jun.
"Kyle!"
"NOO!"
Suara itu menggelegar hebat. Membuat siapapun akan bergidik ngeri. Tidak. Bukan saatnya untuk Jun mundur. Adiknya, Kyle dia berada di sana. Sendirian, dengan penuh amarah.
"We're here! You're fucking bad brother! We're sorry, for everything."
Perlahan, Kyle menurunkan tangan mungilnya. Perlahan namun pasti, atensi tubuh kecilnya yang berada di atas mulai terlihat. Jun tersenyum kepadanya, tersungkur bersamaan dengan David yang berada di sebelahnya. So hurt.
Di atas sana, adiknya yang telah tak bernyawa membalas menatap mereka dengan hampa. Rasa sedih, kesal, marah, dan juga takut menjadi satu. Terlambat itu kata yang tempat untuk menggambarkannya.
khikhikhikhi....
"So funny right?"
••••
Makasih suda mampir, jangan lupa tinggalkan jejak ya guis
KAMU SEDANG MEMBACA
The Regret | Treasure
FanfictionDunianya telah hancur namun penyesalannya mengundang kekacauan. Semuanya dimulai dari sebuah penyesalan. Mungkinkah mereka akan menyerah pada sebuah penyesalan atau berdamai dengan penyesalan itu sendiri? Hingga kematian menghantui mereka. ⚠️Slowup...