Its Our Erebos this is not what it should be.

150 19 0
                                    

Matahari terang bersinar menerobos masuk di sela sela jendela keluarga Lee Jeno. Lee Sungchan, si kecil yang tengah tidur, terusik karena silaunya matahari yang mengarah ke wajahnya.

"Heungg~ mwammy? Dada? Wakeyy"

SIts Our Erebos
this is not what it should be.ungchan naik keatas tubuh Jaemin yang masih tertidur lelap dipelukan Jeno.
   "Chanie, eunggg astaga.."
Jaemin memeluk Sungchan yang menangis. Jika kalian bertanya kenapa Sungchan menangis, tanya saja Jeno. Jeno tidak sengaja menimpa wajah anaknya dengan tangan nya yang kekar.

  "Sayang! Kamu nih ah!"

Jaemin menendang badan Jeno dan membuat Jeno jatuh dari kasur mereka yang tingginya lumayan untuk membuat keseleo.
 
  "Sakit yang!"

Jeno mendumel sembari mengusap tangan nya yang sakit.
Jaemin duduk di atas kasur dan menenangkan Sungchan yang masih menangis histeris dengan melihat ayahnya.

   "Dah yuk, chanie, Ayuk sama Nana masak yuk, biarin papa nyebelin."

Jaemin menatap Jeno sinis lalu menggendong Sungchan dan berjalan ke dapur. Jeno menatap kepergian istri dan anaknya lalu berdecak kesal. Semenjak Sungchan ada di kamar mereka, Jeno tidak bisa kembali berpelukan bahkan melakukan hal itu- dengan Jaemin.

Sekarang keluarga Lee berada diruang tamu mereka. Sang kepala keluarga sedang menikmati secangkir kopi dengan remote televisi yang berada di tangan nya. Sang ibu dan sang bayi sedang duduk di samping Jeno. Jaemin menyuapi anaknya yang menggemaskan ini sambil melihat acara yang Jeno tonton.

Ketiganya duduk bersebrangan sambil melakukan kesibukan nya masing masing. Si kecil sedang bermain dengan mama nya sedangkan sang ayah sedang duduk menonton berita.

Mata Jeno menyorot satu kalimat yang tertulis di layar televisi tersebut.
   "Seekor banteng dengan bada manusia tertangkap membuat kerusuhan kawasan pemukiman warga di India"
Suara sang reporter menggema di ruangan yang tiba tiba sunyi itu.

Jaemin dan Jeno menatap satu sama lain dengan tatapan tidak percaya lalu langsung berlari meraih handphone mereka. Keduanya langsung menghubungi Haechan yang bersangkutan dengan kasus ini.
 
   "Coba cek pedang Jisung, jika itu hilang, tetaplah disitu dan lindungi warga."

Jaemin menatap Jeno dengan tatapan khawatir. Manik coklat caramel itu menatap wajah Jeno penuh kekhawatiran,kecemasan, ketakutan.

   "Na.....hilang"

Haechan menahan paniknya di sebrang sana, sedangkan Jaemin?. Tubuh Jaemin melemas seketika. Jaemin duduk bersimpuh dilantai dengan air yang tergenang di matanya.

   "Na bawa Sungchan, kita pergi ke rumah Jisung sekarang."

Jeno mengambil kunci mobilnya dan jaket nya lalu membantu Jaemin berdiri. Jaemin membawa semua peralatan yang dibutuhkan Sungchan. Saat ini yang Jaemin pedulikan adalah kondisi pedang, serta anaknya yang tidak bisa ia tinggalkan, Sungchan.

Adanya Sungchan membuat aktifitas Jaemin terbatas. Dahulu ia bisa menyelesaikan misi bersama teman nya dengan bebas tanpa memikirkan apapun. Sekarang, jika ia hilang di peperangan besar yang akan terjadi ini...siapa yang akan menjaga Sungchan?

Jaemin dan Jeno bergegas menuju kemansion milik Ji-Sung dan Chenle yang tentunya bertolak belakang dengan desain rumah mereka. Jeno memarkirkan Mobilnya di depan pintu masuk, membiarkan Jaemin dan Sungchan keluar dari mobil nya.

Jaemin dan Jeno berlari tergesa gesa keruang kerja milik Ji-Sung.

   "Ada apa Hyung?"

Tanya Jisung yang sedang sibuk menulis beberapa dokumen dan menandatangani bukunya.

   "Pedangnya...hilang"

Jeno menjawab pertanyaan Jisung dengan ragu. Jisung terdiam diri di tempat duduknya, disusul dengan Chenle yang mendengar nya sejak tadi saat akan menghampiri kekasihnya.

Hanya kesunyian yang menyelimuti ruangan itu. Hawa panas keluar dari Jisung. Matanya berapi api, hawa dan energi yang dikeluarkan sangat negatif, bahkan ketiga temannya ini tidak tahan dengan hawa yang di keluarkan Jisung.

  "Apa yang harus kita lakukan?"

Chenle menatap wajah Jaemin dengan mata yang berkaca kaca, seperti tatapan memohon.

  "Panggil Renjun segera, kita akan menyusun rencana."

Jeno menggendong Sungchan yang kini berada di kakinya. Sembari menenangkan Sungchan yang menangis  karena hawa negatif milik Ji-Sung yang membuatnya takut.

Tak lama lagi, Renjun datang dengan Yuta disebelahnya. Keduanya terlihat tergesa-gesa dan khawatir.

  "Apa yang terjadi?"

Tanya Renjun sambil menggendong anak semata wayang nya, Nakamoto Shotaro.
 
"Pedang milik Jisung di curi...oleh dia"

Jaemin meremat ujung bajunya dengan menatap ujung kakinya yang gemetar sejak tadi. Renjun hanya dapat diam dan menjatuhkan tas nya secara tidak sadar. Otaknya terus berfikir cara mencari jalan keluar dari permasalahan ini.

  "Bagaimana bisa kita menjaga bumi jika bumi kita sebesar ini sedangkan jangkauan mata kita hanya segini?"

Jaemin kembali membuka suaranya. Suara Jaemin bergetar, takut, cemas, khawatir, semuanya menjadi satu bergejolak di hati Jaemin. Jeno yang merasakan tingkah laku Jaemin yang tidak tenang, langsung dengan cepat menarik Jaemin kedekapan nya. Mengelus Surai istrinya penuh kasih sayang.

   "Jaemin benar, kita tidak bisa melakukan ini...haruskah kita menyerah?"

Chenle hampir menangis memeluk Jisung. Jisung hanya berdiri tanpa memeluk Chenle. Pandangan nya hanya tertuju kepada Renjun.

Tatapan tajam Jisung terus menerus menyerang Renjun. Pandangan itu seperti mengatakan bahwa dirinya harus cepat mencari jawaban atas pertanyaan Jaemin. Sedangkan Renjun berpikir bahwa kekacauan sebesar ini akan membuatnya bingung dan hampir tidak mampu berpikir tentang solusi akan permasalahan ini.

"Jika dibiarkan akan begini terus Huang Renjun."

Jisung berkata dingin kearah Renjun. Hal itu tentu membuat Renjun sakit hati, rasanya Jisung sangat memaksanya untuk menyelesaikan masalah ini dengan cepat.

   "Jisung, jika kamu masih memikirkan popularitas mu dan meminta jawaban secepat mungkin kepada Renjun, aku tau pasti kamu tidak akan mendapat jawaban nya."

Ujar Yuta. Pemuda itu sudah mulai emosi terhadap tingkah lancang Jisung kepada kekasihnya. Sedangkan yang diperlakukan semena mena kini hanya dapat menghela nafasnya berat.

  "Gua emang lancang, tapi kasus ini tidak akan terselesaikan dengan mudah. Kasus ini lebih mengerikan dengan apa yang kita hadapi sebelumnya."

Jisung kembali menatap Renjun dengan sinis. Yuta hanya dapat menghela nafasnya panjang lalu mengelus lengan sang istri yang terlihat cemas.

Sedari tadi, Renjun sama sekali tidak mau dan tidak berani membuka suara. Ada suatu ide yang terlintas di benaknya, tetapi karena tatapan tajam dan dingin milik Ji-Sung, membuatnya menjadi takut mengutarakan apa yang ia pikirkan.

   "Kita bisa melakukan ini jika kita memiliki banyak mata."

~~~~~~~~~~~~~~~~~

YANG SIDER SINI TAK TAPOK🤬😡

Janlup komen and vote ngab

Its Our Erebos ~Destruction By The Flame Sword~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang