PROLOG

2.8K 96 1
                                    

Catatan:

Assalamu'alaikum, teman. Cek sound dulu. Akhirnya, aku bisa lanjutin kisah Mas Abdar dan Radya. Buat yang sudah baca Harapan Dalam Doa, selamat melanjuti dan menikmati hari-hari bersama pasutri uwu ini. HAHAHAHA.

Oh, iya, kisah mereka ini settingannya dua tahun setelah mereka menikah, jadi udah enggak bahas lagi nih soal bagaimana mereka bisa bertemu. Dan, Cinta Dari Langit memakai sudut pandang dari Mas Abdar. Agak deg-degan ya sebenarnya, tapi semoga feel-nya dapat.

Buat pembaca baru, kalau kalian mau tahu gimana bisa mereka bertemu, baca novelku berjudul Harapan Dalam Doa, sudah diterbitkan oleh Rex Publishing. Cerita ini melanjutkan dari HDD, ya namanya juga sequel, yakan? Kalau mau baca ini tanpa HDD gapapa karena bisa dibaca sendiri juga, sih. Tapi, alangkah lebih baiknya bila tahu cikal-bakal kisah Radya-Mas Abdar. (wkwkwk promosi)

Well, selamat membaca dan selamat bertemu kembali bersama Radya, Kapten Abdar, dan yang lainnya. Jangan lupa juga dengan kekocakan Lia. WKWKWKWK.

Sebelum baca, jangan lupa tilawah al-Qur'an dulu, gais. Pastikan udah baca kitabullah sebelum baca novel, ya. Ambil manfaat dari ceritaku ini dan tinggalkan yang enggak baiknya.

Here we goooooo

Salam, prajurit baret jingga.

***

PROLOG

Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

(Qs. Ar-Rum : 21)

**

Saya mengenalnya sewaktu di Masjidil Haram ketika menemukan mushaf berwarna biru muda kombinasi tua dengan tulisan 'Radya Sabiqa' disampulnya. Sejak detik itu, Allah memberikan karunia-Nya, hati saya terpaku pada sosoknya. Maka, di tempat suci itu saya memberikan penawaran untuk mewujudkan mimpinya bersama saya.

Radya, kamu gadis keras kepala, tapi anehnya saya jatuh cinta sama kamu. Sepulangnya dari umrah, saya berusaha mencari tahu tentangnya dari Fika-sepupu saya yang ternyata juga temannya. Hal itu saya manfaatkan untuk mengulik informasi terkait perempuan yang berhasil mendobrak pintu hati saya tanpa permisi.

Sampai kemudian, takdir-Nya mempertemukan kami kembali. Saya tidak mau mengulur waktu lagi, saya benar-benar menginginkan dia menjadi istri saya. Tapi, tidak seperti dugaan saya, Radya menolak terang-terangan tanpa alasan yang jelas. Berulang kali saya salat istikarah, apakah dia benar jodoh saya?

Jawaban itu saya dapatkan saat Fika mengabari saya berupa alamat rumah Radya. Entah apa yang membuatnya memberikan kesempatan itu untuk saya, saya tidak peduli. Intinya saya bersyukur karena Allah melembutkan hatinya. Radya, kamu harus tahu betapa saya sangat mencintaimu.

Malam di mana prosesi khitbah, jantung saya berdegup cepat. Ini lebih menegangkan daripada ditempa waktu pendidikan Akademi Angkatan Udara dulu. Saya enggak pernah segugup ini. Saya enggak peduli gimana Radya. Mau Radya begini-begitu, saya tetap menginginkan dia. Bukan karena Radya cantik, dia memiliki aura yang indah bagi siapapun yang memandangnya, makanya saya enggak berani menatap dia karena pandangan merupakan anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Barang siapa yang menahan pandangannya dari kecantikan seorang wanita karena Allah, niscaya Allah akan mewariskan rasa manis dalam hatinya sampai hari pertemuan dengan-Nya.*

Ternyata Allah Maha Baik, Dia mengizinkan kami bersama dalam ikatan pernikahan. Saya sangat mensyukuri hal itu. Radya pilihan saya, kekurangan maupun kelebihannya adalah sesuatu yang harus saya terima dengan ikhlas. Ketika ijab kabul terucap, maka detik itu tanggung jawab Ayah atas dirinya berpindah pada saya.

Tapi, pernikahan kami tidak semulus itu. Saya harus meninggalkan Radya sendiri di rumah dinas. Saat itu saya sedih melihat istri saya yang menangis, dia mengemban risiko yang harus diterima menjadi istri prajurit. Maafkan saya, Radya, saya enggak bisa apa-apa.

Puluhan kilometer jarak membentang dalam kurun waktu satu tahun lebih empat bulan pernikahan. Cinta saya dan dia diuji, seberapa mampu kami melewatinya? Sampai sekarang saya menulis ini, usia pernikahan kami sudah memasuki tahun kedua.

Tidak pernah sedikitpun saya menyesal menikahi Radya, saya justru bahagia, apalagi dengan kehadiran Alfarez-anak pertama kami-hidup saya terasa sempurna. Radya begitu keibuan dan telaten mengurus Alfarez. Dia rela cuti kuliah demi Alfarez. Saya memang enggak di sampingnya waktu dia hamil, bahkan melahirkan. Jujur, saya merasa bersalah. Maka dari itu, untuk menebusnya, saya memanfaatkan waktu cuti.

Radya, dia perempuan hebat, kuat, tangguh, penyayang, lemah lembut sekaligus keras kepala, ceroboh, dan keunikan lainnya. Radya adalah candu buat saya. Setiap senyumnya, manjanya, galaknya, tatapannya sudah seperti narkotika dalam hidup saya. Saya enggak kebayang kalau bukan sama Radya, apa saya bisa merasakan kebahagiaan seperti ini?




**

b e r s a m b u n g

**

Jangan lupa vote dan komen ya gais gimana cerita ini, oke?

see you!

*HR. Thabrani dan Al-Hakim

Cinta Dari Langit [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang