"ENGHHH! AKHHH MAS SAKIT!"
Suara erangan kesakitan, menjadi melodi cukup mengerikan di dalam ruang persalinan. Agatha, yang merupakan si ibu hamil terus mengejan, berusaha mengeluarkan sang buah hati yang tersayang.
"ARGHHH!!" Agatha menjerit, saat kontraksinya kian hebat, ia terus mengatur napas sesuai dengan instruksi dokter.
Peluh yang disertai air mata terus turun, menjadi teman dan saksi perjuangannya.
"SAKITTT MAS!!!"
Galendra, yang merupakan suami Agatha hanya bisa menggenggam erat jemari kurus pucat milik sang istri, sambil terus membisikan kalimat penenang, namun bukannya tenang Agatha malah kian kelimpungan saat rasa sakit luar biasa di perut dan punggungnya terus saja menyerang.
"Tahan ya Bu, sebentar lagi Ibu bisa kembali mengejan," instruksi sang dokter.
"Hiks, Mas sakit hiks ...."
"Tahan ya Sayang, aku yakin kamu bisa melewati ini. Tahan ya?" bisik Galendra parau. Satu tangannya yang kosong, mengusap pelan wajah Agatha yang terus saja bercucuran air mata dan keringat.
Agatha menggerakkan kepalanya, ke kanan kiri dengan resah. Menahan rasa sakit yang begitu menjalar ke sekujur tubuhnya. Ia menangis hebat, kala merasakan sebuah jarum suntik mulai menembus panggulnya. Dokter sengaja memberikan obat bius lokal ke panggul Agatha, agar Agatha idak terlalu merasakan sakit saat proses pengeluaran bayi.
Selesai dengan proses menyuntikkan obat bius, dokter langsung kembali mengintruksi. "Silahkan mengejan Bu!"
Agatha langsung mengatur napas, ia menggenggam erat jemari sang suami, tubuhnya sengaja sedikit terangkat hingga dagu miliknya menyentuh depan dada.
"ARGHHHHHHH!!!!!"
"Ayo Bu, terus Bu!"
Napas Agatha terengah-engah, ia benar-benar merasakan sakit yang luar biasa di bawah sana. Tak mau kalah dengan rasa sakit, Agatha kembali mengejan mengerahkan sisa tenaganya.
"ARGHHHHH SAKIT! ARGGGH!!!"
Tubuh Agatha terbanting ke belakang, seolah ditampar mati-matian oleh rasa sakit yang terus saja menyerang. Agatha menangis hebat, merintih sakit pada Galendra, mengadu nyeri pada sang suami.
"Ayo Sayang, kamu pasti bisa." Galendra terus berbisik. Matanya mulai memanas, tak kuasa menyaksikan perjuangan sang istri untuk sang buah hati. "Kamu pasti bisa, Agatha. Ada aku disini."
Agatha menggeleng resah. Jujur, ia tak butuh kalimat penenang seperti itu, kalimat yang sama sekali tak memberikan dirinya efek sedatif. Agatha hanya butuh zat analgetik, yang bisa memberikannya efek pereda nyeri untuk semua rasa sakit ini.
"Ayo Bu, mengejan lagi, kepala bayi mulai terlihat," ucap sang dokter.
Helaan napas pendek Agatha keluarkan, dan itu sukses menjadi awal perjuangannya.
"Kamu pasti bisa."
Usai kalimat dari mulut Galendra rampung, Agatha langsung berancang-ancang untuk kembali bertarung.
"AKHHHHHHH!!!" Kepala Agatha terangkat, air mata dan keringat, serta darah di bawah sana menjadi pelengkap proses persalinannya.
"AKHHHHH!!" Agatha mengejan lagi dan lagi, namun ia merasa bahwa bayinya tidak mau keluar di bawah sana.
"Berhenti mengejan sebentar Bu, kami akan melakukan prosedur episiotomi," putus sang dokter saat tak melihat tanda-tanda terdorongnya sang bayi di dalam sana.
Tubuh Agatha kembali ambruk, Galendra langsung dengan sigap memeluknya dari samping.
"Sshhh ... AKHHH!" Agatha terpekik, saat merasakan bagian bawahnya seperti digunting.
KAMU SEDANG MEMBACA
TELAGA LUKA
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Lo cuma punya dua pilihan, Luka. Mati karena orang-orang di sekitar lo, atau matiin diri lo sendiri."