PEKERJAAN YANG HARUS DILAKUKAN:
1. Cuci baju ✅
2. Nyapu seluruh ruangan ✅
3. Ngepel seluruh ruangan ✅
4. Potong rumput ✅
5. Setrika baju ✅
6. Masak nasi ✅"Semuanya udah selesai Tante, Aluka boleh keluar sebentar gak?"
"Kemana?"
"Keluar sebentar, cari angin. Ngelepas capek. Boleh kan?" Aluka menatap penuh harap, sosok Ralin.
"Yaudah," putus Ralin akhirnya. "Tapi jangan pulang lama, kamu cuma boleh satu jam diluar, habis itu balik!"
"Iya Tante, makasih ya." Setelah mengatakan itu, Aluka langsung bergerak pergi. Niatnya, hanya untuk menemui Telaga.
Telaga duduk di atas batu besar, sambil memeluk kedua lututnya. Matanya sesekali mengedar, mencari-cari sosok Aluka yang belum kunjung menampakkan batang hidungnya.
"Kamu gak datang ya, Ka? Pasti gak dibolehin sama papah kamu lagi, 'kan?" terka Telaga, berbicara sendiri.
Tanpa Telaga sadari, di belakang sana Aluka sudah berjalan mendekat, dengan langkah mengendap. Pelan-pelan, Aluka naik ke atas batu besar, dan ... sepuluh jemari kurus miliknya, langsung menutupi sepasang mata Telaga dari belakang.
"Eh, eh, ini siapa?!" panik Telaga.
Aluka menahan tawa. "Meow! Meow!" Ia menirukan suara kucing.
"Hah? Kucing? Masa kucing bisa nutup mata aku sih, eh kamu siapa?!"
Aluka tak kuasa menahan tawanya lagi, akhirnya dia tergelak bersamaan dengan itu Telaga sadar bahwa itu Aluka. Buru-buru, Telaga menurunkan jemari Aluka di matanya, dan menengok ke belakang. Benar saja, itu Aluka.
"Aluka, ah gak asik, aku kirain siapa. Ngagetin aja kamu, Ka!" kesal Telaga.
"Hahaha maaf." Aluka yang masih tergelak, bergerak kecil untuk maju mendekat, hingga sekarang berhasil mendudukkan bokongnya di samping Telaga. "Lama ya, nunggu aku?"
Telaga mengangguk. "Lama banget, sampe lumutan. Aku pikir, kamu enggak akan datang Ka."
"Datanglah pasti, mana mungkin aku ingkari janji. Kan, semalam aku yang buat janji, biar kita bisa ketemu disini," ujar Aluka, Telaga hanya mengangguk saja.
"Muka kamu pucet, Ka."
"Masa?"
"Iya. Coba aku cek." Telaga menempelkan punggung tangannya ke kening Aluka, merasakan suhu tubuh Aluka terasa panas. "Panas Ka, kamu kayaknya demam deh."
"Enggak kok, cuma panas biasa paling," bantah Aluka, seraya menurunkan punggung tangan Telaga dari keningnya. "Aku kan, habis jalan Telaga, cuaca juga terik, kening aku panas pasti kena terik matahari bukan demam."
"Tapi kan, kemarin kamu kehujanan. Sebelumnya juga kamu kepanasan. Aku takut deh Ka, takut kamu sakit." Rasa cemas benar-benar menyelimuti sekujur tubuh Telaga. "Jangan sakit ya Ka, aku gak mau liat kamu sakit."
"Iya enggak kok." Aluka tersenyum lebar, membuat matanya sedikit menyipit. Dan itu, membuat Telaga gemas, jadinya saja Telaga mencubit pipi Aluka, mengunyel-unyelnya kian gemas. "Ihhh Telaga, ini pipi bukan squisy, jangan digituin!" protes Aluka, sambil terkekeh kecil.
"Pipinya lucu Ka, gemesin."
"Ada-ada aja."
"Eh Ka, bapak aku buat ayunan tau kemarin, katanya buat aku sama kamu main," ucap Telaga tiba-tiba.
"Wah serius? Dimana ayunannya?" Aluka tampak semringah.
"Ayo ikut aku," Telaga langsung turun dari batu besar itu, dan sedikit membungkuk saat sudah berdiri. "Ayo Ka, aku gendong kamu. Kaki kamu kan luka-luka, pasti sakit kalau jalan, makanya naik sini, aku gendong!"
KAMU SEDANG MEMBACA
TELAGA LUKA
Teen Fiction[DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Lo cuma punya dua pilihan, Luka. Mati karena orang-orang di sekitar lo, atau matiin diri lo sendiri."