PART 13

119 16 0
                                    

"Gue pikir, lo sakit gigi. Ternyata, luka karena habis dicakar toh. Kucing mana sih, yang tega cakar pipi sahabat tersayang gue?"

"Ada deh, kucing garong pokoknya, Na," kekeh Aluka.

"Oh iya Ka, gimana sama cerita yang lo tulis di wattpad, ada yang baca?"

Aluka menyodorkan ponselnya ke Warna, agar sahabatnya itu mengecek sendiri. Warna melihatnya dengan seksama, dan ... tertawa setelahnya.

"Hahaha, yang baca baru sepuluh?"

"Iya." Aluka mendadak lesu, dia kembali menarik ponselnya dan memandangi akun wattpad miliknya yang statusnya sama seperti hati, yaitu sepi.

Jumlah pengikut hanya 7, itupun hasil follow back. Jumlah pembaca hanya sepuluh, padahal Aluka sudah menulis 15 bab disana, yang yang lebih parah, jumlah vote-nya 15, itupun Aluka sendiri yang mem-vote ceritanya.

"Udah lah Ka, lo hapus aja tuh cerita. Emangnya lo gak capek apa, ngetik panjang-panjang, update rutin, eh gak ada yang baca?"

"Capek sih, tapi capeknya cuma sedikit, lebih banyak senengnya sih. Karena menurut aku, ngetik cerita tuh udah kayak healing. Prinsip aku sekarang, akan terus menulis walaupun nggak ada yang baca," tutur Aluka. Dia menopang dagunya, sambil menatap Warna. "Sebenarnya, bukan nggak ada yang baca. Tapi ... belum ada aja. Karena menurut aku, setiap tulisan, setiap karya, itu pasti ada peminatnya, pasti ada penikmatnya. Mungkin, cerita aku masih sepi, tapi ... kita tunggu aja dulu, kali aja tahun depan bisa dibaca jutaan kali? Terus, dijadiin film, kan?"

"Ya gimana lo deh, gue mah bagian aamiin aja. Tapi, emangnya lo gak insecure itu liat viewer cerita lo sama viewer cerita orang lain, Ka?"

"Viewer atau jumlah pembaca itu, bukan tolak ukur buat aku insecure, Na. Aku malah jadiin cerita banyak author yang viewer-nya udah banyak sebagai motivasi. Aku yakin, suatu saat nanti, ceritaku juga bakal kayak mereka. Dikenal banyak orang, disukai banyak orang. Karena menurut aku, insecure aja gak cukup, buat kita berorentasi maju. Dulu, waktu aku pertama kali publish cerita dan viewer aku masih nol, aku sering banget insecure. Dan hasil dari insecure itu, aku malah maki-maki ceritaku sendiri, maki-maki hasil tulisanku sendiri, yang seharusnya itu tuh gak boleh." Aluka bercerita, membuat Warna jadi minat mendengarkannya. Ya, daripada gabut.

"Sebagai author pemula kayak aku gini, harusnya kita tuh mengapresiasi karya kita. Kalau orang lain gak bisa apresiasi karya kita, setidaknya kita sendiri bisa apresiasi itu sebagai bentuk self love,"

Warna mangut-mangut setuju.

"Karena, waktu itu, waktu aku masih di fase insecure, di fase aku maki ceritaku sendiri, aku malah gak dapet apa-apa, selain rasa males buat nulis dan lanjutin cerita. Makanya dari situ, aku berubah. Aku mau jadi author pemula, yang mentalnya kuat. Yang gak akan tumbang, karena gerimis, karena aku udah berhasil lewati hujan badai. Dari situ, aku mulai mencintai tulisanku. Menikmati setiap apa yang aku tulis, sampai sekarang ada di titik ini. Titik yang emang, masih awam banget, masih di bawah banget. Tapi, aku gak akan berhenti. Aku akan menyelesaikan apa yang sudah aku mulai."

Warna langsung tepuk tangan, bangga.

"Keren, Ka!" Ia merangkul Aluka, begitu bangga rasanya dengan pemikiran sahabatnya ini. "Pantes aja, kak Awan suka sama lo. Ternyata, emang pemikiran dan kata-kata lo itu, bikin orang jatuh cinta!"

"Eh, eh, tunggu." Aluka melepas rangkulan Warna, menatap Warna tidak percaya. "Apa tadi kamu bilang? Kak Awan suka aku? Serius, dia suka aku? Emangnya kamu tau darimana? Dia udah bilang ke kamu? Dia bilang apa?" cecarnya tak sabaran.

TELAGA LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang