PART 12

116 13 0
                                    

Seperti hari-hari biasanya. Sesampainya di rumah, Aluka harus sudah siap sedia melakoni peran sebagai pembantu.

Baru juga dirinya selesai berganti pakaian, Aluka sudah disuguhkan satu keranjang besar berisikan baju Kana di depan pintu kamar.

Jangan lupakan sosok Kana yang turut serta disana, sambil berkacak pinggang, Kana menatap Aluka dengan angkuh. Bak majikan, yang tengah berhadapan dengan budaknya.

"Setrikain baju gue sekarang, dan harus selesai hari ini juga!" suruh Kana.

Aluka hanya mengangguk, mengangkat keranjang berisikan baju-baju Kana, bersiap pergi untuk segera ke tempat setrika di lantai atas.

"Eh Aluka, tunggu!" cegah Kana, tiba-tiba. Kontan, Aluka menghentikan langkahnya.

"Kenapa?"

"Kerjain tugas-tugas gue dong, numpuk banget soalnya. Ada matematika, kimia, fisika, masih banyak lagi pokoknya."

"Tugas?" Kedua alis Aluka terangkat. Kana mengangguk malas. "Maaf Kana, kalau tugas gak bisa. Aku mau bantu kamu, tapi cuma buat kasih tau cara-caranya aja. Kalau nulis ulang dengan jawaban dari aku, aku gak bisa," tolaknya mentah-mentah.

"Lo udah berani nolak suruhan gue, hah?!" bentak Kana, emosi.

"Kenapa harus gak berani, Kana?" balas Aluka dengan berani. "Kamu pikir, aku gak capek apa? Kamu pikir, cuma kamu doang yang punya banyak tugas? Aku juga punya banyak tugas, jadi jangan suka seenaknya nyuruh orang. Tolong, punya rasa kemanusiaan sedikit. Tunjukin, kalau kamu itu manusia, dan punya rasa kemanusiaan!"

"BACOT, BANGSAT!" pekik Kana, emosi.

PLAK! Kana yang tak bisa menahan emosinya karena ucapan Aluka, akhirnya menampar keras pipi Aluka.

Tak tinggal diam, Aluka langsung balas menampar Kana.

PLAK!

"ALUKA!"

Detik itu juga, kesialan benar-benar tengah berpihak pada Aluka. Tepat saat tamparan di layangkan, tepat saat itu juga Galendra datang dan menyaksikan aksi kekerasan yang dilakukan Aluka, terhadap Kana.

"Papah!" Kana terpekik, memegangi pipinya sambil memeluk Galendra. Mengadu sakit disana.

Aluka meneguk ludahnya dengan kasar, saat papahnya sudah menatapnya tajam.

"Apa-apaan kamu, Aluka?! Kenapa kamu tampar Kana?!"

Sambil meremas sesama jemarinya, Aluka berusaha menjelaskan, namun belum juga satu huruf keluar dari mulutnya, Kana sudah menyela.

"Papah sakit, hiks ... Aluka tampar aku, dia jahat Pah. Pipi aku sakit, perih, Aluka jahat," adu Kana dengan isakan yang dibuat-buat.

"Aku nampar kamu, karena sebelumnya kamu juga nampar aku, Kana!" sahut Aluka berusaha membela diri.

"Kamu ngomong apa sih, Ka? Kapan aku nampar kamu? Orang kamu, yang duluan tampar aku dengan tiba-tiba!" seru Kana tak mau kalah.

"Pah, percaya sama Aluka, Pah!" Aluka mendekat pada Galendra, berusaha meraih tangannya namun ... Galendra lebih dulu menjauh, dengan Kana di dalam dekapannya.

"Tidak sudi saya percaya sama kamu! Saya tidak menyangka kamu akan sekasar itu pada saudara tiri kamu sendiri!" bentak Galendra.

"Tapi Kana duluan yang nampar Aluka, Pah." Aluka masih berusaha membela diri.

"Bohong Pah, dia bohong." Kana mempererat dekapannya di tubuh Galendra.

"Ada apa sih ini ribut-ribut?!" Tiba-tiba, suara Ralin terdengar mendekat. Atensi Galendra, Aluka, dan Kana sekaligus langsung tertuju pada wanita itu.

TELAGA LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang