PART 15

207 14 1
                                    

"Percuma lo nangis terus, semuanya gak akan kembali seperti semula."

Apa yang dikatakan oleh Kenzo, itu benar. Mau sebanyak apapun air mata yang Aluka keluarkan, semua itu tidak akan mengubah apapun. Dia sudah kotor, sudah bukan perawan lagi. Bercak darah di permukaan kasur yang terlihat jelas, menegaskan itu.

"Maaf Ka," ucap Kenzo, yang kini terduduk lesu di samping ranjang. Membelakangi tubuh Aluka yang berbalut selimut tebal, yang juga membelakanginya. "Gue lakuin semua ini, karena gue gak mau lo dimiliki orang lain, selain gue."

Aluka hanya bisa terisak, seluruh tubuhnya benar-benar lemas. Apalagi sakit di bawahnya, kian terasa, dan itu benar-benar menyiksa.

Perih, kebas, ngilu. Itulah yang Aluka rasakan dari malam, hingga pagi ini.

"Lo gak usah takut," lanjut Kenzo, seraya menoleh menatap punggung Aluka. "Kalau terjadi apa-apa sama lo, gue akan tanggung jawab,"

"Misalkan lo hamil, gue akan tanggung jawab dengan cara bantuin lo gugurkan kandungan itu."

***

Ini sudah hari Senin. Dan Aluka tak masuk sekolah, dengan alasan dia sakit. Bukan alasan, tapi memang ia sakit sungguhan.

Sekarang, di dalam kamarnya Aluka terbaring sendirian. Di atas meja, samping ranjang, sepiring nasi putih yang sudah basi tersaji, lengkap dengan segelas air. Bukan air yang sudah masak, tapi masih mentah. Air kran.

Jangan tanyakan siapa yang tega memberikan Aluka itu, karena jawabannya sudah jelas yaitu Ralin.

Karena Aluka sakit, pekerjaan rumah mau tak mau Ralin kerjakan. Dan sebagai bentuk hukuman, Ralin memberikan nasi basi yang sudah lembek bak bubur pada Aluka, sebagai sarapan. Lengkap dengan air kran.

"Udah lah Mas, kamu gak usah panggil dokter atau beliin dia obat, si Aluka itu cuma caper!"

"Tadi aku cek, badannya gak panas kok! Dia itu lebay, dia pasti alasan karena gak mau beresin rumah kayak biasanya!"

Setetes air mata jatuh membasahi pipi Aluka,  sesaat sepasang telinganya mendengarkan celotehan Ralin di luar sana.

"Aluka sakit beneran tante ... badan Aluka semuanya sakit,"

"Aluka sakit kalau jalan tante, Aluka sakit kalau pipis, semuanya sakit ...."

***

Mendengar kabar bahwa Aluka sakit, Awan yang merupakan pacar perhatian langsung menyambangi kediaman Aluka sepulang sekolah. Tidak sendirian, Awan ke rumah Aluka bersama dengan sang adik, yang sekaligus sahabat Aluka, siapa lagi kalau bukan Warna.

Mengetuk pintu, dan mengucapkan salam. Awan dan Warna harus berdiri diam dulu beberapa menit di hadapan pintu rumah Aluka, yang terus tertutup.

"Ini gak ada orang, apa lagi pada tidur sih?" heran Warna sambil mengintip di jendela.

"Assalamualaikum." Awan terus mengetuk pintu, sambil terus mengucapkan salam. Hingga akhirnya, ada suara derap langkah kaki mendekat.

Warna langsung menghentikan aksi mengintipnya, karena dia tahu ada seseorang yang akan membuka pintu.

"Waalaikumsalam, siapa ya?" Pintu terbuka, sosok Ralin langsung terpampang disana.

"Permisi Tante, kita berdua temennya Aluka." Warna memperkenalkan diri, dan langsung dengan sopan menyalami punggung tangan Ralin.

"Oh temennya Aluka, mau jenguk Aluka, ya?"

Awan dan Warna mengangguk.

"Eh, yang ini ganteng," Ralin menatap Awan dari atas hingga bawah. "Cocok nih, buat Kana. By the way, kamu kenal Kana, enggak?" Ia langsung sok asik pada Awan.

TELAGA LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang