34 | calm before storm

1.1K 214 22
                                    

cr

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cr. Alex Garcia via pexels



Chaeyeon memastikan seluruh barang yang dibawa Naesang lengkap dan cukup. Dia menutup tas kulit itu dengan cepat lalu menjinjingnya sembari tertatih-tatih menuruni tangga.

Naesang sedang mengeratkan tali sepatu begitu ia mengangkat kepala. Badannya langsung tegap dan berjalan agak terburu menyusul Chaeyeon, mengambil alih tasnya.

"Aku sudah memasukkan beberapa tanaman kering, kebanyakan herbal. Sudah kulabeli dan kupisahkan juga. Beberapa baju Paman juga kuganti dengan yang baru. Jangan protes, hanya ini yang bisa kulakukan untuk Paman."

Naesang mengulum bibir, berubah menjadi tarikan senyum tipis. Dia memandang Chaeyeon dengan sorot mata lembut dan penuh kasih. Tangannya bergerak-gerak gelisah di sisi tubuh seolah bingung hendak melakukan apa.

Chaeyeon mengikis jarak, melingkarkan tangan di sekitar tubuh Naesang. Pelukan itu berangsur canggung hingga Naesang memutuskan untuk membalas. Mungkin ini pertama kalinya mereka berbagi pelukan setelah sekian lama. Chaeyeon pun tak ingat kapan terakhir mereka saling memberi gestur kasih sayang antara anak dan ayah.

"Kabari aku lewat pesan instan. Jangan surat lagi, kumohon!" pinta Chaeyeon.

Naesang terkekeh. Ia sempat memberi usapan hangat di punggung perempuan itu sebelum pelukan berakhir. Tangannya terangkat ke atas kepala Chaeyeon, memberi tepukan sama ringan dengan sebelumnya.

"Jaga dirimu baik-baik. Makanlah yang rajin," ucap pria itu dengan mata berbinar. Pandangan Naesang beralih pada pemuda yang berdiri di belakang Chaeyeon. Dia tak mengatakan apapun, hanya sempat mengangguk samar yang ditujukan pada Mingyu kemudian berbalik badan.

Sosok Naesang sudah tak terlihat begitu pintu utama ditutup. Chaeyeon memandang pintu itu agak lama. Rasa sedih dan kecewa ditinggal oleh ayah walinya masih tetap ada meskipun ia sudah mengalaminya berkali-kali. Ketakutan akan kemungkinan hari itu adalah hari terakhir dia melihat Naesang selalu terbesit di benaknya. Jika bisa, ia ingin Naesang menemaninya di rumah dan tidak pergi dalam waktu lama seperti yang selalu dilakukannya.

Sebuah tepukan lembut di pundak menyadarkan Chaeyeon. Saat dia menengadah, sorot mata teduh Mingyu menyapanya. Kesepian yang sempat merayap kini memudar, tergantikan perasaan hangat dan menenangkan. Kini dia memiliki seseorang di rumah yang menemaninya, dia tidak sendiri.

Keduanya berjalan menuju ruang tengah, tangan saling bertautan. Rumahnya tak pernah seindah itu. Chaeyeon tak pernah merasa setenang ini dan dia menyukainya. Dia bersyukur Mingyu ada di sisinya.


Chaeyeon berjalan menyusuri jalan perumahan. Matanya berganti-gantian memandang layar ponsel dan jalanan. Kedua jempolnya bergerak cepat membalas pesan yang baru saja dikirim ayah walinya. Setelah diajari bagaimana mengirim pesan instan, Naesang jadi lebih sering memberi kabar meskipun interval waktu balasannya lumayan lama. Chaeyeon justru senang, kabar dari ayah walinya kini bisa lebih cepat didapat dibandingkan saat saling mengirim surat. Tak jarang Chaeyeon juga meminta Naesang untuk mengambil foto diri. Chaeyeon selalu cekikikan melihat hasil foto Naesang yang terlihat amatiran dan kaku. Hanya masalah intensitas seberapa sering Naesang mengambil gambar, Chaeyeon yakin ayah walinya akan terbiasa mengambil gambar yang lebih bagus.

Crazier ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang