Part 18

4.2K 417 7
                                    

Senyum sinis dari perempuan paruh baya yang tengah duduk di sebuah cafetaria membuat perempuan muda dengan balita tampan di sampingnya terheran. Dia sepertinya tak mengenal perempuan tersebut. Tapi, kenapa sepertinya dia tak menyukai Bella.

"Kenapa, Kak?" tanya Devnath saat merasa Bella masih berdiri di ambang pintu cafe.

Bella menunduk dan menatap mata bulat milik adiknya. Gelengan pelan serta senyum lembut menyambut kebingungan Devnath.

"Ayo, udah ditunggu Kak Marcel." Ajak Bella.

Devnath mengangguk dengan semangat. Hari ini adalah hari ulang Tahun Ardian yang ke-8. Dan Marcel merayakan ulang Tahun anaknya di cafetaria miliknya.

Bella dan Devnath berjalan menaiki tangga menuju lantai dua. Namun, tatapan sinis dan tak suka dari perempuan tadi masih dapat Bella rasakan.

Dia sama sekali tak mengenal perempuan paruh baya tersebut. Dia juga merasa tak ada masalah dengan siapapun. Oh, atau hanya dengan nasabah yang pernah menjodohkan anaknya dengan Bella. Mungkin hanya itu.

"Kak Devnath, Ar punya banyak kado loh." Ujar Ardian saat Devnath sudah sampai diatas.

Devnath tersenyum dengan penuh semangat. Ardian tahu betul jika Devnath sangat menyukai hadiah.

"Nanti kasih Dev satu, ya." Sahut Devnath dengan senyum masih mengembang.

Ardian mengangguk saja, toh Devnath juga sering berbagi mainan dengan dirinya. Jika ada orang yang bingung dengan panggilan antara Ardian dan Devnath. Ava tersenyum saja.

Semua itu karena Ava masih menjunjung budaya Jawa. Devnath dan Ardian memang lebih tua Ardian jika dilihat dari segi usia. Tapi, jika dilihat dari silsilah keluarga. Devnath lebih tua. Karena Devnath adik dari papa Ardian, yaitu Marcel.

"Kan kadonya Ardian, Dev." Tegur Ava dengan lembut.

Devnath menatap ibunya dengan senyuman manis, "Ma, Dev sering ngasih mainan sama Ar. Masa iya kado aja Ar gak mau bagi sama Dev?"

"Gak apa-apa kok, Oma. Nanti Ardian kasih ya Kak Dev."

Ava dan seluruh anggota keluarga tersenyum bahagia. Kehidupannya sudah nyaris sempurna. Tak ada lagi yang saling menyakiti, tak ada yang memiliki musuh seperti dulu. Itu pemikiran Ava.

"Ma, aku kebawah dulu, ya. Ada temen yang mau ketemu." Pamit Bella menatap mamanya.

Ava menatap Bella sejenak sebelum mengangguk, tak menunggu lama, Bella berjalan menuruni anak tangga menuju lantai 1 tempat dimana temannya menunggu.

Sampai di bawah, Bella celingukan mencari Dara. Sampai, dia merasakan punggungnya basah dan terasa sangat dingin.

Saat menoleh, Bella terkejut melihat wajah Argi yang merah padam. Mata melotot tajam menatap Bella.

"Om Argi?" gumam Bella pelan.

Argi menatap Bella semakin tajam. Napasnya memburu, sampai gelas yang berada di genggamannya dia banting begitu saja.

"Perempuan tak berguna!" teriak Argi kencang. Pengunjung cafe yang berada di sana menoleh saat mendengar keributan di suatu meja.

"Maksudnya apa, Om?"

"Kamu sudah mengambil Haidar, keluarga kamu sudah mencuci otak anakku. Dia anakku Bella, dia darah dagingku, dia penerus perusahaan keluargaku. Tapi, karena perempuan tak berguna sepertimu, karena keluarga bajingan Januarta. Haidar hanya menjadi petani. Kesana kemari di bawah teriknya matahari. Seharusnya dia duduk santai di dalam ruangan ber AC."

Bella menatap Argi dengan bibir bungkam. Wajahnya mengisyaratkan tanda tak terima.

"Aku? Maksud Om karena aku dan keluargaku Kak Haidar jadi seperti sekarang? Iya?" tanya Bella pelan, walaupun di hatinya sudah bergemuruh ingin mengumpat.

Sweet householdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang