07. PESTA

603 175 15
                                    

Tatapan Lily fokus pada undangan yang dibagikan oleh teman sekelasnya kemarin. Seluruh anak Palapa diundang ke pesta ulang tahun Sina. Anak donatur sekolah. Kalau boleh jujur, Lily tidak suka keramaian. Dia paling malas kalau harus datang ke acara seperti ini.

"Udah, dateng aja. Pasti di sana seru kok," ujar Dira, masih fokus ke laptop. Biasa, kerjaan menumpuk.

"Tapi Mah, ini malem banget loh selesainya. Mamah nggak khawatir sama aku?" Lily menunjukkan pukul pesta selesai pada Dira. Namun, wanita paruh baya itu hanya melirik sekilas.

"Loh ngapain khawatir? Kan ada Gilby."

Alis Lily nyaris menyatu mendengar jawaban Dira. "Kok jadi Kak Ilby? Apa hubungannya sama dia?"

Dira melepas kaca mata yang terpasang di wajahnya, menutup laptop, kemudian tersenyum pada Lily. Tapi masih diam, enggan untuk menjelaskan. Wanita paruh baya itu justru pergi keluar. Lily seketika panik. Sudah dapat dipastikan dia akan dititipkan lagi pada Gilby.

"MAH!"

•••


Lily memasang wajah cemberut sedari sore. Memasrahkan diri kepada Dira yang heboh memilihkan dress untuk Lily pakai. Cewek itu menempelkan tubuh di pintu kaca balkon. Menatap kamar Gilby dengan lesu. Kenapa sih cowok itu malah iya-iya aja?!

Asal kalian tahu, Lily tengah menghindari Gilby. Tapi jika kalian tanya apa alasannya, Lily juga bingung. Dia hanya tidak mau terus-terusan dekat dengan cowok itu. Lily tidak suka. Gilby selalu membuatnya berpikir lebih.

"Ly, kamu suka yang warna apa?" tanya Adia, sibuk membedah lemari Lily.

"Terserah."

Tubuh lesu Lily yang masih fokus ke kamar Gilby seketika melotot kala melihat cowok itu tiba-tiba membuka pintu balkon dengan bertelanjang dada. Lily dengan cepat berbalik badan, lalu meraih gorden.

Adia berbalik badan, heran mengapa anaknya menutup wajah dengan kedua tangan dan menutup gorden di saat hari belum gelap?

"Ly kamu—"

Lily berlari memeluk Dira, kemudian berteriak. "AKU NGGAK MAU PERGI SAMA KAK ILBY, HUWAA."

Gilby menyipitkan mata saat suara Lily mengudara, meski tak terdengar jelas di telinga. Kamar cewek itu sudah tertutup gorden. Padahal ini baru pukul empat.

"Dia kenapa?"

•••

Pukul delapan. Lily menatap pantulan dirinya di cermin. Gilby sudah menunggu di ruang tamu. Lily masih enggan untuk bertemu. Sejak kejadian susu kotak waktu itu, dia merasa berbeda saat berpapasan dengan Gilby. Belum lagi dia melihat Gilby— ah sudahlah.

"Ly, ayo turun. Gilby udah nunggu dari tadi loh." Adia masuk. Kemudian tersenyum, melihat anak gadisnya sudah siap.

"Cantik banget anak Mamah," pujinya seraya memeluk punggung Lily.

"Mah, kayaknya aku kebelet pup deh. Kak Ilby disuruh duluan aja. Aku nanti berangkat sama Mang Ujang aja ya?"

Lily tidak bodoh, dia tahu kalau dirinya naksir dengan Gilby. Tapi, dia tidak mau sampai tahap jatuh cinta dengan cowok itu. Maka dari itu, dia sudah membulatkan tekad untuk menghindar beberapa hari. Lily yakin, rasa naksirnya akan hilang.

"Udah pake dress gini masa mau pup. Ngaco kamu ah. Gilby juga udah nunggu dari tadi loh. Ayo turun." Adia menyeret pelan Lily.

Di bawah Danu, tampak mengobrol santai dengan Gilby. Cowok itu memakai setelah jas hitam. Rasanya, Lily ingin kembali ke kamar saja.

Suara high heels milik Lily yang menuruni tangga terdengar di telinga dua orang tersebut. Perhatian Danu dan Gilby langsung beralih ke Lily dan Adia.

"Finally, your princess has come down, prince," ucap Danu sembari menepuk bahu Gilby yang tertegun melihat Lily.

Adia terkekeh mendengar ucapan Danu. Sedangkan Lily membuang muka, kesal dengan sang Ayah, karena menggoda mereka berdua.

"Apaan sih Pah!"

Kemudian, Gilby meminta izin untuk membawa Lily pergi. Setelah itu dia mengulurkan tangan, tapi Lily langsung keluar. Menolaknya secara terang-terangan.

Bukannya marah, Gilby justru terkekeh. Dia langsung menyusul Lily keluar, mencegah tangan Lily yang hendak membuka pintu pintu belakang mobil.

"Kenapa duduk di belakang? Gue bukan supir lo," ucap Gilby.

Lily gugup kalau harus duduk di depan. Maka dari itu dia berinisiatif untuk duduk di belakang. Tapi sialnya malah kurang cepat. Gilby sudah mencegahnya terlebih dulu.

Tangan Gilby membuka pintu depan. Lalu memberi isyarat Lily untuk segera masuk. Tatapannya seperti biasa, seram. Lily tidak bisa protes. Dia hanya menurut.

Di perjalanan Lily menundukkan kepala dan memainkan jari-jarinya. Sedangkan Gilby tampak serius memperhatikan jalan raya yang agak macet.

Cowok itu baru sadar Lily gugup saat mereka berhenti di lampu merah. Ya, Gilby hafal di luar kepala perihal bahasa tubuh manusia.

"Nggak nyaman pergi sama gue?" pancing Gilby seraya menjalankan mobil kembali saat lampu berubah jadi hijau.

"Bukan gitu Kak. Aku ........ aku cuma ngerasa aneh aja kalau deket sama Kakak." Begitulah, dari dulu Lily memang orang yang jujur.

Dahi Gilby berkerut. "Aneh gimana?"

"Deg-degan, ekhm," jawab Lily pelan lalu membuang muka ke jendela.

Bibir Gilby berkedut melihat tingkah cewek di sampingnya. Dia masih berusaha menahan senyum. Tapi nyatanya tidak bisa. Jadi, dia pura-pura mengusap bibir dan dagunya. Sedangkan tatapannya masih fokus ke depan. Lalu, dia semakin mempercepat laju mobil agar lekas sampai.

Mobil Gilby sampai pada tempat pesta digelar. Di rooftop restoran tepi pantai. Tapi agaknya, Sina menyewa seluruh area pantai malam ini.

Lily melirik ke samping, tepatnya ke kursi kemudi karena dia merasa Gilby memperhatikannya dari tadi.

"Kenapa Kak?"

"Gue juga."

"Maksudnya?"

Gilby mendekatkan tubuhnya ke Lily, membuka sabuk pengaman cewek itu, lalu menatapnya intens. "Gue juga deg-degan kalau deket sama lo. Tapi, ngejauh bukan solusi yang tepat. Yang ada malah kangen."

Lily meremas dress yang dia kenakan, tak lupa menahan napas, pipinya juga mulai memanas. Dia tak menyangka cowok dingin dan galak seperti Gilby bisa menggombal.

Tiba-tiba, jendela mobil diketuk oleh Juna. Gilby langsung menjauhkan tubuhnya dan bergegas turun. Begitu pula dengan Lily.

"Cie, yang berangkatnya berdua. Gue duluan deh, nggak mau ganggu," bisik Juna saat melihat Lily turun dari mobil.

•••

🙈🙈🙈

GILBYLILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang