09. OUT OF THE BOX

642 167 18
                                    

Resmi. Seluruh organisasi Palapa sudah beralih tangan. Bahkan, minggu depan, sudah mulai ulangan semesteran. Shera dan Jean sibuk membentur-benturkan kepala di buku paket. Katanya biar pintar. Ya sudah, Lily hanya mampu mengiyakan.

Kejadian dua hari lalu mengenai pulang dari pesta, Gilby tak pernah menyapa. Seperti rencana yang hendak Lily lakukan untuk menghindar dari cowok itu awalnya. Tapi, rasanya aneh dan tidak tenang kalau Gilby ada di depan matanya, tapi cowok itu bungkam pura-pura tak kenal.

"Ish, kan dianya juga nggak mau dengerin penjelasan aku. Ya udah sih, Ly. Biarin aja," ucap Lily pelan, pada dirinya sendiri.

"Kenapa Ly?" tanya Shera.

Lily menggeleng. Kemudian, dia lagi-lagi berbohong pada mereka. "Anu, materinya susah, hehe."

Mereka kembali fokus pada buku masing-masing. Cahaya matahari sudah mulai memudar. Beberapa hari ini Lily lebih suka belajar bersama di sekolah sampai petang daripada belajar di rumah. Karena kalau belajar di rumah, Lily jadi lebih cepat mengantuk.

"Kayaknya kita perlu guru deh. Di antara kita bertiga nggak ada yang nguasain materi ini," ucap Jean. Shera mengangguk setuju.

"Guru? Emangnya Pak Amin mau kalau ngajar selain jam pelajaran?" celetuk Lily.

"Duh, bukan gitu maksud kita Ly. Kita butuh bimbingan seseorang yang udah ngusain materi ini. Kayak kelas dua belas misalnya. Kan mereka udah pernah tuh dapet materi ini."

"Nah, bener apa kata Jean. Gimana kalau kita minta bantuan sama Kak Se—"

Sontak, Lily menggelengkan kepala. Dia tau Shera akan menyebutkan nama Senu. Kalau boleh protes, Lily akan bilang dengan nada yang menggebu-gebu kalau dirinya tidak suka dijodoh-jodohkan. Apalagi, bagi Lily, Senu itu terlalu membosankan dan mempunyai sisi lain yang tidak Lily sukai. Namun, dia tidak bisa mengatakan itu. Lily tau maksud Shera dan Jean baik.

"Kalian kenapa sih selalu Kak Senu?"

"Karena kita mau jodohin lo sama dia. Pokoknya, kita berdua shipper SeLy gari keras. Kalian harus pacaran!" jawab Jean enteng.

Hela napas berat mengudara. Lily menatap Shera dan Jean bergantian. "Aku nggak suka Kak Senu," ucap Lily mutlak.

"Belum suka, bukan nggak suka." Jean dan Shera menjawab dengan kompak, seolah dialog tadi sudah direncakan sebelumnya.

Lily mengangkat bahu. Memang, ke depannya dia akan suka dengan siapa tidak akan ada orang yang tahu. Tapi kalau dia suka dengan Senu kemungkinannya kecil. Ya mau gimana? Sekarang saja Gilby sudah memenuhi pikiran Lily belakangan hari, takutnya bulan depan sudah berpindah ke hati. Atau mungkin tak perlu menunggu bulan depan. Ah, Lily pusing.

"Aku pulang ya? Mamah udah nyariin." Cewek dengan kuncir kuda dan poni itu baru mendapat pesan dari Dira. Katanya sudah gelap. Takut ada apa-apa di jalan.

"Lo pulang naik apa? Bokap lo jemput nggak? Atau mau bareng sama gue atau Jean?" tanya Shera yang langsung diberi gelengan oleh Lily.

"Aku naik bus aja deh. Papah belum pulang. Aku duluan yah, dadah!"

•••

Lampu jalanan serentak menyala. Angin bertiup kencang menerbangkan helai rambut Lily. Cewek itu sudah menunggu setengah jam di halte. Duduk, sesekali memeluk tubuh karena suasana cukup seram dan dingin. Namun bus yang searah dengan komplek-nya tak kunjung lewat.

Tak lama, lampu bus menyorot ke wajahnya. Berhenti. Penumpangnya hanya satu cowok yang berdiri membelakangi halte dengan earphone menempel di telinganya.

GILBYLILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang