12 - Postal Duties (Part 1)

1.1K 265 586
                                    

Tembus 2000 komentar sebelum 24 jam. Akan langsung saya unggah bab 13.

Lagu: AURORA - Murder Song (5, 4, 3, 2, 1)

*****

[Sky]

Keesokan harinya ketika gue harus kembali ke rumah dalam bentuk burung gereja setelah bertengkar sama Mia, ratusan orang sudah mengelilingi rumah gue. Polisi, orang-orang dari sekolah, dan juga orang-orang yang nggak gue kenal. Gue melihat Pak Diwan di antara mereka namun dengan rupa wajah yang berbeda sejak malam itu kami bercakap-cakap. Tuan Marshal, mode nyala. Dan gue yakin banget keberadaannya kali ini adalah mau menjemput gue untuk misi yang beliau tawarkan. Namun sayangnya situasi gue sedang di luar kendali. Karena, Mia juga, saat ini terlibat dalam masalah serius sehingga Pak Diwan mungkin akan mengubah rencananya.

...

Bertahun-tahun semua orang tahunya ayah Mia adalah seorang narapidana. Atau bahkan itu juga yang Mia tahu? Tapi faktanya adalah tidak ada seorang pun yang tahu beliau dikurung di mana dan atas kasus apa. Ada yang menyebut pembunuhan, perampokan, bahkan sebagai bagian dari sebuah sindikat. Meski yang ketiga ada benarnya juga, namun bukan sindikat yang bisa mereka bayangkan.

Malam itu ketika gue pertama kali bertemu dengan beliau, Pak Diwan menyentuh lengan gue dan seketika kami menyusut di udara tipis, berpindah secepat kedip ke sebuah tempat yang benar-benar nggak gue kenali. Kami berada di sebuah tempat yang anehnya siang, di tengah jalan setapak yang terjal serta licin oleh lumut-lumut dingin, dikepung oleh jajaran pohon-pohon pinus juga cemara yang besar dan tinggi khas wilayah berbioma taiga. Tempat ini seperti berlokasi di punggung gunung dengan hutan boreal yang seakan menyelimuti banyak rahasia. Langitnya mendung dan suhunya benar-benar jatuh.

Gue masih tertegun saat Pak Diwan menyuruh gue untuk lekas mengikuti langkahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gue masih tertegun saat Pak Diwan menyuruh gue untuk lekas mengikuti langkahnya.

"Saya kira kamu sudah terbiasa dengan perpindahan lokasi seperti ini kalau kamu juga kenal Arthur Kaspia. Anak itu suka menarik orang ke mana-mana dan ke kapan-kapan tanpa babibu."

Seperti Anda, maksudnya?

Gue tidak menyahut ujarannya. Jujur lebih karena gue yang memang nggak begitu akrab sama ayahnya Mia.

Art berkali-kali memperingatkan gue untuk nggak boleh kaget jika pada entah suatu kapan keanehan mungkin akan menghampiri gue sebagai Sinestesian. Bertemu orang asing, berada di tempat asing, mengalami fenomena asing, dan terombang-ambing di tengah alur kehidupan yang asing.

"Ada mantel di rumah saya. Tubuhmu pasti tidak akan kuat dengan suhu di sini karena saya yakin ini pertama kalinya kamu mengalami suhu di wilayah taiga."

Benar. Taiga.

Gue berjalan di belakang Pak Diwan sambil mencari-cari apakah ada tato di tubuhnya seperti Sinestesian lainnya. Tapi tidak ada. Atau mungkin tersembunyi di balik pakaiannya jika beliau memang salah satu Sinestesian?

MoxieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang