08 - Dua Kubu

2.9K 780 6.1K
                                    

Assalamualaikum.

Halo, selamat petang!

Kembali lagi di Moxie. Kangen? Hehehe.

Belakangan kagi banyak hal yang perlu dipriotitaskan ketimbang ngurusin Wattpad. Ada kali ya 3 pekan lebih nggak bikin unggahan. Terimakasih karena masih setia nungguin. Semoga betah terus.

Apa kabar? Lama saya nggak menyapa. Semoga baik-baik saja, ya. Sehat selalu.

Bagaimana kelas daringnya? Para Maba oke?

Tahu nggak saya 3 pekan nggak unggah Moxie juga sebenernya tetep nulis Moxie. Sudah stok banyak bab malah. Ya, tinggal unggah doang, sih. Tapi, ya, masa mau digelontorkan semuanya. Seneng dong kalian.

Bab ini kembali fokuskan ya imajinasinya. Nggak terlalu panjang, kok. Tapi coba fokuskan pada alur dan informasi dalam bab ini. Kalau salah menyerap bisa-bisa kalian terjedot terus-terusan di depan.

Lagi yang pas untuk bab ini berjudul Closing In by Ruelle.

Um, kalau bab ini tembus 4K komentar, esoknya bisa langsung saya unggah bab 9. Insya Allah udah tinggal klik publikasikan aja. Jadi, selamat patungan! Yang 7K aja kemarin bisa kok. Tembus 8K malah. Hehe 💁🏻‍♂️

****
************

Chapter 08

Chapter 08

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Elliot]

"Ivan! Dia menggerakkan jarinya!" seru seorang wanita berusaha mengeraskan suaranya. Gue merasakan kepala gue kemudian diangkat ke atas paha wanita itu. Terdengar isakan bahagia.

Sesaat kemudian suara langkah yang berlari menginjak ranting dan dedaunan kering datang mendekat. "Oh, anakku." Tangan seorang pria kemudian memegangi pipi gue dan mengecup kening berkali-kali. "Ini berhasil, Prada."

Gue masih terpejam karena tubuh gue bahkan masih terasa lemah. Meski berusaha memaksa untuk membuka mata, rasanya tetap tidak bisa. Namun jelas sekali, silau matahari membias di kelopak mata. Deru angin yang menerpa pepohonan juga terdengar jelas. Sejuk. Gue seperti berbaring di atas daun-daun kering yang sangat banyak dan tebal sampai-sampai tak merasakan kerasnya tanah di bawahnya.

"Cepat, bawa dia pulang sebelum matahari terbenam."

"Bantu aku mengangkatnya ke punggung."

Wanita bernama Prada masih terisak dan sigap sekali menurunkan kepala gue dari pahanya. Kemudian mereka berdua bersusah payah menggendong gue di atas punggung pria itu. Seolah tak ingin terlambat, tak ingin ada yang melihat, dan ingin menyelamatkan gue cepat-cepat.

MoxieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang