[Extended 1] Biarkan Alam Semesta Yang Mengaturnya

9.9K 1.2K 12
                                    

~Seburuk-buruknya hubungan cintamu di masa lalu, hidup tetap harus berjalan ke depan (Inggita Wimala)~


Hari Minggu (tiga minggu setelah misi pencarian selesai)..

Aku merekahkan senyum terbaikku saat telingaku mendengar kisah lucu yang meluncur dari mulut pria yang tengah duduk di depanku sekarang. Dia mengajakku makan berdua di Prometheus Coffee, sebuah cafe bernuansa rustic di mana berbagai dekorasi kayu serta atmosfer hijau pepohonan begitu kental terasa di sekitar kami.

Setelah menyebutkan pesanan masing-masing, kami melanjutkan obrolan. Aku menyukai bagaimana caranya berbicara sembari mataku menikmati satu dimples yang ada di pipi kanannya saat dia tertawa.

Nama pria ini adalah Alsaki, dan dia adalah sepupu jauh Maribel, sahabatku. Kami bertemu tanpa sengaja saat aku sedang menjemput Maribel di rumahnya. Sebelumnya Alsaki bekerja di sebuah kantor konsultan di Bandung, baru satu bulan pria ini pindah pekerjaan ke Jakarta.

Ketika Alsaki mulai mengajakku makan siang berdua, aku langsung konsultasi mengenai status Alsaki pada Maribel. Menurut Maribel sih, sepupu jauhnya ini masih jomlo. Tapi, Maribel sendiri juga tidak yakin karena mereka sudah lama tak pernah berjumpa.

Oke. Review-nya sudah cukup, aku sudah bisa mengambil kesimpulan. Sepertinya ajakan Alsaki untuk pertama kalinya layak dicoba.

Lidahku masih menyesap matcha latte pesananku ketika aku merasakan ponselku bergetar beberapa kali dari dalam tas. Tanpa perlu melihat layarnya, aku sudah tahu siapa yang menghubungiku siang-siang begini. Siapa lagi kalau bukan Gatra!

Aku sedang malas menanggapi pesan maupun panggilan dari Gatra. Masalahnya, satu minggu setelah misi pencarianku selesai, melalui whatsapp, aku sudah menanyakan kepada Gatra kapan aku bisa mengambil gambar sketsa wajahku yang terbawa di mobil pria tersebut. Dalam balasan pesannya waktu itu, Gatra mengatakan kalau dia luar biasa sibuk saat ini dan akan memberiku kabar lagi.

Satu minggu bersama Gatra beberapa waktu silam, aku sudah memahami kalau Gatra sesibuk itu. Aku pikir Gatra seharusnya punya manajer, biar kian mirip kayak artis-artis itu.

Hingga dua minggu kemudian, pesan whatsapp dari Gatra tetap saja senyap, tak ada kabar. Tak ada panggilan. Sial. Aku sudah beranggapan kalau ternyata Gatra dan Vikram itu sama saja. Sama-sama tukang ghosting!

Pesan Gatra baru nongol kembali beberapa hari yang lalu, setelah aku telanjur sebal dan tak menunggu-nunggu balasan lagi darinya. Gatra menyebutkan kalau aku tak perlu repot-repot ke apartemennya, karena dia sendiri yang akan mengantarkan sketsa wajah itu ke rumahku.

Huh. Mode merayu on. Setelah dua minggu lenyap, sekarang Gatra mencoba mengambil hatiku.

Aku tak menanggapi pesan dari Gatra, meski sesudahnya dia membanjiriku dengan pesan dan panggilan. Apalagi sejak aku bertemu Alsaki dan dia mengajakku makan siang hari Sabtu ini.

"Kalau kamu anak tunggal, kamu nggak kelihatan manja, Inggita." Tanggap Alsaki setelah mendengar penjelasan tentang keluargaku. Aku sengaja memancing Alsaki untuk menceritakan tentang keluarganya terlebih dahulu—meski aku bisa saja bertanya pada Maribel, karena aku tak mau kecolongan lagi dengan tak tahu menahu latar belakang keluarga laki-laki yang mendekatiku.

Cukup Vikram saja yang sudah membohongiku habis-habisan!

Dari balik wajah tampannya, Alsaki memandangku lekat-lekat saat mengucapkan kalimat tersebut. Tatapan mata Alsaki langsung mengundang rasa hangat di pipiku dan pastinya sudah berwarna pink cerah.

Jujur kuakui, cukup tiga kata untuk mendeskripsikan sepupu jauh Maribel ini, yaitu ganteng, ganteng dan ganteng. Sudah, itu saja.

"Papa dan Mama memang nggak memanjakan aku, Al. Tapi mereka nggak akan begitu saja membiarkanku pergi jauh dan seorang diri pula." Kecuali ketika aku mengejar Vikram hingga ke Yogyakarta—itu pun aku membohongi mereka. Ya Tuhan, ampuni aku.

[END] Mengejar JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang