~Melupakan mantan memang sulit, tetapi bukan berarti nggak mungkin (Inggita Wimala)~
Hari Rabu..
"Apa?! Berani-beraninya bajingan itu datang ke rumah lo, mengeret-eret lo ke cafe, lalu dengan seenaknya meminta lo menerima dia kembali, begitu?!" pekik Maribel saat aku menceritakan kejadian hari Sabtu lalu padanya. Napas Maribel terengah-engah, sekujur wajahnya merah padam. "Vikram benar-benar nggak tahu malu! Ternyata wajah cakep hanya luarnya saja, tapi di dalamnya kulit badak."
"Mar, dia___."
"Apa? Jangan bilang lo masih cinta padanya, Ing. Setelah apa yang Vikram lakukan ke lo, sudah sepantasnya kalau lo tendang dia jauh-jauh dari hati lo. Pokoknya, hapus Vikram dari hati lo dan lupakan. Jangan diberi harapan lagi."
"Mar, dengarkan gue dulu. Gue belum memberi jawaban apa-apa padanya. Tapi, kalau gue boleh jujur, gue masih cinta padanya, Mar. Tunggu! Gue belum selesai ngomong. Saat ini gue masih belajar untuk melupakan Vikram dan gue butuh waktu."
"Ck! Lalu, Gatra bagaimana, Ing? Kalau Gatra sampai tahu Vikram mendekati lo lagi, apa nggak___."
"Gatra sudah tahu, Mar. Gue langsung menghubungi Gatra dan gue ceritakan semuanya. Seharusnya sore itu gua janjian bertemu Gatra, tapi gue minta waktu padanya buat diri gue sendiri. Gue butuh berpikir dengan jernih, Mar. Seenggaknya dalam satu minggu ini. Dan, Gatra mengerti."
"Ya ampun. Gatra baik banget. Kalau lo membuang Gatra demi Vikram, artinya kamu wanita bodoh, Inggita. Sumpah demi apa."
"Hati nggak seperti mobil, Mar. Yang bisa disetir di mana dia harus parkir."
Maribel berdecak.
"Gue mengerti. Banget. Tapi bukan berarti hati nggak bisa dilatih, bukan?" tandas Maribel seraya melirik jam di pergelangan tangannya. "Sudah hampir jam satu, Ing. Gue harus balik kantor."
Maribel menandaskan minumannya dan bersiap untuk pergi. Siang ini kami memang sengaja janji makan siang berdua di sebuah restoran yang tak jauh dari kantor Maribel—di mana dia tiba di restoran ini cukup dengan berjalan kaki saja.
"Nanti sore lo jadi jemput gue jam enam kan, Ing?" tanya Maribel menyambar tas kerjanya. Aku mengangguk. "Oke. Sip. Gue harus memberi tahu Naven. Gue pergi dulu, Ing."
Maribel melambai kecil padaku dan aku hanya membalas dengan anggukan lesu. Sepasang mataku tercenung memandang kepergian Maribel hingga menghilang dan tak terjangkau lagi oleh mataku.
Sepeninggalan Maribel, mataku masih terpaku di tempat sahabatku menghilang. Sedangkan benakku ini sudah mengawang ke mana-mana.
Kehadiran Vikram kembali dengan segala permintaannya, layaknya sebuah bom yang meluluhlantakkan pertahanan yang selama satu setengah bulan ini aku bangun. Aku kira keberadaan Gatra di sisiku mampu menghapus Vikram dari dalam benak ini. Tapi ternyata pengaruh seorang Vikram masih begitu kuat di dalam sana. Membuat hatiku terbelah, jalan hidupku mendadak bercabang.
Kalau mengikuti keinginan hati, rasanya tak perlu ragu lagi aku akan menerima Vikram kembali karena aku masih mencintainya. Tentu saja, akal sehatku yang masih waras terus berteriak memintaku segera berlalu dari bayangan Vikram.
Notifikasi pesan masuk menyela lamunanku. Aku menggeser layar ponsel dan mendapati sebuah pesan dari Gatra. Pria itu mengirimkan sebuah foto cup yang berisi bersekop-sekop ice cream warna-warni dengan membubuhkan komentar di bawahnya
[Gatra]
Ice cream terbukti dapat memperbaiki mood seseorang, apalagi kalau lagi galau.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Mengejar Jodoh
RomanceBagi Inggita, Tuhan pasti mengambil tulang rusuk Vikram ketika Sang Maha Pencipta itu menciptakan dirinya. Tetapi, siapa bisa menduga bagaimana alam semesta mengatur perjalanan bidak hidup manusia di planet ini. Ketika Vikram tiba-tiba memutuskan h...