P.7

16.2K 359 11
                                    

hai readersss..kali ini saya post lebih cepat hehehe.. semoga suka yooo.. hehehe

“Jadi dia pelakunya.?! Kurang ajar! Berani-beraninya! Dimana dia sekarang Brian?!” Dika murka ketika mengetahui siapa yang menjadi dalang di balik semua ini.

“Itu masalah yang lainnya pa, dia selalu berpindah-pindah tempat persembunyian,  tapi polisi sudah mendatangi satu per satu tempat persembunyiannya lalu menyegel tempat itu. Para polisi menggunakan strategi mempersempit gerak lawan pa..” Jelas Brian sambil berusaha menenangkan emosi ayahnya.

“Lalu, kenapa dia mengincar Caca?! Memangnya Caca salah apa Brian? Dia tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian itu!”

“Mungkin maksudnya di sini adalah dia mau membuatku merasakan apa yang dia rasakan pa, maka dari itu kita harus berjaga-jaga dan selalu waspada.”

“Ya sudah, kita balik ke dalam, kasian Caca, dia pasti kebingungan. Pastikan bahwa dia tidak mengetahui hal ini, sampai waktunya tepat.”

Brian hanya menjawabnya dengan anggukan kemudian mengikuti sang papa masuk ke dalam kamar tempat Caca di rawat.

***

Caca POV's

Sebenarnya apa sih yang terjadi selama aku tidak sadar? Siapa yang mau melukaiku? Apa aku berbuat kesalahan? Aku harus berjaga-jaga dan berpura-pura seolah-olah aku merasa aman dan nyaman. Aku akan meminta bantuan Rico nanti. Aku akan mencari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi.

Yang kulihat sekarang adalah papa dan Brian memasuki kamar rawatku dengan senyuman yang dipaksakan, di balik mata itu bisa kulihat ada sesuatu yang disembunyikan mereka dan Brian, kenapa dia tersenyum semanis itu?

“Bagaimana keadaanmu nak?”

“Aku sudah baik-baik saja pa..” Jawabku sambil membalas senyumannya.

“Kalau begitu papa tinggal sebentar ya, papa ingin membeli kopi di kantin.”

“Biar aku saja yang membelinya pa.” Ujar Brian yang sudah siap untuk keluar, namun Dika langsung menahannya.

“Sudah, papa saja, kamu di sini jagain Caca.”

Okay..”

Sepuluh menit sudah berlalu dan kami berdua sama sekali tidak ada yang membuka pembicaraan. Hufftt.. aku sangat yakin sekali bahwa Brian ingin mengatakan sesuatu padaku, karena itu aku diam, sampai dia berbicara. Tapi sampai sekarang  bibir itu terkatup rapat, namun saat mata kami saling bertemu, wajahnya jadi sedikit memerah. Ada apa dengannya? Apa dia demam? Tanganku berusaha untuk memegang keningnya, tapi yang terjadi adalah wajahnya semakin memerah, sebenarnya kenapa sih anak ini? Kenapa dia bertingkah laku aneh seperti ini?

“Eum.. Caca..”

“Ya, kenapa.?”

“Eum.. Apa kau baik-baik saja?”

“Tentu saja aku baik, kau tidak lihat? Jelas-jelas aku bisa duduk dan mengobrol denganmu.”

“Ou.. Baguslah..” Balasnya sambil menggenggam tanganku. Apa maksudnya ini? Secepat mungkin aku menepis tangannya.

“Apa yang kau lakukan Brian?”

“Huh?”

“Kenapa kau menggenggam tanganku? Kau ini rivalku!” Yang terjadi kemudian adalah tubuh Brian menegang.

“Kau tidak ingat apa saja yang sudah kita lakukan sebelum kau kecelakaan?”

“Apa sih?! Yang kuingat kau itu jutek, dingin, sombong dan terakhir kau meninggalkanku saat aku sadar dari koma itu, dan sekarang aku masih di rumah sakit! Aku sama sekali tidak beranjak dari rumah sakit ini Brian!”

Kiss From My RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang