P.14

13.1K 287 1
                                    

Haiiii... ini adalah episode terakhir dari Kiss From My Rival.. maaf ya karena cerita ini lambat dalam peng-upload-an nya.. so silahkan dibaca ya..

"Anakku bernama Anastasia."

"What?!"

"Ada apa Tuan?"

"Kalau begitu mulai sekarang aku akan memanggilmu dengan sebutan 'papa'." Tommy sangat terkejut dengan ucapan Andreas barusan. Dia sempat terdiam sejenak.

"Apa maksudmu kau menyukai anakku, Tuan?"

"Ya papa. Aku mencintai anakmu sejak dia pertemuan pertama kami di apartemen Caca. Papa tidak perlu memanggilku dengan sebutan Tuan lagi, tapi panggil aku Andreas."

"Eh? Tapi.."

"Papa akan terbiasa nanti. Apa papa ingin menjenguk Caca?"

"Tentu." Sambil tertawa bersama, Andreas dan Tommy masuk ke dalam ruangan Caca dan yang lainnya dirawat.

Namun betapa terkejutnya Andreas ketika melihat Caca adikknya sudah duduk di tempat tidur dengan pandangan kosong ke depan. Tanpa pikir panjang Andreas langsung memeluk adik tersayangnya itu dan mengecup sayang kening Caca.

"Akhirnya kau sadar juga, apa kau merasakan sesuatu yang sakit?" Tidak ada jawaban, tatapan Caca juga tidak berubah sama sekali. Tommy langsung memanggil dokter dan suster untuk memeriksa keadaan Caca.

Lima menit kemudian, dokter dan suster keluar dari dalam ruangan, dan Andreas langsung berdiri dan menanyakan keadaan adiknya.

"Apa yang sebenarnya dialami oleh adik saya dok? Kenapa dia diam saja?"

"Kami memastikan bahwa obat yang disuntikkan pada korban sudah bekerja. Kebetulan kami sudah menemukan obat apa yang sudah menyebar ke seluruh tubuh korban."

"Kalian tidak perlu khawatir, Andreas, masukkan penawar itu ke dalam infus mereka masing-masing. Jika tidak dilakukan segera, akan ada hal yang lebih parah dari ini, karena itu bergegaslah. Kau tidak perlu ragu." Jelas Tommy tegas.

"Tapi Pak, penawar yang Bapak bawa harus melewati tes terlebih dahulu karena kami tidak ingin sesuatu terjadi pada pasien-pasien kami."

"Tidak, waktunya sudah tidak cukup lagi. Kemungkinan korban yang lainnya akan mengalami gejala yang sama seperti Caca, ini sudah seperti siaga 1 bagi kita, jika terjadi sesuatu pada mereka, aku bersedia menyerahkan nyawaku sendiri."

"Dok, bagaimana ini?" Tanya Andreas yang sudah mulai panik.

"Tapi, tetap tidak bisa pak!" Ketika sang dokter belum selesai berbicara, suster yang menjaga di dalam ruangan tiba-tiba keluar dengan raut wajah yang panik.

"Dok! Ini darurat pasien-pasien lainnya mengalami gejala yang sama seperti Nona Caca."

"Sudah kubilang, kalau begitu akan kumasukkan sendiri ke dalam infusan mereka!" Putus Tommy bergegas masuk, dan tidak memperdulikan kata-kata dokter ataupun suster. Sedangkan Andreas, dia sudah memberikan kepercayaan penuh pada Tommy.

Lima belas menit kemudian.

"Mereka dalam keadaan stabil, dan kita tinggal menunggu mereka sadar, tapi saya masih tidak percaya Anda begitu nekat Pak."

"Jika tidak nekat maka empat pasienmu sudah ada di kamar mayat keesokkan harinya, percaya atau tidak."

"Terima kasih papa." Ucap Andreas sambil memeluk Tommy.

"Ya, walau sebenarnya ini sulit dipercaya, tapi saya tetap mengucapkan terima kasih pada Anda dan kami juga sudah mengambil sample penawar itu, agar kelak, jika kami mendapatkan pasien yang sama, kami bisa menggunakannya dan kondisi pasien membaik dengan cepat."

Kiss From My RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang