P.3

33.4K 540 11
                                    

Author POV's

Sementara itu saat Dika sudah sampai di rumah sakit, beliau langsung masuk ke dalam rumah sakit tanpa menghiraukan kerumunan orang di samping kanan rumah sakit, karena yang dia pedulikan sekarang hanyalah anak angkatnya Caca. Tanpa pikir panjang ketika pintu lift terbuka, beliau langsung masuk dan menekan tombol lima.

Bertepatan saat pintu lift Dika yang digunakan tertutup. Brian lewat bersama dengan dokter membawa Caca yang berlumuran darah menuju UGD. Wajah Brian tampak pucat, keringat dingin terus menerus keluar di sekitar dahinya. Dia tidak bisa melepas tatapannya kepada Caca sedikitpun. Dia sangat berharap Caca membuka matanya sekali saja, untuk menyakinkan bahwa dia masih bernafas. Tapi ini tidak, lalu tangan Brian beralih menggenggam tangan Caca, yang penuh memar dan luka-luka goresan. Sampai akhirnya mereka sampai di ruang UGD dan Brian dilarang untuk masuk ke dalam.

Saat sampai di lantai lima, Dika bergegas menuju ruang rawat nomor 5209, yaitu tempat Caca dirawat. Saat membuka knop pintu, seluruh ruangan itu gelap, seperti tidak ada tanda-tanda bahwa ada pasien yang dirawat di sana. Dika berusaha mencari tombol lampu dan saat lampu ruangan itu menyala tempat tidur Caca kosong dan sangat berantakan. Saat mengecek ke kamar mandi, juga tidak ada Caca di sana. Perlahan dia melihat setiap sisi ruangan dan dia menemukan jendela Caca terbuka dengan lebar.

Dengan perlahan Dika berjalan mendekati jendela itu dan yang dia lihat adalah kosong, tidak ada siapa pun di sana. Beliau bingung kemana dia harus mencari Caca, dia keluar dari ruangan itu lalu menuju ke lift dan saat lift terbuka, dia langsung menekan tombol satu. Lalu bergegas menuju resepsionis, untuk menanyakan dimana keberadaan Caca.

"Permisi sus, saya ingin bertanya, apa pasien yang bernama Caca Adelia Brown, masih di rawat di sini?" Tanya Dika dengan nada yang sedikit khawatir.

"Sebentar saya cek dulu ya pak.." Tidak lama kemudian, "Nona Adelia baru saja memasuki ruang UGD pak, karena beberapa menit yang lalu, pasien lompat dari kamarnya yang berada di lantai lima.."

Deg!

Tubuhnya menegang seketika setelah mendengar kabar buruk tersebut. Namun dia langsung menanyakan dimana letak ruang UGD. Dengan sedikit berlari dan tidak perduli ia menabrak orang-orang yang berjalan di depannya. Ternyata di ruang tunggu itu, ada seseorang yang sedang menunggu, tapi dia menundukkan kepalanya. Sesaat kemudian pintu ruang UGD itu terbuka, dan seorang dokter dengan baju serba biru keluar.

"Dok, bagaimana keadaan Caca dok? Apakah dia baik-baik saja?" Tapi sebelum dokter itu membuka mulut untuk berbicara, Brian menyadari siapa sosok yang bertanya pada dokter dengan begitu khawatir.

"Papa?" Dika langsung menoleh ke asal suara itu, dan ternyata pria yang duduk di ruang tunggu sambil menundukkan kepala itu adalah Brian.

"Brian, kamu kenapa bisa ada di sini nak? Tapi sebelum itu papa mau mendengar penjelasan dari dokter dulu. Jadi bagaimana dok?"

"Begini, Nona Adelia, mengalami koma, operasinya berjalan lancar, tapi saya rasa butuh sebuah keajaiban agar Nona Caca bisa sadar kembali."

"Maksud dokter apa?" Kini Brian yang angkat bicara.

"Mungkin ada hal berat yang menyebabkan dia menjadi depresi, dan akhirnya dia loncat dari lantai lima. Kita hanya bisa berharap yang terbaik untuk Nona Adelia. Saya permisi dulu." Begitulah penjelasan dokter. Dika dan Brian sama-sama terdiam. Sekarang mereka berada di depan kamar ICU. Wajah keduanya sama-sama kusut dan kacau, sedangkan jam sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi. Sampai akhirnya Brian sendiri yang memecah keheningan.

"Pa.. kenapa papa bisa ada di sini? Dan bagaimana bisa papa kenal dekat dengan Caca?" tanya Brian.

"Caca itu, anak angkat papa. Caca dititipkan ke papa, dia ditinggalkan oleh Om Calvin, papanya. Tujuan papa ke sini adalah untuk menjemput Caca untuk pergi ke pemakaman Tante Aiko, ibunya. Ibunya baru saja meninggal kemarin pagi. Menjelang malam papa mengabarkan padanya tentang hal itu. Papa memang bodoh." ucap Dika dengan nada yang bergetar, wajahnya merah dan dari kedua matanya, bulir-bulir air mata keluar dengan derasnya.

Kiss From My RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang