O3

246 65 69
                                    

•••

Jarum jam kini menunjuk ke arah empat lewat lima belas, menandakan bahwa langit masih gelap gulita karena mentari belum menampakan diri ke permukaan, membuat siapapun akan enggan untuk beranjak dari kasurnya.

Namun hal itu nampaknya tidak berlaku untuk siswa sekolah menengah ini.

Di hari yang masih terlampau pagi untuk disebut pagi, ia sudah tiba di sekolah dengan keadaan rapi. Tapi bukan berniat untuk belajar.

Koridor sekolah di pagi buta itu masih sangatlah gelap, hanya menyisakan beberapa lampu menyala dalam jarak yang cukup berjauhan.

Ia mengendap-endap masuk ke sekolah, mencoba tidak menarik perhatian penjaga, lalu berjalan menuju gudang penyimpanan sekolah.


Gudang penyimpanan sekolah, tempat dimana barang-barang olahraga dan beberapa barang lama milik sekolah disimpan disana.

Tempatnya tidaklah berdebu atau terlihat menyeramkan, tidak juga sempit dan memiliki sarang laba-laba, membuat gudang ini lebih cocok di sebut ruang penyimpanan dibanding 'gudang'.

Apalagi jika kita melihat interior dan pemilihan warna pada dinding gudang, siapapun yang baru pertama kali mengunjungi gudang ini pasti takkan percaya bahwa ruang tersebut adalah gudang.

Tak butuh waktu lama, kini orang tersebut sampai di depan pintu gudang.

Dengan cekatan ia tempelkan kertas di balik pintu gudang, sebuah kertas aneh dengan tulisan aksara jepang.

Srettt!

Ia goreskan telapak tangan nya menggunakan silet, menggoresnya cukup dalam dan membuat darah kental langsung mengucur setelah telapak tangan itu digoreskan.

Namun anehnya orang tersebut seakan mati rasa. Benar-benar terlihat seperti tidak merasakan apapun, membuat siapapun yang melihatnya pasti akan berpikir bahwa ia bukanlah manusia

Selanjutnya ia tempelkan kedua telapaknya ke depan pintu kayu, memutar nya kemudian membaca mantera aneh dengan keadaan yang sangat khusyuk.

Selesai melaksanakan ritual awal, ia pun menarik telapaknya dari pintu kayu. Kemudian menyebutkan beberapa nama tak asing dengan bahasa perancis.

Dan tepat setelah ia membisikan sedikit bahasa ular, aura pintu tersebut langsung berubah gelap. Warna pintunya berubah kecoklatan dengan gagangnya yang menjadi sedikit berkarat.

Orang tersebut menyeringai puas, merasa hasil kerjanya selesai dengan sempurna tanpa adanya celah tersisa. Kini, yang orang itu perlukan hanyalah satu, yaitu cara agar ia dapat kembali tanpa diketahui oleh siapapun.

Orang tersebut dengan cepat pergi ke tepi kanan sekolah, tempat dimana pohon buah apel berada. Kemudian dengan leluasa ia memanjat tembok pembatas sekolah, lalu keluar tanpa ada yang tahu eksistensi nya barusan.

Orang tersebut sempat memindai keadaan di sekitarnya. Di rasa cukup aman, ia pun dengan cepat pergi dari daerah itu, mencoba untuk tidak meninggalkan jejak.

Tanpa tahu bahwa seseorang tengah memerhatikan nya dari radius yang cukup jauh.

•••

"Iya bang, iya"

"..."

"Iya astagaaa, iya!!"

chambre du pécheur ; 2001 liner [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang