D (2) : Pepatah Kala Rapuh

13 2 0
                                    

Singgasana yang bertautan itu perlahan menampakkan diri. Ibarat setumpuk pakaian jadi menggunung, aku tak leluasa berkacung pada pilu di tahun pagebluk. Aku hanya masyarakat papa yang kerapkali meminta balas jasa. Teruntuk pemilik singgasana yang bertautan itu. Tolong, jangan sampai mata pencaharianku hilang.

"Selamat pagi, Tuan. Makanan sudah kami sajikan," ucapku parau tatkala tuan hendak menyeruput teh paginya. Ia beranjak dari singgasana lalu berdiri rapi membawa nampan emas. Ia dengan lahap memakan apa yang telah disajikan melalui nampan. Stik daging kesukannya setiap hari.

Parau, ya seperti itulah pekikanku selalu. Tiada gundah kurasa, seakan tuan akan melepas kontrak pekerjaanku.

"Ruhmini, jangan sampai engkau diterkam oleh macan lain! Ingatlah dunia luar sana. Berbagai binatang buas siap membinasakanmu!" Tukas tuan penuh amarah.

Entah sampai kapan perbualan yang tiap pekan kutunaikan kepada tuan bergulir dengan mulus. Aku sebisanya, melampiaskan geliat di periuk tua. Setiap hari, sepanjang hari. Menunggu dunia baru yang pasti 'kan tiba.

Pandora: Antologi CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang