4.

23 13 12
                                    


Bel pulang berbunyi, tapi aku yang tertidur lelap membuat Anggara tak tega untuk membangun kan ku.

"Tadi gak mau tidur, giliran tidur nyenyak banget", Ucapnya sambil menatap ku tersenyum .

"Ira bangun", ucap Anggara perlahan, "Ira sayang bangun, ayok pulang", lanjutnya lagi.

Akupun terbangun, lalu menatap Anggara.

"Angga, udah mau pulang ya? ", tanya ku dengan mata yang masih tertutup namun sudah terduduk.

"Iya, ayok pulang", ucapnya lalu menjulur kan tangannya untuk membantuku terbangu dari posisi ku.

Aku mengangguk lalu menggapai tangannya, Anggara memeriksa suhu badan ku kembali.

"Udah turun panasnya", ucapnya kepadaku, dengan senyum lega di bibirnya.

"Angga, gua rapihin rambut bentar".

"Iya".

Anggara terus menatap ku yang sedang merapihkan rambut ku, membuat ku sedikit merasa heran.

"Lo kenapa ngeliatin gua kayak gitu, ada yang salah? ", tanya ku dengan heran.

"Gak papa, gak ada yang salah dari lo, lo cantik dan lebih cantik kalo rambut lo di kuncir", ucap Anggara sambil tersenyum.

"Gua gak bawa kunciran".

"Ya ampun kuncir rambut aja gak ke-beli, miskin amat", ucap Anggara ceplas-ceplos, padahal sebenarnya Mama adalah seorang dokter spesialis bedah, dan Papa adalah direktur di sebuah perusahaan besar, karna itu Papa jarang pulang, Papa selalu pergi keluar kota bahkan keluar negri untuk pekerjaannya.
Tapi Mama, Mama jarang pulang walau jadwal pasien tidak padat, Mama tidak pernah meluangkan waktunya untuk sekedar menelvon ku, menanyai kabarku apakah aku baik-baik saja selama Mama dan Papa tidak ada.
Entah mengapa mereka tidak melakukan itu mungkin Mama dan Papa memang sedang sangat sibuk, sampai-sampai mereka lupa bahwa anaknya sedang menunggu kabar mereka di rumah.
Aku selalu menatap ponsel ku tiap malam, berharap ada panggilan tak terjawab masuk bertuliskan nama Mama atau Papa, tapi ternyata tidak ada panggilan atau pesan yang di kirim kan oleh mereka.

Aku merasa di kucilkan oleh keluarga ku sendiri, aku merasa Mama dan Papa memang sedang berusaha menjauhi ku.
"Kenapa Mah Pah, apa aku tidak berharga, sampai-sampai saat kalian ada di rumahpun, kalian tetap berperilaku asing terhadap ku dan selalu mencaci makiku, kenapa Pah Mah, apa Ira punya salah? Atau Papa Mama emang gak mau Ira ada? ", ucapan itu selalu terlontar di hati ku saat aku melihat layar ponsel ku, menunggu kabar dari mereka.

"Bukan gak ada uang, gua emang gak sempat" .

" Sok sibuk, padahal tinggal bilang nanti gua beliin", ucapnya lalu berjalan melewati ku menuju meja.

"Nih ada karet gelang, lo pake aja buat nguncir rambut lo", ucapnya sambil menyodor kan karet gelang itu kepada ku.

Saat aku ingin mengambil karet itu dari tangannya, Anggara malah berpindah posisi menjadi berada di belakangku.

" Diem biar gua yang kuncir rambut lo", ucapnya lalu mencoba mengikat rambut ku dengan pelahan.

"Nah, kalo gini kan makin cantik", gombalnya sambil berjalan mudur dua langkah untuk memastikan penampilan ku.

"Gua emang cantik".

"Iyalah, kan lo punya gua, pasti cantik".

"Kata siapa gua punya lo? ", ucap ku bertanya.

"Kata gua, lo itu punya gua, cuman gua, gak boleh ada yang lain. Awas kalo ada yang lain, gua sentil ginjal lo", ucap Anggara mengancam dengan raut wajah yang tak main-main

" Aneh lo, mana bisa".

"Bisa, sini mau gua praktekin? ".

"Gak usah aneh-aneh".

Anggara berjalan mendekati ku dengan perlahan layaknya penculik anak.

"Lo mau ngapain? ", ucap ku sambil memundur kan langkah sedikit demi sedikit.

Kini aku terpaku tersudut dengan Anggara yang tetus menerus mendekat kearahku.
Dan kini wajah Anggara benar-benar berada tepat di depan wajah ku.

Aku ingin pergi dari posisi itu, tapi Anggara malah mengunci jalan ku menggunakan tangannya, membuat ku benar-benar tak bisa bergerak.

Tatapan Anggara yang begitu dekat, membuatku tak sanggup menatapnya begitu lama, jantunggu benar-benar berdetak sangat kencang.

"Jangan pernah pergi dari hidup gua, bahkan dari pandangan gua walau itu hanya sehari", yang benar saja, jantungku benar-benar terombang-ambing saat mendengar ucapannya.

" Anggara takut kehilangan gua?", tanya ku perlahan sambil menatap kedua bola mata Anggara.

"Iya, gua emang takut kehilangan lo",, sorot mata Anggara yang serius terpancar jelas. "gua sayang lo Ra", lanjutnya.

Aku terdiam menatapnya, ada rasa bahagia di hati ku saat mendengarnya, namun ada rasa sedih juga yang ku rasakan.

"Kalo gua boleh sedikit egois, gua pengen lo cuman jadi cantiknya gua, gua gak mau liat lo dekat sama cowo lain selain ayah lo, dan gua".

"Tapi Angga, lo ngertikan kita itu berbeda keyakinan" .

"Iya gua ngerti kok, tapi apa salahnya gua minta sebelum gua ngelepas lo buat orang lain" .

Ucapan Anggara kini membuat ku menahan air mata, karna ucapannya tidaklah salah, suatu hari nanti pasti dia akan melepas ku dan aku akan melepasnya juga.

"Gua gak akan pergi ninggalin lo, gua akan selalu ada buat lo, dan gua juga mau lo jagain gua terus, dan selalu ada buat gua" .

"Gua akan selalu jagain lo, dan ada buat lo", ucapnya sambil tersenyum menatap ku.

"EKHEM, ngapain lo berdua? ", bicara Tomi yang baru saja datang dengan Devan, Rehan, Reza dan tidak lupa juga dengan Leksa yang sedang menggandeng tangan Reza.

Reza kemudian menutup mata Leksa dengan tangannya.

"Kenapa Eza? ", ucap Leksa sambil memegang tangan Reza yang menutupi matanya.

"Anak kecil gak boleh liat", ucap Reza singkat.

"Gila, kalian abis ngapain", Ucap devan dengan tatapan mengintrogasi.

"Wah ini sih kayaknya abis bercumbu", Ucap Reyhan dengan senyum menyebalkannya.

"Gak usah ngadi-ngadi fikiran lo, gua gak ngapa-ngapain sama Ira, cuman abis ngomong doang", ucap Anggara jujur.

"Ngomong itu duduk, bukan mojok", ucap Reza yang dari tadi hanya diam menyaksikan Tomi, Devan, dan Reyhan berbicara.

"Terserah lo, mau ngomong apa", Anggara kini pasrah dengan apapun tuduhan yang ada di fikiran teman-temannya itu.

Sedangkan aku hanya diam menyaksikan mereka berbicara.

"Ira, kamu udah baikkan, udah gak pusing lagi? ", tanya Leksa, dengan tatapan khwatir kepada ku.

"Gua udah gak papa kok, udah gak pusing lagi", ucap ku sambil tersenyum.

"Syukurlah"

"Tadi Pak refan-guru Bahasa Inggis ngasih PR banyak banget, nanti aku kirim lewat whatsapp" .

"Yaallah masa baru aja baikkan di suruh ngerjain PR sebanyak itu", ucap ku mengeluh.

"Yaelah ngeluh bae lo bisa nya", ucap Reyhan.

"Yaudah nanti gua kerumah lo, gua bantuin ngerjain semua PR lo", Ucap Anggara yang mengerti bahwa aku mengeluh hanya agar dia, bersedia membantuku menyelesaikan semua PR ku itu.

"Malem-malem lo kerumah Ira, dan di rumah Irakan lagi gak ada siapa-siapa, Wah wah wah awas Ra bahaya kalo di tinggal berdua sama Angga", Ucap Tomi

"Astagfirullah fikiran lo Tom, istgfar lo", Ucap ku setelah mendengar perkataan Tomi.

rumah Anggara dan aku itu bersebelahan, aku dan dia juga sudah berteman sejak kecil. Jadi sudah biasa kalo Anggara datang kerumahku kapanpun ia mau tanpa ku pinta.

♡♡♡

ANGGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang