22.

10 2 20
                                    


"Ira gua pulang dulu ya, kapan-kapan gua main lagi," ucap Indra berpamitan.

"Iya kak,  jangan sungkan kalo mau main lagi," sahutku sambil tersenyum.

"Belajar yang rajin Ra,  nanti kalo nilai lo bagus gua akan kasih lo hadiah,"

"Siap kak," jawabku senang.

Indra kemudian menaiki mobil miliknya yang berwarna silver, mobil yang sangat bagus .

Sedangkan Anggara, ia acuh menatap Indra pergi dengan ekspresi yang tak peduli bahkan cenderung senang saat Indra pergi.

"Ayok Angga," ucapku lalu memakai helm yang ku pegang.

Anggara mengangguk lalu menaiki motor dan menyalakan mesinnya, setelah itu aku naik dan kita berdua pergi bergegas menuju Sekolah.

Muka Anggara kini berubah mengerikan, terlihat dia begitu tidak suka melihat kedekatan ku dengan Indra tadi.

"Angga!" panggil ku tapi Anggara diam mengacuhkan.

"Angga!" panggil ku lagi,  namun kembali tidak ada jawaban.

"Angga lo budek? " ucapku yang kini sedikit emosi, sedangkan Anggara masih fokus mengendarai motornya.

Aku yang kini sudah lelah memanggil kembali diam,  sambil sesekali menatap spion untuk melihat wajah Anggara yang terlihat mengerikan,  wajahnya seperti sedang sangat kesal dan ingin menelan seseorang secara utuh.

Perjalanan itu terasa hening,  hanya suara kendaraan yang terdengar, Anggara benar-benar diam, ia tidak meledek bahkan mengucapkan sepatah katapun tidak.

"Jangan gini dong gua serasa kayak lagi di boncengin setan, kan lo biasanya ngeledekin gua, " ucapan itu masih Anggara acuhkan.

"ANGGA! " aku memukul helm yang Anggara kenakan sampai kepalanya tersungkur ke depan.

"Nanti jatoh, Ra" ucap Anggara lembut.

"Abisnya gua di diemin mulu"

"Kalo mau ngomong nanti kalo udah nyampe aja," bicara Anggara dingin.

"Lo kenapa?" tanyaku lagi, Anggara kembali hanya dia tidak mengatakan apapun.

Karna sebal tidak mendapatkan jawaban apapun, lagi-lagi aku hanya memeluknya dan diam selama di perjalanan itu.

Tak perlu waktu lama motorpun berhasil masuk melewati gerbang sekolah, dan kemudian berjalan menuju perkiraan.

Aku kemudian turun dari motor Anggara setelah Anggara memarkirkannya dengan mulus.

"Angga,"panggiku kepada Anggara yang terus berjalan memasuki gedung sekolah tanpa memperdulikan ku.

"Angga  jangan gini," ucapku sambil memeluk lengan pria itu.

"Gua gak suka ngeliat lu,  deket banget sama Indra," ucapnya yang sinis terlihat begitu sebal.

"Maaf," bicaraku sambil tertunduk.

"Hmm," terlihat di raut wajah Anggara, Anggara masih sangat kesal namun dia tidak bisa terlalu lama .

Aku terus memeluk tanganya tanpa henti,  tak peduli di lihat banyak orang, bahkan seorang guru sempat melihat ku dan Anggara yang lewat di hadapannya sambil terus berpegangan.

Terlihat di ujung tepat di hadapanku didepan ruangan tempat ku dan Anggara biasa datangi, Tomi dan yang lainnya sedang berada depan ruangan itu.

"ASTAGFIRULLAH BESTIE, KOK LO SEMUA PADA PUNYA ROTI SOBEK?? "  terlihat Tomi yang berteriak kepada Reyan sambil menunjuk Roti sobek milik pria putih dengan tinggi melebihi dirinya.

ANGGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang