******Rene sudah gemetar ketakutan, wajahnya pun sudah mau menangis ketika pria tua di depan terus menariknya menjauh dari jalanan. Memaksanya untuk masuk ke dalam semak-semak yang begitu mengerikan dan gelap.
"Tolong tuan, tolong lepaskan saya." Mohon Rene penuh ketakutan. Berharap pria itu mau melepaskannya. Juga membiarkannya pergi.
Bukannya menuruti permintaan Rene pria tua di depannya pun kian menariknya kasar. Rene hampir jatuh tersungkur mencium tanah begitu pria itu menghempaskan tanganya.
Rene terjatuh duduk. Kepalanya menggeleng panik begitu pria tua itu tersenyum puas. Menatap Rene dengan tatapan buas layaknya hewan.
"Tolong... Lepaskan saya." Rene memohon dengan nada bergetar, berusaha menjauh namun tertahan ketika di berada di sebuah semak. Hingga akhirnya dia pun semakin menatap pria tua itu panik.
"Jangan takut cantik. Kita akan bersenang-senang sekarang." Seru pria tua itu dengan mengusap-usap tanganya. Menatap Rene dengan tatapan mata berbinar.
"Kamu siap?" Lanjutnya berjongkok di depan Rene.
"Menjauh dari ku, brengsek. TOLONG...." Teriak Rene sekuat tenaga. Hingga membuat pria tua itu terbelalak dan membungkam mulut Rene.
"Diam, bodoh." Serunya penuh peringatan. Membekap mulut Rene kuat.
Rene yang sudah ketakutan pun, meraih sesuatu di samping nya. Hingga dia menemukan sebuah batu. Menggigit kuat tangan pria itu, Rene memukulkan batu di tanganya kearah pelipis pria tua hingga membuat pria tua itu jatuh terduduk dengan mulut mengerang sakit.
Tanpa membuang waktu, Rene pun mendorong pria tua itu kasar. Berlari sekuat yang dia bisa menjauh dari pria tua itu.
Kepalanya sesekali menoleh kesamping begitu pria tua itu mengejarnya dengan wajah bringas. Sesekali mengumpatnya, menyuruh nya untuk berhenti.
Hingga Rene tiba di dekat lampu merah, di simpang empat. Berniat menyebrangi jalan. Namun, karna terlalu terburu-buru. Rene tidak memperhatikan sekeliling hingga ada sebuah mobil yang melaju kencang kearahnya.
Dia pun tidak sempat menghindar, hingga tubuhnya pun terhempas jatuh mengenaskan di aspal jalan.
Semua begitu cepat, Rene tidak bisa mengingat apapun selain senyum kedua orang tuanya.
Ma, pa, bawa Rene ikut bersama kalian. Rene rindu.
Hanya itu yang keluar dari bibir Rene. Setelahnya, semuanya terasa melayang dan gelap.
****
Entah sudah berapa lama Rene berbaring, namun ketika cahaya matahari yang menyilaukan menerpa wajahnya. Membuat Rene mau tidak mau membuka matanya. Hingga akhirnya Rene bisa melihat langit-langit rumah sakit berwarna putih.
Meringis pelan, Rene menyentuh kepalanya yang terasa nyeri. Ada sebuah perban yang membungkus kepalanya.
"Nona, anda sudah sadar?" Rene menoleh kesamping.
"S-aya... Ada dimana?" Gumamnya lirih. Berusaha bangun dari duduknya. Dengan tangan yang menyentuh kepalanya.
"Nona, harap tenang. Jangan bangun lebih dulu, anda harus terus berbaring." Suster pun menahan pundak Rene yang berusaha bangun dari duduknya. Kembali membantunya berbaring.
"Tapi, sus--"
"Anda harus banyak istirahat, nona. Agar anda bisa cepat pulih." Potong suster membungkam Rene.
"Bagaimana saya bisa berada di sini, sus?" Akhirnya Rene tidak mendebat. Namun dia penasaran kenapa dia bisa berada disini.
"Kemarin anda mengalami kecelakaan. Anda sudah tiga hari tidak sadar kan diri."
"Tiga hari?" Pekik Rene kaget. "Akh.." dia langsung mengerang begitu tubuhnya secara tiba-tiba terduduk karna kaget. Namun menolak ketika suster meminta nya untuk kembali berbaring.
"Saya akan memeriksa anda, nona, tolong berbaring saja."
"Tidak, sus, saya harus pulang."
Rene menolak begitu suster meminta nya untuk kembali berbaring. Dan berusaha melepaskan jarum infus di tanganya.
"Nona apa yang anda lakukan?" Pekik suster berusaha melepaskan tangan Rene.
"Suster, tolong lepaskan saya. Biarkan saya pergi."
"Anda bisa pergi jika keadaan anda sudah pulih, nona. Sekarang anda masih sakit."
"Tidak, sus, saya baik-baik saja."
"Tapi nona, dokter bisa marah jika--"
"Suster tolong, biarkan saya pergi." Rene masih kekeh dengan pendiriannya. Akhirnya mau tidak mau, suster pun mengalah.
"Baiklah, tapi biarkan saya mengobati luka di tangan anda."
Meski setengah hati, akhirnya Rene pun membiarkan suster mengobati luka tanganya karna infus.
Setelahnya dengan hati-hati turun dari ranjang rumah sakit. Meski kepalanya sakit luar biasa, dia berusaha sekuat tenaga menahanya.
Dengan tubuh sedikit bergetar, dia pun melangkah tertatih-tatih ke arah kamar mandi. Berniat mengganti baju rumah sakit dengan bajunya.
Namun, nafasnya berubah kasar ketika melihat bajunya sudah kotor. Bahkan di penuhi oleh darah.
"Suster?" Panggil Rene. Kembali keluar dari kamar mandi. Namun langkahnya terhenti begitu melihat siapa yang kini tengah berdiri di depannya dengan Suter yang kini berbicara dengannya.
Sejenak mereka saling tatap, Rene pun membeku begitu mata tajam itu menatapnya intens.
Bahkan remasan di tangannya di ujung baju rumah sakit pun terasa menguat.
"Suster, apa saya bisa meminta tolong? Saya tidak memiliki baju ganti. Apa disekitar sini ada toko baju?" Rene memutuskan kontrak mata lebih dulu. Menatap suster yang kini tengah menatapnya.
"Ada nona, di sebrang jalan. Tapat di depan rumah sakit ini."
"Saya... Bisakah meminjam baju ini untuk pergi ke depan? Baju saya kotor. Bisakah saya keluar sebentar untuk membeli baju?" Ucap Rene tanpa menoleh kearah pria yang kini masih menatapnya lurus.
"Nona, jika anda mau saya memiliki baju. Anda bisa memakainya jika mau."
"Boleh kah?" Tanya Rene menyakinkan. Yang dibalas anggukan kepala oleh sang suster.
"Anda bisa menunggu di sini. Saya akan mengambilkannya." Rene mengangguk mengerti.
Sebelum sang suster berlalu pun, Rene menyempatkan diri mengucapkan terimakasih.
Sepeninggalnya suster, Rene berubah canggung. Karna pria di depannya terus menatap nya intens. Sama sekali tidak mengalihkan pandangannya.
Mengabaikan itu, Rene pun berbalik, memilih berniat kembali ke kamar mandi. Namun suara pria di belakang nya menghentikan langkah kaki nya.
"Sepertinya, kamu masih baik-baik saja, Rene?"
Sekuat tenaga, Rene menggigit ujung bibirnya. Menahan sesuatu dalam hatinya yang terasa bergejolak.
"Seperti yang kamu lihat. Saya baik-baik saja." Jawab Rene berusaha keras untuk terdengar biasa-biasa saja.
Selangkah.
"Kamu tidak penasaran kenapa bisa berada di sini?" Lagi suara pria itu kembali terdengar. Begitu datar dan kaku.
"Saya yakin semua itu pasti tidak ada hubungannya dengan anda. Tuan Erland yang terhormat." Sengaja Rene menekan kata di penyebutan nama pria itu. Agar tidak membuat hatinya goyah.
Semua sudah berlalu Rene!
Jangan mengulang kesalahan yang sama, yang membuat kamu akan terjatuh pada jurang kehancuran.
Lagi, Rene menerus kan langkah kakinya. Namun baru sampai di depan pintu suara Erland kembali terdengar.
"Bagaimana jika aku yang membawamu ke sini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekat, Tak Berjarak (SELESAI)
Romance#Erland Bramantyo #Kirenediya Azwar Ferdian Tiga tahun yang lalu, ketika hakim mengetuk palu. Statusnya sudah berubah menjadi janda. Tidak lagi berhak atas pria yang hampir seumur hidupnya dia cintai. Dia tidak lagi bisa bangga memamerkan statusnya...