Erland hanya bisa berdiri kaku begitu Rene pergi meninggalkannya. Membuat dia merasa kehilangan berpijak juga semangatnya.
Semua yang dia susun di kepala bahkan terasa hilang begitu saja. Kata-kata Rene terasa mencekiknya hingga dia pun kesulitan bernafas.
Seakan belum cukup sampai di situ. Tuhan pun seakan ikut menghukumnya. Belum Erland beranjak dari sana hujan deras datang mengguyur tubuh Erland. Membuat dia langsung basah kuyup hanya dengan hitungan detik.
Mendongak ke atas, Erland menatap langit yang tadi cerah kini berubah gelap. Bahkan petir dan kilat mulai menyambar-nyambar di atas sana. Seakan mengejek Erland yang saat ini berdiri kaku di tempatnya.
Erland tersenyum miris. Menertawakan dirinya sendiri yang nampak begitu menyedihkan. Tanpa bisa menahan gejolak hati, Erland hanya bisa menunduk. Menatap tanah di bawahnya yang sudah nampak dipenuhi air. Di sana Erland bisa melihat bayangan dirinya. Betapa menyedihkannya dia saat ini.
Tuhan, kenapa tidak kau cabut saja nyawaku saat ini? Batinnya.
Tanpa terasa setetes air mata Erland jatuh. Melebur menjadi satu bersamaan dengan derasnya air hujan yang membahasi bumi.
Dia kalah. Lagi-lagi dia kalah dengan rasa dan penyesalannya. Hatinya bahkan lebih hancur kali ini. Tuhan tidak hanya menghukumnya dengan kebencian Rene. Tapi juga hidupnya yang kian terasa gamang dan hancur berantakan. Sekarang dia bahkan tidak lagi memiliki tenaga hanya untuk sekedar bergerak. Melangkah menjauh dari rumah Rene pun rasa-rasanya dia enggan.
Tuhan, jika memang dia bukan lagi jodohku. Kenapa kau tidak bisa menghapus perasaanku? Kenapa rasa ini kian dalam dan mencekikku?
***
Entah pukul berapa Rene terbangun dari tidurnya. Tadi setelah dia mengeluarkan semua uneg-unegnya pada Erland. Dia langsung menenggelamkan dirinya di balik selimut.
Perasaannya terasa lega luar biasa. Bahkan berkali-kali dia merasa perasaannya ringan. Hingga dia pun enggan sekedar untuk membersihkan diri. Dia langsung tertidur seiring dengan suara hujan di luar.
Dan kini dia terbangun begitu suasana sudah gelap gulita. Bahkan kontrakannya pun sudah gelap karena dia belum menyalakan lampu.
Sedikit malas bangkit dari tidurnya. Rene pun melangkah ke arah saklar lampu. Menekannya hingga berhasil membuat suasana kontrakan terang benderang.
Dia sangat lapar, tapi di luar masih terdengar suara hujan. Membuat dia malas untuk membeli makan. Melirik jam dinding, kedua mata Rene membola begitu menemukan jam menunjukkan pukul dua belas malam.
Selama itu dia tertidur? Pantas saja dia sangat kelaparan sekarang.
Melangkah cepat ke arah kamar mandi, Rene hanya membasuh wajah juga menggosok gigi. Setelahmya dia pun mengganti bajunya dengan piyama agar lebih nyaman. Sepertinya dia harus memasak sesuatu untuk mengganjal perutnya baru setelah itu dia bisa kembali melanjutkan tidurnya.
***
Pukul setengah tujuh pagi alarm Rene berdering membuat tidur nyenyak Rene terganggu.
Dengan sedikit ogah-ogahan Rene pun meraih alarm di samping tempat tidurnya. Mematikannya dan berusaha bangun.
Sebenarnya dia merasa enggan untuk berangkat bekerja pagi ini. Tapi dia tidak ingin menambah masalah lagi. Tidak ingin terlambat bekerja, Rene pun bergegas membersihkan diri. Bersiap untuk berangkat bekerja.
Selesai dengan semua kegiatan membersihkan diri juga bersiap. Rene pun keluar dari kontraknya. Tapi langkahnya langsung terhenti begitu kedua matanya menemukan pemandangan yang tak terduga. Erland berdiri tepat di depan kontrakannya. Berdiri tepat di mana dia Rene tinggalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekat, Tak Berjarak (SELESAI)
Romantik#Erland Bramantyo #Kirenediya Azwar Ferdian Tiga tahun yang lalu, ketika hakim mengetuk palu. Statusnya sudah berubah menjadi janda. Tidak lagi berhak atas pria yang hampir seumur hidupnya dia cintai. Dia tidak lagi bisa bangga memamerkan statusnya...