Seharusnya Rene memang tidak berada di sana. Dia tidak menuruti keinginan Mona, mama Erland untuk menjaga pria itu.
Ya begitu seharusnya. Tapi lagi-lagi itu hanya kata seharusnya karena nyatanya saat ini Rene berada di ruangan yang sama dengan Erland. Menunggu pria itu sadarkan diri dari pengaruh obat yang di berikan oleh dokter untuknya.
Hingga nyaris lima jam Rene menunggu Erland. Pria itu masih asik dengan dunia mimpinya. Dia sama sekali belum sadarkan diri dari pengaruh obat.
Bahkan nafasnya masih sangat teratur. Terlihat jika dia sangat nyaman dengan tidurnya kali ini.
Berkali-kali Rene merubah duduknya, berusaha menghilangkan rasa jenuhnya di ruangan itu. Tidak membuat Erland bangun dari tidur lelapnya. Seandainya Rene bisa lari. Pergi meninggalkan pria itu, rasanya Rene ingin melakukan semua itu. Tapi sayangnya, Rene tidak bisa melakukan semua itu.
Dia tidak bisa meninggalkan Erland sendiri di ruangan itu. Sedangkan Mona tidak ada di sana.
Jika bukan Mona yang sudah mewanti-wanti Rene untuk menunggu Erland sampai sadar selama dia pergi. Rene tidak akan mau melakukannya. Dia masih sangat menghargai mantan ibu mertuanya itu. Hingga dia pun tidak bisa pergi.
Tapi sudah terhitung sangat lama Rene menunggu Erland, ia bahkan sampai bosan. Mantan mama mertuanya itu belum juga menunjukkan batang hidungnya. Membuat Rene kian merasa tidak nyaman duduk di tempatnya.
Dia seperti melakukan kesalahan dengan menunggu Erland di ruangan itu seorang diri. Tanpa status juga alasan yang jelas. Bolehkan jika saat ini Rene pergi saja? Meninggalkan Erland di sini?
Dia tidak akan kenapa-napa kan jika Rene tinggalkan? Seharusnya tidak. Melihat bagaimana keluarga Erland memesan ruang rawat Erland kali ini.
Dengan ruangan VVIP tingkat satu. Bahkan di ruangan itu terdapat dua ranjang. Satu untuk pasien sedang yang satunya lagi untuk yang menunggu pasien. Belum lagi peralatan yang begitu lengkap dan memadai.
Mulai dari tv, kulkas, sampai peralatan masak pun ada di sana. Membuat Rene yakin jika harga inap ruangan itu pasti tidaklah murah.
Rene menggelengkan kepalanya berulang-ulang. Berusaha menepis pikiran-pikiran abstrak di otaknya.
Sampai lenguhan Erland terdengar. Di susul dengan kedua matanya berkedip-kedip. Membuat Rene langsung bergerak cepat.
Good, Rene. Refleks kamu cepat sekali? Hingga membuat Erland langsung menoleh ke arahnya begitu mendengar suara langkah kaki.
"H-hai." Sapa Rene kikkuk. Namun bukannya membalas sapaan Rene, Erland malah terus menatap Rene. Memperhatikan Rene sebegitu intens. Hingga membuat Rene pun pada akhirnya menjadi salah tingkah sendiri.
Dia mengusap tengkuknya salah tingkah. Berusaha menghindari tatapan mata Erland ke arahnya.
"Kamu .... Apa kamu baik-baik saja, Rene?"
Suara khas bangun tidur milik Erland yang begitu jelas di telinga Rene membuat Rene pun mengangguk. Dia terlihat begitu kikkuk.
"Syukurlah."
"Kamu ... " Rene bingung harus mengatakan apa yang ada dalam hatinya atau tidak. Dia, terlihat begitu ragu untuk berbicara dengan Erland.
Tapi rasa penasarannya membuat Rene merasa tidak nyaman.
"No, Rene." Jawab Erland.
Dia tahu apa yang ingin ditanyakan oleh Rene padanya. Dan dia pun tidak ingin menutupi semuanya kepada Rene.
Lebih tepatnya dia ingin menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Termaksud membuat Rene menyesal dengan apa yang sudah dia lakukan. Lalu dia akan bertanggung jawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekat, Tak Berjarak (SELESAI)
Romance#Erland Bramantyo #Kirenediya Azwar Ferdian Tiga tahun yang lalu, ketika hakim mengetuk palu. Statusnya sudah berubah menjadi janda. Tidak lagi berhak atas pria yang hampir seumur hidupnya dia cintai. Dia tidak lagi bisa bangga memamerkan statusnya...