Kiren membalik tubuhnya. Menghadap Erland yang kini menatapnya bingung.
"Kenapa?" Tanya Erland tak mengerti.
Kiren menggelang. Mengukir senyum tipis.
"Bisakah anda tunggu di sini. Saya harus melakukan sesuatu."
Belum sempat Erland menjawab. Kiren sudah lebih dulu berlari, masuk ke dalam kontrakkannya. Menutup pintu sedikit kuat hingga menimbulkan bunyi dentuman yang cukup keras.
Erland bahkan sampai terlonjak karena perbuatan Kiren itu. Terkejut karena tiba-tiba pintu di depannya tertutup.
Kiren melangkah tergesa-gesa masuk ke dalam kontrakkannya. Memunguti semua foto yang berada di ruangan itu. Tak menyisakan satu pun di sana. Setelah selesai, dia pun memasukkannya ke dalam lemari pakaian. Menindihnya dengan tumpukan baju.
Menghela nafas lega begitu selesai dengan kegiatannya. Kiren pun membenarkan penampilannya. Melangkah lambat ke arah pintu. Membukanya.
"Sudah selesai?" Tanya Erland yang bersandar di dinding. Menatap Kiren kesal. Wajahnya jelas menunjukkan bahwa dia kesal karena ditinggalkan Kiren begitu saja.
Kiren mengangguk kikkuk. Menggeser tubuhnya agar Erland bisa masuk ke dalam kontrakannya.
Erland memerhatikan kontrakan Kiren. Memperhatikan tempat yang tidak bisa dikatakan besar itu dengan pandangan yang sulit di artikan.
"Anda ingin minum sesuatu?"
"Air dingin tidak masalah." Gumamnya.
Kiren mengangguk. Berlalu dari hadapan Erland untuk mengambilkan apa yang pria itu inginkan .
Tidak butuh waktu lama, Kiren sudah kembali dengan dua botol air mineral. Mengulurkannya pada Erland begitu dia tiba di depan pria itu.
Setelah bergumam terima kasih Erland pun duduk di atas karpet. Duduk bersila dengan tatapan menatap sekeliling ruangan.
"Kamu sudah lama tinggal di sini?"
"Lumayan. Hampir dua tahun."
Erland mengangguk.
Setelahnya keadaan hening. Kiren sibuk memutar-mutar botol di tangannya. Kepalanya menunduk. Terlihat engga menatap ke arah atasannya. Sedang Erland menegak air minumnya. Keadaan berubah canggung karena Kiren terlihat tak tertarik mengobrol dengannya.
"Kamu tinggal sendiri?"
Kiren mengangguk lagi.
"Di mana keluargamu?"
Kiren mengangkat kepalanya. Menatap Erland tajam. Wajahnya berubah datar dan juga dingin.
Erland hanya menyeringai. Menatap puas Kiren.
"Kenapa? Apa ada yang salah dengan kata-kata saya?" Serunya tanpa rasa bersalah.
Kiren memalingkan muka. Memutuskan tatapannya pada Erland.
"Melihat respon yang kamu tunjukkan. Sepertinya kamu memiliki masalah dengan keluargamu."
"Bukan urusan anda." Sinis Kiren.
Erland mengangguk setuju. Membenarkan kata-kata Kiren.
"Ya kamu benar. Itu bukan urusan saya sebenarnya. Tapi sayangnya, saya tertarik untuk tahu. Kamu tahu Kiren, seorang wanita yang memiliki masalah dengan keluarganya. Bukankah itu terdengar menarik?"
Kiren mengepalkan tangannya.
"Saya kira anda bisa keluar sekarang, tuan Erland Bramantyo!" Seru Kiren, bangkit dari duduknya. Melangkah ke arah pintu. Memberi isyarat kepada Erland untuk keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekat, Tak Berjarak (SELESAI)
Romance#Erland Bramantyo #Kirenediya Azwar Ferdian Tiga tahun yang lalu, ketika hakim mengetuk palu. Statusnya sudah berubah menjadi janda. Tidak lagi berhak atas pria yang hampir seumur hidupnya dia cintai. Dia tidak lagi bisa bangga memamerkan statusnya...