"Elang," Evelia melangkah tergesa-gesa begitu menemukan Elang yang kini melangkah cepat dengan tangan mencekram erat kunci mobil. Pria itu terlihat begitu marah hingga rahangnya mengeras. Bahkan wajahnya pun nampak tegak hingga urat-urat lehernya mengerat.
"Lepas!"
"Aku bisa jelaskan semua, Elang. Aku--"
"Apa yang ingin kamu jelaskan? Hah?" Sentak Elang membungkam Evelia telak. Untuk pertama kalinya dia berbicara sekeras itu pada istrinya.
"Kamu ingin mengatakan jika apa yang Bella katakan itu adalah benar? Iya? Jika kamu adalah seorang pembunuh, begitu, Evelia?"
Evelia menggeleng. Menunduk dengan kedua mata berkaca-kaca. Mendengar Elang mengatakan hal seperti itu terasa menyakitkan untuknya. Tapi dia tidak berbohong jika dia menyesal.
Elang menggeleng. Melangkah mundur dan menjaga jarak."Bagaimana mungkin kamu bisa melakukan semua itu, Vi? Apa kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan itu?"
"Kamu sama saja menusuk Erland dari belakang, Vi. Bukan hanya menusuknya, tapi juga mengkhianatinya."
Evelia kian menundukkan wajahnya dalam-dalam. Apa yang Elang katakan terasa menamparnya hingga nyaris membunuhnya. Membuat dia kembali teringat dengan tatapan penuh kecewa dari adiknya.
"Erland bahkan begitu menyayangimu, Evelia. Dia selalu menjagamu selama ini. Tapi--" Elang kehilangan kata-katanya. Memejamkan mata begitu mengingat kebaikan adik iparnya itu. Dadanya terasa sesak hanya dengan mengingat bagaimana mungkin Evelia melakukan hal semengerikan itu. Padahal mereka semua tahu bagaimana Erland menyayangi juga memanjakan wanita itu.
Ya Tuhan, bagaimana mungkin istrinya bisa melakukan hal segila itu? Sekarang apa yang harus Elang lakukan ketika nanti dia bertemu dengan Erland?
"Aku benar-benar tidak bisa percaya, Evelia. Kamu ... Aku benar-benar kecewa padamu." Lirih Elang terdengar begitu kecewa. Kembali meneruskan langkah kakinya. Dia harus pergi secepatnya dari rumah ini jika tidak ingin meledak di depan istrinya. Entah apa yang bisa dia lakukan jika sampai kesabarannya habis. Mungkin dia bisa saja berlaku kasar pada wanita itu, atau lebih parahnya dia akan menyakiti wanita itu.
"Elang, tolong dengarkan aku-- aku--" Panik Evelia begitu melihat Elang kembali meneruskan langkah kakinya. Takut jika pria itu akan pergi meninggalkannya.
"Apalagi yang harus aku dengar, Evelia? Alasan kamu melakukan hal gila itu? Penjelasan bagaimana kamu yang begitu kejam memisahkan dua orang yang saling mencintai? Membuat Rene kehilangan anaknya? Iya? Begitu?" Skak Elang. Membuat air mata Evelia luruh.
Evelia menggeleng. Menangis dengan perasaan hancur. Sekarang bagaimana cara dia menjelaskan semuanya pada Elang? Suaminya itu terlihat begitu kecewa padanya. Dengan apa yang sudah dia lakukan.
"Jika selama ini kamu merasa takut memiliki anak. Kamu merasa belum siap. Tidak seharusnya kamu membuat seorang ibu kehilangan anaknya, Evelia. Bahkan hewan sekalipun ... Dia tidak akan pernah tega membunuh anaknya."
Evelia tersentak. Membekap mulutnya begitu Elang berbicara sinis padanya. Bahkan kata-kata pria itu terdengar begitu menusuk di telinganya.
Menatap Evelia tegas. Elang bahkan tak terpengaruh dengan istrinya yang kini nampak terluka dengan kata-katanya.
"Sekarang, aku tidak tahu bagaimana aku harus bersikap padamu, Evelia. Kamu benar-benar mengecewakanku. Kamu ... Kamu," Elang menggeleng lemah. Nampak masih syok dengan apa yang baru dia dengar. "Bukan Evelia yang aku kenal selama ini ... Aku seakan tidak mengenalimu lagi. Karena Evelia yang aku kenal selama ini ... Dia wanita hebat dan berhati besar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekat, Tak Berjarak (SELESAI)
Romance#Erland Bramantyo #Kirenediya Azwar Ferdian Tiga tahun yang lalu, ketika hakim mengetuk palu. Statusnya sudah berubah menjadi janda. Tidak lagi berhak atas pria yang hampir seumur hidupnya dia cintai. Dia tidak lagi bisa bangga memamerkan statusnya...