Erland memijit pelipisnya yang terasa nyeri untuk kesekian kalinya. Sedang mamanya yang duduk di depannya hanya bisa berulang kali mendesah panjang. Nampak prihatin dengan keadaan Erland.
"Lebih baik kamu jangan membahas apa pun dulu dengan Rene! Biarkan dia tenang dulu. Jangan terlalu terburu-buru."
Gerakan tangan Erland terhenti. Kepalanya pun terangkat. Menatap mamanya yang kini menatapnya tegas.
"Apa semua orang tahu apa yang Rene alami selama ini?"
Mona menggeleng tanpa ragu. "Hanya keluarga kita dan Rene. Sisanya tidak ada yang tahu."
Jawaban Mona membuat Erland menghela nafas lega sejenak. Tidak lagi merasa khawatir. Melirik jam dinding. Erland pun beranjak bangun.
"Mau kemana?" Tanya Mona cepat.
"Erland akan melihat Rene, Ma."
"Erland."
"Mama nggak perlu khawatir. Erland cuman mau lihat keadaan dia."
"Biarkan dia istirahat lebih lama, Erland!"
Erland mengabaikan ucapan mamanya. Tetap melangkah ke arah kamar di mana Rene beristirahat.
Hal pertama yang Erland temukan ketika tiba di kamarnya adalah Rene yang sudah duduk berbaring di ranjangnya. Membuat Erland menghentikan langkah kakinya di ambang pintu.
Bahkan tidak butuh lama untuk Erland menatap Rene, kedua mata Rene pun langsung menemukannya. Hingga mata mereka pun bertemu. Dan wajah Erland langsung berubah kaku.
Tapi begitu Rene memalingkan muka, Erland kembali meneruskan langkah kakinya yang sempat tertunda.
"Apa maksud kamu membawa saya ke kamar ini?" Tanya Rene dingin begitu Erland sampai di depannya.
"Aku kemari hanya ingin memastikan keadaan kamu. Sepertinya kamu baik-baik saja." Balas Erland terlampau santai. Hingga membuat Rene mendengus jengkel.
"Istirahat lah! Ini masih larut."
Tanpa mengindahkan ucapan Erland. Secepat kilat Rene pun bangkit dari atas ranjang. Berdiri tepat di depan Erland dengan wajah tak bersahabat.
"Sepertinya kaki kamu masih cukup sehat untuk ukuran orang yang cidera parah." Sindir Rene sinis. Melirik kaki Erland di depannya.
Erland tidak membalas. Ikut melirik kakinya.
"Berhubung kaki kamu sudah sembuh. Saya tidak punya alasan untuk tetap di sini kan?" Lanjutnya sarkas. Melewati Erland begitu saja.
"Rene, istirahat lah lebih dulu. Besok kita bicara lagi."
"Lepas, Erland!" Ucap Rene marah. Menarik lengannya yang di tahan oleh Erland. Kedua matanya kian menatap Erland penuh dendam. Membuat Erland menggeleng tegas.
"Istirahat lah. Keadaan kamu benar-benar memprihatinkan." Ucapnya datar. Berhasil menghentikan gerakan lengan Rene yang berusaha melepaskan cengkraman tangan Erland.
"Saya nggak butuh belas kasihan kamu."
"Aku sama sekali nggak pernah kasihan sama kamu Rene. Jadi kamu nggak perlu khawatir."
Melepaskan cengkraman tangannya. Erland kembali meneruskan ucapannya. "Asal kamu tahu, Rene. Aku nggak pernah kasihan sama kamu sedikitpun. Dan ... " Memperhatikan wajah Rene yang kini menatapnya penuh benci. Erland mengukir senyum tipis.
"Kalau saja kamu mau tahu. Seperti yang sudah kamu pikirkan. Aku memang sekejam itu sampai berniat kembali menghancurkan kamu."
PLAK
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekat, Tak Berjarak (SELESAI)
Romance#Erland Bramantyo #Kirenediya Azwar Ferdian Tiga tahun yang lalu, ketika hakim mengetuk palu. Statusnya sudah berubah menjadi janda. Tidak lagi berhak atas pria yang hampir seumur hidupnya dia cintai. Dia tidak lagi bisa bangga memamerkan statusnya...