Bab 20

22.4K 1.4K 55
                                    

"Kiren, berkas yang kemarin saya minta sudah selesaikan?"

"Sudah, Pak. Semua berkas yang kita butuhkan untuk meeting kali ini sudah saya siapkan. Sesuai keinginan anda, saya membawa semua berkas yang mungkin akan dibutuhkan kali ini."

Elang manggut-manggut mengerti. Cukup puas dengan apa yang Kiren lakukan.

Beberapa minggu bekerja dengan Kiren. Elang belum pernah melihat kesalahan dalam pekerjaan Kiren. Tidak menyangka jika wanita yang dulu dianggap Erland tidak bisa apa-apa, kini berubah menjadi seorang wanita yang bisa diandalkan.

"Bagus. Kalau begitu kita bisa pergi sekarang!"

Elang bangkit dari duduknya. Meraih jas yang dia letakkan di sandaran kursi. Selesai menggunakan jas, dia pun berniat melangkah ke luar ruangan. Tapi suara Kiren menghentikan langkah kakinya yang sudah hampir sampai di pintu.

"Kenapa?"

"Dasi anda, Pak." Tunjuk Kiren. Di mana saat ini Elang tidak menggunakan dasi.

"Ehm, dasi tidak terlalu penting kan untuk meeting kali ini."

"Tapi dengan menggunakan dasi akan lebih baik, Pak. Anda tidak lupa jika meeting kali ini akan dengan para petinggi perusahaan, kan?"

Mau tidak mau Elang pun mengangguk setuju. Menghela nafas panjang sebelum kembali melangkah ke arah mejanya.

"Kamu bisa menunggu saya di luar. Saya akan menggunakan dasi sebentar."

Kiren mengangguk. Lalu tanpa kata pun melangkah ke arah pintu. Dan keluar dari ruangan.

Kiren baru saja meletakkan berkas-berkas di tangannya di atas meja. Namun suara pintu yang terbuka membuat dia kembali meraih berkas di atas meja dan langsung berbalik.

Keningnya langsung mengeryit begitu melihat Elang keluar dari ruangan masih dengan keadaan yang sama. Tanpa dasi.

"Bisakah kamu membantu saya menggunakan dasi?" Ucap Elang mengangkat dasi di sebelah tangannya. Menyodorkannya ke arah Kiren.

Sejenak senyum Kiren pun terbit. Mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya.

Dengan telaten Kiren pun membantu Elang menggunakan dasi. Kedua matanya begitu fokus pada kegiatan di depannya. Bahkan sesekali kedua matanya berkedip-kedip. Tidak sadar jika kedua mata Elang terus mengawasinya.

Wajah serius Kiren, juga tatapan mata yang begitu fokus terasa menarik di kedua mata Elang. Membuat dia sulit untuk sekedar mengalihkan pandangannya.

Bahkan lambat-laun, Elang tidak sadar jika sudut bibirnya terangkat ke atas. Membentuk senyuman yang biasanya hanya di tunjukkan kepada istrinya.

Hingga tidak menyadari jika ada sepasang mata yang menatap mereka.

"Ehm."

Deheman keras dari arah belakang Kiren menarik perhatian Kiren dan Elang.

Sejenak Elang nampak terkejut. Hingga dia pun mundur beberapa langkah ke belakang. Membuat tangan Kiren refleks menarik dasi Elang.

Elang terbatuk-batuk begitu Kiren menarik dasinya sedikit kuat. Hingga terasa mencekik lehernya.

"Oh ... maaf, Pak. Saya tidak sengaja." Panik Kiren. Langsung melepaskan genggaman tangannya pada dasi Elang.

Elang hanya mengangguk sekenanya. Tidak menanggapi lebih. Karena fokusnya kini hanya pada pria yang melangkah ke arahnya dengan kedua mata menatap ke arahnya kaku.

"Erland," sapa Elang ramah. Melangkah ke arah Erland yang juga tengah melangkah ke arahnya.

"Aku ke sini hanya ingin mampir. Melihat persiapan mas untuk meeting kita kali ini." Meski Erland berbicara pada Elang. Namun kedua matanya melirik ke arah Kiren.

Wanita yang kini membelakanginya. Sedikit penasaran dengan wajah wanita itu.

"Kiren, perkenalkan. Dia Erland. Direktur utama perusahaan kita. Sekaligus pemilik perusahaan ini."

Kiren mengangguk. Langsung berbalik dan menatap ke arah Erland. Bisa dia lihat jika saat ini Erland tengah menatapnya lurus. Layaknya hewan yang siap menguliti mangsanya. Begitu dingin juga datar.

"Selamat pagi, tuan Erland. Perkenalkan, saya Kiren. Selaku sekertaris Pak Elang."

Erland tak membalas. Dia hanya kembali menoleh ke arah Elang yang saat ini juga tengah menatap ke arahnya.

"Bisa kita berangkat sekarang, mas?"

"Ya." Angguk Elang. Memberi isyarat kepada Kiren untuk berjalan mengikutinya.

Ketika kedua pria jangkung mulai melangkah di depannya. Tanpa sadar Kiren pun menghela nafas panjang. Ada sesuatu yang mendadak terasa berat dalam hatinya.

Apalagi ketika menemukan tatapan mata Erland tadi. Dia merasa pernah mendapatkan tatapan mata itu.

****

Selama meeting berlangsung. Kiren terus berusaha untuk memfokuskan dirinya. Mengabaikan dua pasang mata yang sesekali mencuri pandang ke arahnya.

Tidak peduli jika ruangan meeting berubah kaku dan dingin. Dia tetap menghadap ke arah depan, di mana salah satu petinggi perusahaan tengah menjelaskan beberapa hal penting di medium. Di mana salah satu pokok permasalahan meeting kali ini hingga berjalan alot.

Hingga waktu terasa berjalan dengan lambat. Kiren hampir merasa tidak nyaman karena suasana meeting yang tiba-tiba terasa mencekam.

Akhinya, Kiren bisa bernafas lega begitu meeting pagi ini telah selesai.

Secepat kilat dia pun membereskan barang-barang pentingnya. Begitu dia selesai dengan berkas di tangannya. Dia hampir lupa jika Elang. Selaku atasannya saat ini tengah berbincang serius dengan Erland. Membuat dia mau tidak mau harus kembali duduk di tempat asalnya. Menunggu dengan sedikit tidak sabaran Elang untuk menyudahi obrolannya.

"Aku akan menyerahkan semua berkas pentingnya pada, Mas. Aku harap masalah ini akan cepat selesai di tangan, Mas."

Elang manggut-manggut mengerti. "Kamu tenang saja. Mas akan berusaha untuk mencari orang-orang yang berani bermain-main dengan kita."

"Dan untuk masalah produk baru kita. Maaf mas nggak bisa bantu. Tapi semua data yang kamu butuhkan sudah Kiren selesaikan."

Begitu Elang menyebut nama Kiren. Erland langsung menoleh ke arah Kiren. Yang mana saat ini hanya duduk diam di kursinya.

"Biar Mack nanti yang mengurus itu, Mas. Sekarang, sepertinya kita harus menyudahi obrolan kali ini."

Mengikuti arah pandang Erland. Elang tersenyum tipis melihat Kiren yang wajahnya nampak kusut karena menunggu mereka mengobrol.

"Kiren, kita pergi sekarang!"

Secepat kilat Kiren langsung bangkit dari duduknya. Membawa semua berkas di tangannya, bersiap untuk keluar ruangan. Mengabaikan tatapan mata Erland yang terus mengawasinya.

"Nanti akan mas hubungi lagi perkembangannya." Ucap Elang sebelum pamit undur diri. Diikuti Kiren di belakangnya.

"Mack." Panggil Erland begitu Elang dan Kiren meninggalkan ruangan.

"Yes, Sir?"

"Saya ingin kamu menyelidiki semua tentang sekertaris mas Elang. Laporkan pada saya semua tentangnya."

"Baik, pak."

"Ingat, jangan ada satupun yang terlewatkan!"

Sekat, Tak Berjarak (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang