Hari masih pagi, sekolah masih sepi hanya ada beberapa siswa yang sudah menginjakan kaki di sekolah, termasuk Yuki.
Memasuki kelas, sudah di isi berapa siswa yang sepertinya terpaksa berangkat lebih pagi karena tugas piket. Yuki mendengus kesal melihat mejanya yang penuh coretan tip-ex di isi dengan kata-kata kotor yang juga mengatakan dirinya pembunuh. Juga kursinya yang kotor karena lelehan kecap.
Mencoba bersabar dia meletakan tasnya di meja milik Al yang bersih tanpa coretan apapun. Lalu perlahan mengangakat pelan kursinya, berniat menukarnya dengan yang lebih bersih di gudang.
Sesampainya di gudang Yuki menghela napas lelah. Meski kursi itu tidak terlalu berat, tetap saja dia kelelahan membawanya dari lantai dua. Membuka pintu, ruangan dalam gudang itu gelap. Dia menekan saklar lampu, tidak menyala sepertinya lampunya rusak. Ada keraguan untuk memasukinya lebih dalam. Dirinya takut gelap, sejak kecil Yuki benci tempat-tempat yang tidak tersinari cahaya.
Tidak ada pilihan yang lebih baik. Gadis itu membuka lebar pintu membiarkan cahaya remang-remang dari luar masuk, mengingat gudang sekolah mereka masih berada di dalam gedung sekolah. Yuki masuk lebih dalam membawa kursinya yang kotor berniat menukarnya dengan yang lebih baik.
Baru berniat menukar, pintu gudang tiba-tiba tertutup sempurna cahaya remang-remang yang tadi dia dapatkan sudah hilang tanpa cela. panik, dirinya langsung berlari kearah pintu keluar. Karena keadaan gelap dia berlari tanpa arah yang terlihat jelas, kakinya tersandung benda lain tubuhnya oleng menabrak lemari kayu dengan keras. Beberapa dus berisi bola basket dan juga tumpukan buku yang diletakan diatas lemari terjatuh menimpanya.
"Auhh," desisnya saat bola basket dan buku mengenai kepalanya yang belum sempat dia lindungi.
Mengabaikan rasa sakit, Yuki kembali berjalan menuju arah pintu. Beberapa kali gadis itu menabrak meja yang tak terpakai. Bahkan saat tangannya tergores paku yang menacap di meja dia sama sekali tidak meringis kesakitan. Napasnya mulai sesak, ini yang paling dibencinya saat berada di kegelapan.
Tubuhnya oleng saat tanpa sengaja kakinya tersandung sapu yang tergeletak tak beraturan. Bunyi suara gaduh saat tubuhnya ambruk menabrak meja. Yuki kembali meringis kesakitan.
"Tol---long," Teriaknya dengan sisa tenanga yang dia miliki.
Pintu memang tak terlalu jauh darinya, namun dengan gelapnya ruangan yang membuat gadis itu sama sekali tidak bisa melihat apa-apa, membuat dia ingin menyerah. Airmatanya bahkan sudah mengalir tanpa bisa dia cegah.
"Uhuk--uhuk.." dadanya semakin sesak. Gadis itu berusaha menghirup oksigen namun sama sekali tak bisa dia lakukan.
Suara dobrakan pintu membuat ia merasakan setitik harapan, cahaya remang-remang itu kembali didapatkan, Yuki menatap ke depan dengan tubuh yang masih di bawah, ia mencoba mengatur napasnya yang masih belum normal. Sosok bertubuh tegap di ambang pintu itu menghampirinya dengan napas sedikit tak beraturan.
"Lo nggak apa-apa?" diraihnya tubuh tubuh tegap itu saat sudah berada di hadapannya. Yuki menangis, meski masih belum menyadari siapa sosok yang menolongnya kali ini.
"Kita ke uks," ujar cowok itu.
Tubuhnya di gendendong tanpa beban. Yuki mengalungkna tangannya pada leher cowok itu. menenggelamkan wajahnya pada dada bidang milik seseorang yang baru saja menyelamatkannya. Saat napasnya mulai kembali normal, dia semakin mengeratkan pelukannya. Parfum ini, mengingatkan dia pada sosok Bagas.
"Kak Bagas," gumanan pelan itu bisa cowok itu dengar juga pelukan yang mengerat dari gadis yang dia gendong, cowok itu menunduk sekilas menatap gadis di gendongannya yang terlihat begitu rapuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Meet You
RomanceAl dan Yuki. Dua orang yang berbeda. Bukan saudara bukan pula teman. Pertemuan pertama mereka yang tak di sengaja karena Al yang mendengar perdebatan Yuki dengan mantan sahabatnya. Mereka mulai akrab, bahkan saling menyimpan perasaan. Tanpa mereka s...