1

2.7K 201 12
                                    

Berpindah-pindah tempat bukanlah keinginan Yuki. Gadis itu hanya menginginkan tinggal di satu tempat yang nyaman bersama orang-orang yang di sayanginya.

Namun, masalalu yang kelamlah, yang memaksa Yuki dan kedua orang tuanya berpindah tempat untuk sementara waktu, dan karena masa lalu itu Yuki dan Bundanya kembali ke Jakarta setelah dua tahun tinggal di negara orang. Ayahnya akan menyusul belakangan, setelah semua urusan di sana terselesaikan.

Gadis itu mengamati rumah yang dua tahun ini telah mereka tinggalkan. Banyak kenangan di sana. Sampai di ruang keluarga. Bayangan antara dirinya, dan sang sahabat juga lelaki dewasa muncul di sana. Yuki hanya mampu menutup matanya erat, mencoba menghapus bayangan itu. Dirinya yakin, ada orang yang lebih terluka darinya.

"Yuki," Yuki tersentak kaget saat bundanya menepuk bahunya pelan.

"Kamu istirahat saja, besok kamu harus mulai sekolah lagi." tak ada jawaban, gadis itu pergi tanpa pamit terlebih dahulu ke kamarnya dengan menyeret koper.

Lia -Bunda yuki- hanya mampu membuang napas berat. Sikap Yuki berubah sejak kejadian itu, kejadian yang memberikan trauma tersendiri bagi putrinya. Gadis yang dulunya periang dan manja, kini menjadi tomboy, dingin dan selalu ingin terlihat kuat. Lia yakin, di balik sikap putrinya, Yuki mencoba mengubur kesedihannya.

Wanita itu tak banyak komentar saat mengetahui sikap putrinya yang berubah. Dia tahu, putrinya hanya mencoba untuk menghapus ingatan tentang semuanya. Tentang hal masih membayangi putrinya. Hal yang sama pula, yang memaksa dirinya untuk kembali ke kota kelahiran.

▶⚫◀ ▶⚫◀ ▶⚫◀

Senin, hari paling menyebalkan bagi para pelajar. Di mana sudah mulai terbiasa akan malas-malasan dihari Minggu. Beruntung hari ini tidak ada upacara bendera seperti Senin senin sebelumnya, di karenakan gerimis mengguyur ibu kota.

Yuki berjalan mengikuti seorang wanita yang diperkirakannya usianya sama seperti Mamanya. Tak ada kata yang terucap sejak sang mama menyerahkannya pada wanita di hadapannya.

Bola mata cewe itu hanya menatap lurus punggung wanita yang akan mengantar dirinya ke kelas yang akan di tempatinya. Seakan cewek itu tak tertarik dengan bangunan sekolah barunya.

Dan sampainya mereka di ruang kelas yang Yuki yakini adalah kelas barunya. Cewek itu hanya menunduk memainkan jari-jarinya bosan, tanpa berniat memandang teman-teman barunya.

"Dan tepat hari ini kita kedatangan murid baru. Ibu harap kalian bisa berteman dengan baik. Yuki, perkenalan dirimu dengan teman-teman mu." Yuki membuang napasnya malas. Ini yang Gadis itu benci pindah ke tempat baru. Gadis itu benci keramaian dan di amati.

Yuki mendongak menatap teman-teman barunya dengan malas.

"Yuki Adriani Jusuf, " hanya itu, Setelahnya Yuki kembali diam. Kembali memainkan gelang tangan yang melingkar di tangan kanannya. Seolah, gelang itu jauh lebih menarik daripada memperkenalkan diri pada teman-temannya.

Banyak kening yang saling bertautan. Yuki tak perduli, cukup mengetahui namanya saja itu sudah lebih dari cukup. Tak perlu mengetahui lebih dalam lagi tentang dirinya. Karena tak ada yang menarik, hanya ada penyesalan dan kesedihan yang dibuat olehnya untuk orang lain.

Selesai memperkenalkan diri, Yuki diperbolehkan duduk di bangku yang kosong. Bangku paling ujung dan terletak di pojok. Posisi yang sebenarnya cewek itu benci. Namun, tak ada pilihan lain. Guru yang sebelumnya mengantar Yuki sudah pergi sejak cewek itu di persilakan duduk.

Sementara guru yang harusnya mengajar, masih belum juga hadir. Entah karena alasan apa.

Yuki memilih membaca novelnya yang selalu cewek itu bawa, telinganya sengaja ia sumbat dengan headseat agar bisik di kelasnya tersamarkan.

Yuki menutup matanya kaget saat tiba-tiba bahunya di tepuk seseorang. Dengan malas Yuki menoleh, menatap satu-persatu cewek yang sudah mengerubunginya.

"Kenalin gue Ratna, anak kelas sebelah. Gue ketua geng di sekolah ini, dan gue lihat-lihat lo cocok jadi anggota baru gue gantiin seseorang." Yuki tak menanggapi. Matanya kembali fokus pada novel yang sebelumnya terabaikan.

Ratna sedikit menahan emosinya saat ucapannya tak di hiraukan.

"Lo dengerin gue kan?" kembali tak ada respon. Yuki masih fokus pada bacaannya.

Ratna yang kesal langsung menggebrak meja Yuki. Yuki kembali menutup matanya saat rasa kaget itu muncul.

"Blagu banget lo jadi anak baru." nadanya naik satu oktaf. Yuki mendongak, menatap malas Ratna yang wajahnya merah karena marah. Dengan santainya Yuki melepas headseat di telinganya.

Ratna nampak terkejut. Mengapa dirinya tak menyadari sejak tadi? Padahal rambut Yuki terkuncir.

"Nggak sopan banget lo. Ada orang ngomong, tapi telinga lo di sumpel dan lo nggak meratiin." nada cewek itu masih tinggi. Yuki cuma menaikan salah satu alisnya.

"Lo tuli yah? Gue ngomong sama lo?" Yuki tak menghiraukan. Gadis itu hanya malas berurusan dengan yang namanya geng. Yuki memang ingin punya teman. Tapi, bukan yang memilih pantas atau tidaknya menjadi temannya. Melainkan yang memang tulus ingin berteman.

Ya Yuki mendengar semuanya. Musik yang Yuki putar tidak terlalu kencang. Volumenya kecil. Namun Yuki memilih pura-pura tidak mendengar.

"Heh lo beneran tuli apa bisu?" Yuki memperhatikan sekeliling. Menatap satu persatu teman sekelasnya yang saling berbisik dengan pandangan ke arahnya.

Satu hal lagi yang di bencinya. Dirinya benci di gunjing diam-diam tanpa ngomong langsung di depannya.

"Gue nggak butuh temen kaya kalian." balas Yuki dingin.

Ratna yang sudah tak bisa menahan amarahnya mendorong pundak Yuki dan mencengkram nya, membuat cewek itu sedikit meringis karena pundaknya di cengkram dengan erat.

Ratna melotot. Menatap tajam cewe di depannya. Sementara Yuki hanya menatap datar ke arah Ratna.

"Lo bukan siapa-siapa disini jadi jangan belagu. Perlu lo tahu, nyokap gue kepala sekolah di sini gue bisa aja ngaduin lo ke nyokap gue dan lo tahu sendiri apa yang bakal terjadi sama lo." tak ada rasa takut. Itu yang Ratna tangkap dari bola mata Yuki.

"Gue nggak perduli." balas Yuki acuh.

"Rat- Ratna, "

Yang dipanggil menoleh, tersenyum miring saat tahu siapa yang berani memanggilnya. "Kenapa? " jawabnya santai, terlalu santai. Apalagi melihat wajah itu yang gugup menatapnya.

"Lo di cariin sama Bobby." tangan gadis itu melepas cengkramannya pada Yuki, tubuhnya kembali tegak mendengar nama Bobby.

Matanya kembali memandang cewek di hadapannya. Alisnya saling bertautan saat melihat tatapan lembut cewek dihadapannya memandang Syifa .

Bola mata Ratna melirik Yuki dan Syifa bergantian. Alisanya semakin menyatu saat dilihatnya tatapan mereka berbeda. Yuki, yang menatap Syifa dengan lembut dan penuh kerinduan. Sementara Syifa, tatapannya berubah setelah melihat Yuki ada rasa benci dan amarah yang siap meledak.

▶⚫◀▶⚫◀▶⚫◀▶⚫◀

Baru part awal gimana? Ada yg penasaran sama masa lalu Yuki? Dan kenapa sama Syifa yang seolah mengenal Yuki dengan tatapan tajamnya?

Ada rekomen cowok yang cocok buat dampingi Yuki di sini??

After Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang