2

1.4K 192 6
                                    

"syif, lo kenal sama cewek ini?" tanya Ratna mengalihkan pandangan Syifa.

"Sy,"

"Bukannya dia anak baru?" balas syifa dengan nada dinginnya. Menghentikan ucapan Yuki yang ingin memanggil namanya.

"Iya, maksud gue lo kenal sama ni anak sebelumnya?" tanya Ratna lagi.

Syifa hanya mengangkat bahunya acuh. "Nggak penting juga buat kenal sama dia." balasnya dingin.

Syifa berbalik, berniat keluar dari kelas. Harusnya dirinya tak perlu kembali ke kelas, jika pada akhirnya harus melihat seseorang yang paling di bencinya.

Harusnya, selepas dari toilet ia mampir saja ke perpustakaan. Bukankan dirinya suka membaca? Tapi, mengapa kakinya malah melangkah ke kelas! Terkadang Syifa kesal sendiri dengan dirinya.

"Syifa." tak perduli pada panggilan itu. Karena telinganya masih hafal akan suara itu. Suara yang akan selalu memanggilnya dengan lembut. Meski masa lalu sudah merubah segalanya.

"Syif, tunggu." Yuki berhasil mencekal lengan Syifa saat mereka sampai di halaman belakang sekolah.

"Buat apa lo kembali?" pekik Syifa dengan suara tercekat menahan tangis.

"Syif, gue--"

"Harusnya lo nggak usah balik lagi. Belum puas dengan apa yang udah lo lakuin dulu? Sekarang apa lagi yang mau lo hancurin dari gue, Ki?" Yuki meremas kedua tangannya kuat. Airmata membanjiri wajah cantik Syifa.

"Kalau tujuan lo balik cuma mau mastiin keaadan gue, biar gue kasih tahu. Gue masih sama seperti dulu. Masih hancur karena ulah lo." tangan kanan Syifa menghapus kasar airmatanya.

"Syif, gue minta maaf. Gue tahu gue salah-"

"Iya lo salah. Bahkan lo salah telah lahir kedua ini. Gara-gara kehadiran lo, gue kehilangan orang yang gue sayang." Yuki hanya diam, mendengarkan. Semua yang Syifa katakan benar. Cewek itu tak pantas hidup di dunia ini.

"Cukup Ki. Gue nggak mau kenal sama lo lagi. Gue nggak mau ngeliat lo lagi. Dua tahun hidup gue udah mulai tenang tanpa lo, buat apa lo harus kembali?" teriak Syifa.

Beruntung, keadan halaman belakang sekolah cukup sepi. Ditambah ini masih jam pelajaran, jadi tak ada siswa maupun siswi yang berseliweran di sana.

"Lo mau tau kenapa gue balik kesini?" Yuki balik bertanya. Matanya menyorotkan luka yang kian mendalam.

"Gue pengen memperbaiki semuanya. Gue pengen hubungan kita kaya dulu. Gue juga yakin, kak Bagas nggak akan suka ngeliat kita yang se--"

Plakk.

Yuki hanya mampu menutup matanya rapat saat tamparan itu dilayangkan ke pipinya. Perih. Tentu saja. Tapi Yuki tak perduli. Jika tamparan yang diterimanya bisa memuaskan Syifa, Yuki rela di tampar berkali-kali.

"Jangan pernah manggil kakak gue dengan sebutan kak. Lo nggak pantes buat jadi adeknya. Karena nggak ada seorang adek yang tega ngebunuh kakaknya sendiri." setelah mengatakan itu Syifa meninggalkan Yuki sendiri.

Masih dengan menutup matanya. Buliran bening meluncur bebas di pipinya yang merah bekas tamparan.

Sakit. Tentu saja. Dirinya baru saja di ingtakan kembali bahwa dia telah menghilangkan nyawa seseorang yang berarti di hidupnya.

"Apa perlu gue laporin ke kepala sekolah tentang tamparan tadi?" Yuki tersentak. Matanya terbuka dan spontan melotot, melihat seorang cowok seusianya yang berdiri dengan menatap cemas ke arahnya.

Yuki segera menghapus airmata dan memasang wajah datar. Seolah dirinya baik-baik saja, dan tak terjadi apa-apa sebelumnya.

"Syifa udah keterlaluan." geram cowok itu. Meski hatinya juga menyangkal akan apa di liatnya barusan.

After Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang