11.

232 47 9
                                    

Langkah kakinya terasa berat saat Al sudah sampai didepan rumahnya. Menghembuskan napas kasar, tangannya perlahan mulai mendorong pintu bercat coklat. Matanya terpejar mengelilingi tiap sudut rumah yang baru ia tinggal sehari. Ada kerinduan yang coba ia tepis jauh-jauh.

"Den Al sudah pulang? " suara yang sarat akan kelegaan itu mengalihkan perhatian Al pada wanita paruh baya.

"Oma sudah sampai, Bi? " tanya Al.

"Belum Den, kata Tuan, Nyonya besar kemungkinan agak sore sampainya, " Al mengangguk pelan.

"Al ke atas dulu ya bi."

"Den Al nggak mau makan dulu, atau mau bibi bawain ke kamar Den Al? "

"Tidak perlu Bi, Al bisa makan nanti saat ada Oma,"  langkah kakinya terasa berat, padahal dia sudah sangat merindukan tempat ini.

🍂🍂🍂🍂

Makan malam kali ini terasa kaku. Hanya ada denting sendok yang beradu dengan piring. Hingga suara wanita yang sudah tidak lagi muda memecahkan suasana.

"Bagaimana dengan sekolah kamu Al?" yang ditanya mendongak tersenyum tipis pada wanita tua yang dia sayangi.

"Baik Oma, semuanya lancar," Oma Sherly ikut tersenyum. Matanya betalih memandang menantunya.

"Mama dengar kamu ingin menikah lagi?"

Uhukk uhukkk.

Batuk itu berasal dari Al yang tersedak makannya. Buru-buru dia mengambil air minum dan menatap ayahnya tidak percaya.

Oma hanya menatap Al sekilas lalu kembali pada menantunya.

"Iya Ma, tujuan saya mengundang Mama kesini karena saya ingin meminta ijin Mama sebagai mertua untuk menikah lagi," helaan napas itu terdengar berat. Oma tahu apa yang terjadi pada rumah tangga anak dan menantunya di masalu.

"Lalu bagaimana dengan Al?" mereka serempak menatap Al. Panji buru-buru mengalihkan pandangannya saat tatapan mata putranya begitu tajam terarah padanya.

"Al akan ikut denganku, bagaimanapun dia masih tanggung jawabku."

"Tidak!" meski sadar dirinya belum diberi kesempatan untuk berbicara, mulutnya sudah lebih dulu mengeluarkan pendapat.

"Al tidak setuju!" seharusnya ini bukan urusannya.

Ayahnya akan menikah lagi itu bukan lagi menjadi urusannya. Tapi dirinya masih menganggap Panji adalah ayahnya, dan sebagia anak dia juga berhak menolak. Meski ia tahu penolakannya tidak akan berati apa-apa.

"Kamu tidak bisa menolak disini. Ketika Papa menikah nanti kamu akan ikut Papa," kedua tangan Al mengepal kuat dibawah meja.

"Kamu yakin dengam keputusan mu? Jangan kamu kira Mama tidak tahu apa yang kamu lalukan dibelakang Bella dulu," Panji terkejut, sementara Al mengerutkan keningnya bingung.

"Mama tidak perduli kamu akan menikah lagi atau tidak, karena yang saya pikirkan adalah nasib cucu saya kedepannya. Saya tidak mau cucu saya tersiksa di keluarga barunya."

"Mama merestui pernikahan kalian, tapi jika Mama tahu Al tidak bahagia disana saya akan menjemputnya dan membawanya ke Jerman," itu adalah final yang diberikan ibu mertuanya.

Dia menatap putra yang tidak dianggapnya yang juga masih menatapnya, mata itu tidak setajam tadi, tapi Panji tahu Al marah padanya. Ada perasaan tidak rela saat mertuanya mengatakan akan membawa Al ke Jerman jika anak itu tidak bahagia.

After Meet YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang