Sebuah Catatan yang Lusuh

6 1 0
                                    


Arka membanting tubuhnya di atas ranjang tepat saat azan asar berkumandang. Penat ia rasakan seharian ini berkeliling Kediri. Setelah dari Monumen Simpang Lima Gumul, ia dan rombongan berkunjung ke wisata Kediri lainnya.

Taman Joyoboyo Kediri tidak jauh dari monumen. Untuk ke sana, dari monumen mengambil arah ke barat menuju kota sekitar lima kilometer, kemudian belok kiri berdekatan dengan wisata legendaris Kolam Renang Pagora dan Taman Wisata Tirtoyoso yang berada di depan Pagora. Taman yang tepat berada di depan stadion Brawijaya ini menyuguhkan pemandangan menyerupai hutan. Pemandangan alam di tengah kota ini menjadi netralisir polusi. Selain pohon-pohon besar, di dalam taman ini juga terdapat jalan layang untuk menyusuri kawasan hutan kota setinggi dua meter dari tanah. Wahana ini menjadi favorit pengunjung untuk melihat langsung hutan kota. Tak hanya itu, di sepanjang jalan terdapat lampu-lampu sorot untuk menambah kesan romantis dan menjadi jujukan spot untuk berfoto.

Arka membuka kotak galeri di gawai. Ia melihat hasil jepretannya seharian ini. Ia memperhatikan wajah Aqish dalam-dalam, terlihat begitu cantik. Ada rasa penyesalan di hati Arka mengapa ia baru merasakan ini, padahal ia sudah lama mengenal Aqish. Ia kembali mengingat saat mengungkapkan perasaan kepada Aqish melalui surat elektronik. Terlihat sangat formal memang, tetapi begitulah kenyataanya. Arka masih menyimpan alamat email Aqish sejak aliyah saat pengumpulan tugas pelajaran komputer. Saat itu Aqish meminta tolong Arka untuk mengirimkan tugasnya.

Arka memilih beberapa foto yang bagus untuk dikirim ke Aqish dengan menyertakan caption di bawahnya, "Perempuan pendongeng yang sudah pengen menikah," ketik Arka pada aplikasi perpesanan disertai emoticon tertawa.

Tidak ada balasan. Mungkin Aqish sedang ada urusan, pikirnya.

Arka bangkit dari ranjang, melepas sepatu dan kemeja. Ia keluar kamar setelah meraih handuk di gantungan di sisi kanan lemari. Ia menelisik seisi ruangan di luar kamar, tidak ada suara sama sekali. Rehan tidak sedang di rumah, sudah bisa dipastikan ia sedang menjaga tokonya.

Tidak langsung ke kamar mandi, Arka justru menuju ruang tengah. Lemari kayu berisikan tumpukan buku-buku lama itu pintunya terbuka sebelah. Arka mendekat. Ia tak langsung menutup pintu lemari, tetapi justru melihat buku-buku lamanya. Sebagian besar rak itu dipenuhi buku-buku Rehan. Arka hanya menyumbang buku kuliahnya di lemari tua yang kata ibunya, lemari itu dibuat sejak ibunya masih kecil. Rak berbahan kayu jati ini benar-benar kokoh. Tidak ada yang terkikis, hanya saja cat pliturnya sudah memudar. Wajar untuk lemari yang berusia setengah abad.

Berbeda dengan Arka, Rehan gemar mengoleksi buku-buku fiksi maupun nonfiksi. Pantas saja jika ia memiliki toko buku terbesar di Pare. Toko yang dulu dikelola orang tuanya ini sebelumnya hanya menyediakan peralatan tulis dan jasa foto copy. Rehan merintis jual buku ini sejak orang tuanya meninggal. Hingga saat ini toko bukunya ramai pengunjung. Toko buku Rehan tersedia lengkap buku-buku panduan bahasa Inggris dan TOEFL. Menjadi jujukan siswa kursus di Kampung Inggris dan juga anak-anak muda sekitarnya. Tidak hanya dijual offline, Rehan juga merintis toko buku melalui aplikasi online. Pembelinya tersebar di seluruh pulau Jawa, beberapa juga pernah dibeli oleh orang di luar Jawa. Rehan memiliki karyawan khusus untuk mengelola toko buku online-nya. Ia sendiri lebih fokus menjadi guru di Madrasah Tsanawiyah Darun Naja.

Kaki Arka berjinjit, meraih buku di rak teratas, tempat buku-buku lamanya. Ia menelisik satu persatu buku-buku itu, tidak ada yang berpindah. Buku-buku itu sedikit berdebu. Ia meniupnya seketika berhambur di depan muka. Sergap Arka menghindar dan mengibaskan tangan untuk menjauhkan debu dari dekatnya.

Sesaat sebelum menutup pintu lemari, Arka melihat buku kecil di pojok kanan sisi lemari. Ia merasa tidak pernah memiliki buku sekecil itu. Apalagi warna biru. Ia paling tidak suka dengan warna biru sejak ia tenggelam di kolam renang zaman dulu. Beruntung Rehan tahu dan langsung menolongnya naik ke permukaan.

Buku itu tampak sudah lama disimpan. Kedua sisi terdapat debu yang sudah mengerak. Arka menepuk-nepuk buku itu lalu membukanya perlahan.

"Arka! Sedang apa kamu?" Suara Rehan membuat Arka terkejut. Ia menyembunyikan buku itu di belakang badan.

"Ini loh, Mas. Tadi pintunya terbuka. Mau aku tutup," jawab Arka, "Mas dari mana? Tidak jaga toko?"

"Tidak. Kan ada kamu di rumah. Masak Mas tinggal terus. Mas habis beli nasi goreng arang kesukaanmu di gang Melati. Masih ingat, tho?"

"Wah, Mas masih ingat aja kesukaanku. Aku mandi dulu, habis itu segera tak santap."

Rehan menyatukan jari jempol dan telunjuknya membentuk lingkaran seraya berkata, "Oke."

Rehan menuju dapur mengambil piring setelag meletakkan bungkusan nasi goreng itu di atas meja makan. Sementara Arka justru kembali ke kamar, meletakkan buku biru itu di atas laci kemudian bergegas kembali keluar dan menuju kamar mandi.

Arka belum sempat membuka buku yang sampulnya sudah lusuh itu. Entah mengapa ia merasa penasaran dengan isi buku tersebut, meskipun ia tahu buku itu bukan miliknya.

Selepas mandi Arka melihat Rehan sudah menunggunya di meja makan, dua cangkir kopi juga sudah tersedia. Asapnya masih mengepul menguarkan aroma khas. "Sudah selesai, Ka. Mas tunggu, ya!"

Arka hanya berdehem tanda menyetujui permintaan kakaknya. Hubungan kakak beradik ini selalu baik. Terlebih mereka sudah tak memiliki orang tua. Kerabatnya juga berada di kota sebelah, tepatnya di Malang dan beberapa juga ada yang di Jombang.

Buku di atas laci itu diperhatikan Arka dari kejauhan setelah selesai melaksanakan salat asar. Rasa ingin tahunya sangat besar. Namun, karena Rehan sudah menunggunya untuk makan, Arka pun mengurungkan niat untuk membuka buku itu. Ia melipat sajadah dan melepas peci hitamnya lalu meletakkan di atas ranjang. Ia bergegas keluar dari kamar.

"Katanya mau nungguin, sudah hampir habis rupanya," celutuk Arka ketika melihat bungkusan milik Rehan sudah terbuka.

"Kamu lama sih. Berdoanya kepanjangan. Mas sudah lapar," jawab Rehan dengan tetap menyantap nasi gorengnya tanpa melihat Arka.

Arka hanya tersenyum lalu menyusul Rehan untuk menyantap makanan yang masih hangat itu.

***

Malam setelah Arka mengakhiri chat dengan Aqish melalui gawainya, Ia teringat kembali buku kecil yang ditemukan tadi sore. Ia meraih buku yang debunya sudah disapu Arka, lebih bersih dari sebelumnya.

Arka membuka halaman pertama, tidak ada yang istimewa. Arka mengetahui buku itu milik kakaknya, terdapat nama Rehan di sana. Arka membuka lembaran demi lembaran ke belakang. Rupanya Rehan mencatat kisah-kisah sejak zama kuliahnya di buku itu. Tidak heran, sih, Arka paham betul kebiasaan kakaknya.

Arka melanjutkan menyusuri kisah demi kisah yang tertuang di buku itu. Ia tergilitik saat membaca catatan Rehan yang cintanya ditolak oleh Salma beberapa tahun silam. Ia pun sudah tahu cerita ini dari Rehan langsung waktu itu. Tidak heran juga.

Arka tak menyangka Rehan sedetail ini orangnya. Ya, meskipun ia tahu kakaknya ini menulis sejak sekolah. Hasil puisinya zaman sekolah dulu pernah dimuat di majalah. Ibu sangat senang waktu itu.

"Walah, mas-mas. Kamu ini kok kayak perempuan saja menulis catatan seperti ini," gumam Arka sambil membuka lembaran-lembaran di buku catatan Rehan, "udah tahu cintamu bertepuk sebelah tangan, kok ya gak mau move on cari yang lain," lanjutnya sambil tertawa.

Arka melirik ke jam dinding, waktu sudah menujukkan pukul sepuluh malam. Matanya sudah mulai berair karena membaca catatan itu sembari tertawa tidak ada habisnya. Ia membuka selembar kertas, seketika matanya melebar. Mata yang sedikit berair dikuceknya berkali-kali, memastikan tulisan yang dibaca itu benar.

Sungguh Arka tak menyangka jika Rehan sudah move on dari Salma. Selama ini Rehan telah menyembunyikannya dari Arka. Arka lemas setelah membaca catatan itu hingga usai. Harapan yang sedang dilangitkan, kini seakan jatuh ke jurang. Perempuan Pendongeng itu, namanya telah terukir di hati Rehan, sejak lama. 

Dongeng Perempuan Berpipi MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang