Perempuan yang Mengisi Ruang Kosong

10 3 0
                                    

Rehan keluar dari ruang kelas seketika mendengar samar suara seorang perempuan yang tak asing di telinga. Sesaat kemudian kedua matanya menangkap pemandangan yang berhasil membentuk segaris senyum di bibirnya. Bersandar di dinding depan kelas ia mengamati sosok perempuan yang telah mengusik hatinya sejak lama. Matanya tak berkedip menyaksikan dari kejauhan perempuan yang sedang mendongeng di gazebo bersama anak-anak kecil. Gedung Madrasah Tsanawiyah dan gedung TK bersebelahan, di tengahnya terdapat gazebo yang biasa digunakan untuk belajar di luar ruangan. Terlihat jelas oleh Rehan tangan perempuan itu tak berhenti bergerak, layaknya seorang dalang yang memainkan wayang. Seperti pesulap yang menghipnotis penontonnya, anak-anak di depan perempuan itu tak bersuara.

Perempuan itu telah mengembalikan rasa yang pernah hilang. Bak air hujan yang jatuh di saat musim kemarau, setiap tetesnya begitu berarti bagi kehidupan. Rehan telah menghabiskan waktu di musim kemarau yang berkepanjangan dengan mengurung hati dan perasaan. Perempuan berwajah oval dengan pipi kemerahan itu telah mendobrak gembok hati Rehan setelah sekian lama terkunci di balik tembok ketidakpercayaan.

Rehan tetap mengawasi perempuan itu, menerawang wajahnya yang berseri-seri dengan pipi chubby-nya yang selalu terlihat merona. Perasaan itu semakin membuncah dan bersiap untuk dimuntahkan. Rehan tak ingin kehilangan kesempatan. Baginya perempuan itu terlalu istimewa yang jika tidak segera diikat, akan terlepas begitu saja. Layaknya sekuntum bunga yang tidak bisa memilih kumbang untuk menghinggapinya, tetapi justru kumbanglah yang leluasa. Keberanian yang selama ini dipendam, kembali ia munculkan ke permukaan. Tak ingin terus terkunci, Rehan ingin membebaskan diri dengan melawan rasa takut terhadap penolakan.

Rehan melepas kacamata lalu mengeluarkan gawai dari saku celana. Ia membuka grup WhatsApp Yayasan Darun Naja, menggeser nomor-nomor anggota di grup yang di profilnya menampakkan foto bersama ustadz-ustadzah serta pegawai yayasan. Ia mencari nama Aqish di deretan anggota. Setelah menemukan ia menekan foto Aqish dan menekan tombol pesan.

"Assalamualaikum, Aqish." Rehan menulis seraya mengucapkan apa yang diketik di layar gawainya. Jempol kanannya telah siap menekan tombol kirim di sisi kanan pesan. Rehan justru mengarahkan jempol tangan untuk menekan tombol delete, seketika terhapuslah pesan yang hendak dikirim Rehan.

Rehan mengurungkan niatnya untuk mengirim pesan melalui handphone. "Apa yang yang barusan aku lakukan," gumam Rehan dengan nada kesal. Ia memandangi foto Aqish yang dipajang sebagai foto profil dengan pose menatap ke bawah mengenakan baju batik dengan kerudung coklat tua.

"Pak Rehan, presentasinya bisa dimulai sekarang? Teman-teman sudah selesai diskusi kelompok." Suara bariton dari Rangga, ketua kelas VII-B mengagetkan Rehan.

Rehan memasukkan gawai ke saku baju seraya berjalan masuk kelas, "Ayok, dimulai sekarang!"

***

Berangkat dari toko selepas asar Rehan hendak berkunjung ke rumah Aqish. Mengendarai sepeda motor, Rehan memasuki gang yang di sepanjang tepi kanan dan kiri jalan terdapat plang bertuliskan "Terima Kost Putra" dan "Terima Kost Putri" berjajar-jajar. Jika melewati kawasan ini berkendara tidak bisa kencang. Muda-mudi keluar masuk kost ada yang berjalan maupun bersepeda membuat sesak jalanan sempit ini.

Sampailah ia di rumah yang pelatarannya cukup luas. Rehan memarkirkan motornya di bawah pohon mangga yang sekeliling batangnya tumbuh tanaman anggrek yang tengah berbunga. Anggrek-anggrek itu seakan mengerti apa yang tengah dirasa Rehan yang saat ini ia mengenakan baju koko berbahan kaus berlengan pendek dan sarung motif bernuansa biru. Kopyah hitam polos menambah aura kharismatik seorang perjaka yang agamis nan sopan.

Pintu kupu tarung dilengkapi gebyok berbahan kayu itu terbuka sebelah. Sudah bisa dipastikan jika penghuninya tengah berada di rumah. Rehan merasakan cemas saat kakinya mulai menginjak anak tangga di teras rumah. Degupan jantung menjadi lebih cepat dari sebelumya. Hingga Rehan bisa merasakan jantungnya seakan berbunyi dag dig dug.

Dongeng Perempuan Berpipi MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang