Perahu Kayu di Tengah Lautan

5 2 0
                                    


Arka menggelar tikar plastik yang dibeli dari penjual keliling di sekitar pantai. Sementara Aqish berdiri sambil menenteng rantang dan totebag besar berisikan makanan dan minuman. Tikar tergelar Aqish menurunkan barang bawaannya dari rumah. Terlihat perahu-perahu berjejer di tepi pantai. Perahu itu disewakan khusus pengunjung yang ingin berkeliling di perairan. Terdapat perahu kecil yang hanya muat untuk tiga orang, juga perahu untuk sepuluh orang.

Aqish menatap lurus ke pantai yang airnya bersih, tidak ada sampah sedikit pun. Di tepi pantai ini tumbuh pohon-pohon kelapa, sedangkan di seberang terdapat pantai kecil yang ditumbuhi tanaman bakau. Jika pengunjung ingin berkunjung ke tempat itu cukup dengan perahu yang dijalankan mesin dan seorang tukang yang mengoperasikan.

"Kamu mau ke sana?" tanya Arka, ia dapat melihat kecerian di wajah Aqish yang sedari tadi tidak berhenti tersenyum.

"Mau, dong, tapi kita makan dulu, ya!" Aqish mulai membuka kotak-kotak makanan yang dibawa.

Mereka pun menyantap makanan sambil menikmati pemandangan alam di depannya. Pengunjung lain pun melakukan hal serupa. Memang sudah jadi tabiat orang berwisata ke pantai biasanya membawa bekal banyak dari rumah.

Di kejauhan tampak beberapa perahu orang-orang yang menangkap ikan. Terlihat juga tali tambang yang membentang dari daratan menuju perahu di tengah lautan. Selain panorama pantai dengan bukit-bukit, pantai ini memiliki kekayaan alam yang melimpah. Di sepanjang jalan masuk dan keluar tempat ini berjejer pedangang ikan segar dan juga yang diasap.

"Sudah, Mas?" tanya Aqish setelah ia menghabiskan makanan, "cepetan dong, aku gak sabar nih untuk naik perahu itu."

"Sebentar lagilah, aku masih menikmati masakanmu yang lezat ini," jawab Arka tanpa menghentikan aktivitasnya.

Aqish merapikan kotak-kotak makanan telah kosong, mereka pun siap naik perahu kayu. "Aku mau yang itu dong, Pak!" ujar Aqish sambil menunjuk perahu kecil untuknya dan juga Arka. Seorang bapak paruh baya melepaskan tali, sedangkan Aqish dan Arka sudah siap di atas perahu. Mesin dihidupkan perahu pun lepas landas mengitari lautan.

Aqish membentangkan kedua tangan, menghirup udara yang berempus kencang. Sesekali ia memegangi kerudungnya yang hampir terbawa angin. Tangannya tak kalah liar, ia mencelupkan ke dalam air dan memainkannya beberapa saat, hingga Arka melarang aksi Aqish yang bisa membahayakan.

Bukan Arka jika tidak mengambil gambar di setiap momen. Ia mengerluarkan gawai dan segera memotret gaya Aqish yang kendit. Puluhan foto tertangkap tanpa sepengetahuan Aqish yang tidak begitu memperhatikan Arka yang duduk di ujung perahu. Posisi yang pas untuk menyeimbangkan posisi perahu. Bapak tukang perahu berada di belakang, di dekat mesin dan Aqish berada di tengah perahu.

Mesin perahu tiba-tiba mati. Bapak tukang perahu itu menghidupkan mesin lagi, tetapi tetap tidak bisa. Arka menyuruh Aqish untuk bertukar tempat, ia mendekat ke arah mesin dan membantu bapak itu menghidupkan mesin. Lima menit belum juga hidup. Perahu bocor air pun naik ke atas membuat Aqish semakin panik.

"Gimana ini, Mas?" teriak Aqish, mukanya terlihat ketakutan.

"Kamu tenang dulu, ya! Sebentar lagi pasti bisa hidup mesinnya," ujar Arka membuat Aqish sedikit tenang.

Sebuah perahu kecil melintas tidak jauh dari perahu yang mogok. Tukang perahu melambaikan pada orang yang mengenakan kaus yang sama dengan dirinya. Perahu itu pun mendekat.

"Loh, kamu tho Mas." Arka terkejut melihat Rehan yang berada di perahu bersama seorang pemuda.

"Kehabisan solar mungkin," ujar tukang perahu yang baru saja datang.

Dongeng Perempuan Berpipi MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang