Ketika Menjauh, Semesta Justru Mendekat (PART 2)

2 1 0
                                    


Rehan menuju ruang rapat yang tepat berada di sebelah ruang guru MTs Darun Naja. Di ruangan itu sudah ada seorang staf yang biasanya mengurusi hal ini. Rehan pun turut membantu menata meja dan kursi.

Jam menunjukkan pukul sepuluh. Jika biasanya adalah jam istirahat sekolah, kali ini anak-anak dipulangkan lebih cepat. Tampak di halaman madrasah anak-anak keluar dari kelas masing-masing. Tidak lama kemudian kembali hening. Semua siswa sudah meninggalkan madrasah.

Rehan duduk melamun di mejanya di ruang guru. Tangan kanannya menopang wajah, pandangannya kosong menatap lurus ke depan. Hingga seorang guru membuyarkan lamunannya lalu mengajak untuk menuju ruang rapat. Ketua yayasan tampaknya sebentar lagi datang, beberapa menit lalu mengabarkan melalui grup Whattaps yayasan.

Rehan kembali membayangkan jika bertemu Aqish. Dadanya terasa sesak seketika. Ia telah berusaha menghapus Aqish dari pikiran, tetapi hanya sakit yang dirasa. Ia meratapi nasib asmaranya. Mengapa hal ini bisa terulang kedua kali di kehidupannya. Sampai kapan ia menunggu jodoh yang mau menerima kekurangannya.

Tepat saat Rehan keluar dari pintu ruang guru, Aqish berjalan dari arah kanan bersama ibunya. Rehan kembali salah tingkah, ia segera menundukkan wajah dan berjalan di depan Aqish.

Ruang rapat sudah disulap sedemikian rupa. Meja kursi sengaja diatur melingkar seperti halnya ruang rapat di kantor atau perusahaan. Formasi ini membuat suasana lebih santai. Apalagi di depan mereka tersedia makanan dan minuman ringan sebagai peneman selama diskusi. Rapat yang santai tetapi serius.

Rehan mengambil posisi meja terjauh, yaitu berhadap-hadapan dengan pemimpin rapat. Sementara Aqish duduk bersebelahan dengan ibunya di posisi tengah. Para guru dan karyawan sudah datang. Tak lama kemudian ketua yayasan pun menempati kursi paling depan.

Ketua yayasan yang sekaligus paman Aqish itu memanggil Aqish yang kemudian menyuruh duduk di sebelahnya. Tidak seperti biasanya ia menyuruh Aqish membuka rapat, karena seorang guru yang biasa mengemban tugas ini sedang berhalangan hadir. Posisi duduk Aqish menjadi hampir segaris lurus dengan Rehan.

Rehan tak bisa menyimpan kegugupannya. Ia berulang kali mengusap keringat di pelipis dengan tisu yang tersedia di meja. Berulang kali ia mengatur kursinya untuk menutupi kecemasan yang ia rasa. Baginya menatap Aqish hanya akan membuat luka. Senyum Aqish hanya akan menjadi harapan palsu yang tidak mungkin akan membalikkan fakta.

Rapat kali ini membahas tentang acara pelepasan siswa-siswa Taman Kanak-Kanak, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah serta Madrasah Aliyah Darun Naja. Sengaja acara pelepasan ini dijadikan satu yang digelar setiap tahunnya. Akan ada pentas seni di acara ini mulai dari anak-anak TK hingga MA. Seluruh guru dan karyawan tentu terlibat dalam pergelaran akbar akhir tahun pelajaran.

"Bagaimana kalau Rehan menjadi ketua panitia acara pelepasan tahun ini?" ucap ketua yayasan kepada orang-orang di depanya.

"Setuju," celetuk seorang staf Tata Usaha di Madrasah Tsanawiyah yang sekaligus teman kampus Rehan.

Rehan hanya diam, ia lebih banyak menundukkan kepala timbang menghadap ke depan yang harus menatap Aqish.

Sahutan setuju terucap dari beberapa orang yang hadir dan ketua yayasan pun menetapkan Rehan sebagai ketua panitia. "Aqish, catat susunan kepengurusannya, ya!"

"Siap, Paklik."

"Kalau gitu sekalian Aqish jadi sekretarisnya saja." Seorang guru yang duduk di sebelah Widya bercelutuk.

"Kamu jadi sekretarisnya!" Tanpa meminta persetujuan Aqish, ketua yayasan langsung menentukan keponakannya itu sebagai sekretaris.

Aqish hanya menurut dan mencatatnya. Diskusi berlanjut dalam pembagian panitia dan segala keperluan yang dibutuhkan termasuk konsep acara yang akan digelar.

Menjadi ketua panitia sebenarnya tidak menjadi beban bagi Rehan. Ini bukan pertamakalinya ia ditunjuk sebagai ketua panitia maupun pengurus lainnya. Namun, kali ini sungguh berbeda. Jika dulu ia masih bisa bersikap biasa saja dengan Aqish, tapi kali tidak. Ia harus menjaga dan menahan perasaan. Meskipun demikian ia tak tetap akan menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Ia tak ingin mengecewakan atas kepercayaan yang diemban. Persoalan yayasan harus tetap berjalan meski ada persoalan pribadi yang menghadang. 

Dongeng Perempuan Berpipi MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang