بسم الله الرحمن الرحيم
__________________________
Tindakan nyata dalam hal mencinta adalah seni mencinta sesungguhnya. Bukan hanya dengan kata dan gombalan saja. Tapi bagaimana mempertanggung jawabkan cinta di bawah aturan-Nya.
Maka, jika cinta ambil dia penuh keberanian atau lepaskan dengan penuh keridhoan.
-Ali bin Abi Thalib-___________________________
Haura Dan Keenan kini berada didalam mobil menuju rumah mereka yang baru. Setelah acara resepsi kecil-kecilan dan acara tangis-tangisan dari Haura yang tidak mau berpisah dengan keluarganya. Perempuan itu harus merelakan diri untuk tidak tinggal bersama lagi bersama kedua orang tuanya. Sebab ia sekarang memiliki kehidupan baru.
Suasana mobil tampak hening karna Haura sudah terlelap akibat kelelahan. Malam sudah beranjak. Keenan tampak fokus menekuri jalanan dengan mobil yang berlalu lalang. Sesekali memandang perempuan yang baru berstatuskan istrinya itu. Senyumnya tak pernah surut. Bahagia tentu saja, selama ini nama yang disematkan dalam doa dikabulkan oleh sang maha cinta untuk dimiliki. Meski Keenan tertampar oleh kenyataan bahwa gadis itu belum menerimanya.
Ada perasaan kecewa sesaat tadi ia mengutarakan cinta setelah ijab qabul namun Haura malah mengucap maaf saja.
Tak mengapa, jika Allah saja mengantarkan mereka pada gerbang keberkahan dalam wujud pernikahan tidak ada yang tidak mungkin Haura akan segera mencintainya, semoga. Karna Allah maha membolak balikkan hati.
Mobil Keenan sampai pada rumahnya. Rumah dengan nuansa kaca dan kayu itu tampak sejuk dipandang dengan dominasi warna hitam dan putih. Mencerminkan betapa maskulinnya pria itu. Dengan taman yang luas terbentang terdapat pohon rindang yang mempunyai ayunan serta berbagai macam bunga.
Dilihat Haura masih asik dalam lelapnya. Membuat Keenan tak tega membangunkannya dan memilih menggendong gadis itu menuju kamarnya. Meski ragu karna kali pertama menyentuh perempuan selain umminya.
Direbahkannya Haura pelan diatas ranjang dengan spreai putih itu didalam kamar yang tetap benuansa hitam putih itu.
"Oaisara..," panggil Keenan dengan menepuk pelan pipi dengan cadar yang menutupi wajah gadis itu. Haura harus dibangunkan untuk sekedar membereskan diri. Masih ada sisa make up dan gaun yang belum diganti. Pasti itu tidak membuat nyaman.
Haura perlahan terbangun mencoba memfokuskan retina pada objek didepannya. Setelah jelas dan nyawanya terkumpul ia terlonjak dan berteriak.
"Aaa..," teriak gadis itu spontan berdiri namun kembali terjatuh akibat menginjak gaun sendiri.
"Aduh..," keluhnya saat tak sengaja kepalanya terbentur kepala ranjang.
"Hei! tenanglah," ujar Keenan.
Keenan menahan senyum. Gadis ini seceroboh seperti biasanya." Ini aku, suamimu," sambungnya.
Haura mencelos dan menundukkan pandangannya dengan masih mengusap kepalanya yang terbentur.
"Maaf Om dokter. Gak sengaja kaget," katanya. Keenan terkekeh dengan penuturan gadis itu mana ada juga orang yang sengaja terkejut kan. Bukan terkejut namanya kalau sengaja.
"Ya sudah, kamu bersihkan diri dulu ya. Baru lanjut tidur. Saya juga mau bersihkan diri."
Haura mengangguk dan menatap punggung Keenan yang perlahan keluar dari kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Denganmu | END
Spiritual"Abi tega sama Haura. Haura masih kecil gini masa dinikahkan dengan om om," rengek Haura pada Ayahnya. "jaga ucapanmu Haura!" nasehat sang Ayah. Menikah adalah ibadah terpanjang yang ingin Haura isi dengan penuh keberkahan...