Bab 17

42 5 0
                                    

*mulmednya dibuka haluverss, biar makin ngefeel

Aku berharap banget, rasa yang pengen aku sampein dari cerita ini bisa sampe kekalian. Jadi, kalo misalnya rasanya nyampe, kalian bisa kasi apresiasi dgn vote. Dan kalo nggak, dibaca aja udh. We respect each other guys! May you??

"Untuk semua luka yang telah kau torehkan, aku baik-baik saja. Terlalu baik-baik saja"

17. Sandiwara

●●●

Aldio pernah membaca kutipan di internet beberapa waktu lalu. Katanya, cewek jika sudah tak ada rasa dengan mantan, maka akan baik-baik saja jika berjumpa. Menyapa layaknya teman biasa.

Awalnya Aldio tak percaya. Bukan kah cewek itu luar biasa manipulatif? Mereka bisa saja bersikap begitu untuk menutupi perasaan yang sebenarnya. Tapi saat ini, saat dia dan Shanum bicara berdua dikafe tak jauh dari rumah sakit, Aldio mau tak mau mengakuinya.

Shanum terlalu baik-baik saja malahan. Menyapa layaknya teman lama yang baru berjumpa. Sedang kan Aldio, cowok itu mati-matian menahan tekanan perasaan. Ada rindu yang ingin dituntaskan. Aldio pikir pertemuan saja cukup, ternyata tidak. Percuma bertemu jika yang dirindukan tak memiliki perasaan rindu yang sama.

Miris sekali rasanya.

"Apa kabar?" Kalimat pembuka dari Shanum setelah beberapa saat mereka diliputi hening. "Aku inget kita sempet ketemuan di Sydney, kamu kuliah disana?"

Senyum dibibir berbalut lipstik warna coral itu tak pernah surut. Tak ada kecanggungan didiri Shanum Bella. Lalu kenapa Aldio justru merasa terluka?

"Al, katanya mau ngomong, kok diem aja?"

Aldio seperti tersengat listrik kala jemarinya disentuh ringan. Menatap tepat dimanik hitam jernih milik Shanum, cowok itu tak menemukan apa-apa lagi selain ketulusan.

Shanumnya baik-baik saja.

Benar-benar baik-baik saja.

"Sha ..." Aldio menyebutnya dengan bibir bergetar. "Kamu beneran baik-baik aja, kan?"

Meski dia tetap harus memastikan. Setidaknya, meski kecil, ada luka yang ia torehkan dihidup gadis ini.

Shanum mengerut dahi, "Memangnya aku kenapa? Aku gak ikut kecelakaan sama Gara, kalo itu yang kamu maksud."

Aldio menggeleng pelan, bukan itu maksudnya. "Aku pikir, kayak di novel-novel, kamu gak bakal mau ngomong apalagi ketemu sama aku. Like ... you know kan, Sha, se brengsek apa aku dua tahun lalu?" Airmatanya jatuh perlahan. Mengusap kasar, Aldio mengutuk dirinya yang cengeng sekali hari ini.

"Hei, jangan nangis." Shanum mengenggam tangan cowok itu mencoba menenangkan. "We grow up every single day, Al. Aku hari ini, bisa aja beda sama 'aku' dihari kemarin. Sama halnya kamu. Nggak ada orang yang gak berubah seiring waktu berlalu. Bener, kan?"

"Ada." Aldio menyahut lugas, "Kamu. Kamu gak berubah sedikitpun, Sha."

Garis wajah Shanum berubah. Bermacam prasangka menyerbu kepalanya. Ia sudah melalui banyak hal, lalu Benarkah? Benarkah ia tak berubah meski sedikit saja?

"Kamu masih Shanum yang kalo ngomong bikin aku baper. Masih Shanum yang ngeliat orang bukan dari siapa dia dulu, tapi siapa dia saat ini. Masih Shanum yang nggak pernah ngeluh apalagi marah sama keadaan ataupun seseorang. You always treat someone better, Sha. Kamu gak berubah sedikit pun."

Shanum sukses dibuat tertegun mendengarnya. Kalimat yang Aldio lontarkan terdengar berulang-ulang ditelinga.

Masih Shanum yang nggak pernah ngeluh apalagi marah sama keadaan ataupun seseorang ... you always treat someone better, Sha.

You Never Ask (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang