Bab 9

45 7 4
                                    

Aku berharap banget, rasa yang pengen aku sampein dari cerita ini bisa sampe kekalian. Jadi, kalo misalnya rasanya nyampe, kalian bisa kasi apresiasi dgn vote. Dan kalo nggak, dibaca aja udh. We respect each other guys! May you??

"Nyatanya, tak ada hubungan yang sesederhana ucapan"

9. Bayang-bayang Shanum

●●●

"Kamu tau resto ini dari mana, Re? Recommended banget lho buat orang indo yang lagi di Sydney, trus kangen kampung halaman, Kayak aku gini." Aldio terus bicara sembari menyuap sesudu demi sesudu nasi padang kedalam mulut. Mememukan makanan khas negeri sendiri ditengah negeri orang tentu jadi hal paling nikmat yang patut ia syukuri. Dua tahun di Sydney, Aldio benar-benar merindukan suasana kampung halaman.

Dia tak pernah punya kesempatan untuk pulang.

"Ini punya adeknya mama aku, Al. Sekarang dikelola sama mama. Tante Inez gak bisa sering-sering jengukin, hamil gede dia."

"Kalo gitu, kita bisa dong sering-sering makan disini. Aku gak bakal muak apalagi nolak. Sekangen itu, aku sama Indonesia."

"Kangen Indonesia, apa kangen yang lain?" Godaan Teresa seketika membuat Aldio tersedak. Mata cowok itu memerah tak urung membuat Teresa ikutan panik. Meski sambil tertawa.

"Kamu ngomong apaan, sih?" Aldio meraih gelas minuman kemudian ia tandaskan. Seperti diingatkan pada sesuatu, Aldio tidak suka Teresa bicara begitu. Baginya, segala yang sudah terjadi diIndonesia, sudah ia lupakan jauh-jauh hari. Dia memulai segalanya disini.

Dan Teresa, justru membuatnya mengingat lagi.

"Kamu yang kenapa!" Teresa masih tergelak. "Lagian aku ngomong soal keluarga kamu, temen-temen kamu. Emangnya, kamu mikirin siapa? Shanum, ya?"

Uhuk! Lagi-lagi, pemuda jangkung itu tersedak. Teresa dan blak-blakan nya memang tidak bisa dipisahkan.

"Jangan mulai deh, Re. Aku gak suka kamu bahas Shanum disini."

Teresa mencebik sembari mengangguk kecil. Membiarkan Aldio makan dengan tenang dengan tak lagi bersuara.

Hampir dua tahun tanpa kabar apapun dari Shanum, Aldio sebenarnya tak mengharapkan apa-apa lagi pada cewek itu. Hanya saja, sedikit merasa ganjil. Biasanya, pesan Shanum akan menjadi notifikasi pertama yang ia lihat saat bangun tidur. Aldio bersumpah dia tidak merasa kehilangan, hanya saja, seperti ada yang kurang.

"Kamu marah?" Aldio berinisiatif membuka percakapan setelah hening beberapa saat. Teresa benar-benar tak membahas Shanum lagi, juga tak bicara apapun.

Gadis itu menggeleng, "nggak."

"Kamu marah."

"Nggak!"

"Aku gak nanya. Aku tau kamu marah."

"Enggak, Al. Ngapain aku marah? Seharusnya aku seneng dong, kalo kamu gak mau bahas Shanum. Maafin aku ya, udah bawa nama mantan kamu yang paling berkesan itu."

Aldio tau ada nada sindiran yang terselip disana. Tapi ia terlalu malas mericuhkan keadaan. Cowok itu hanya mengangguk kemudian melanjutkan makan.

Sama sekali tak menangkap signal berbeda yang dihantarkan Teresa Audrin.

Aldio, se 'tidak' peka itu.

Atau, dia saja yang terlalu sensitif?

Ntahlah. Rasanya, bayang-bayang Shanum masih menghantui Aldio meski hubungan mereka sudah lama kandas. Bukan sekali dua Teresa merasa Aldio masih mengikat kuat ingatan tentang Shanum dipikirannya. Beberapa hal kecil yang cowok itu lakukan, sering terlibat nama Shanum didalamnya.

You Never Ask (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang