TENANG

682 120 0
                                    

13.00

"Alaka... Alaka..." Alequa menyebut-nyebut nama Alaka. Baru terbangun dari pingsannya.

Rafael menarik napas. Menatap prihatin sahabatnya itu.

"Alaka..." Alequa menyebut nama Alaka lagi.

"Alequa! Berhenti lah!" Rafael menghantam ranjang tempat Alequa tidur. Merasa sangat kesal.

Alequa menatap lemah ke arah Rafael, "R-Rafael?"

Raut wajah Rafael seketika mengerut. Tak tega serta kesal menatap Gadis itu. Rafael kemudian mengambil sebuah roti gandum. Menyerahkan roti itu kepada Alequa.

"Sudah berapa hari kau tak makan?" Tanya Rafael. Matanya menatap malas ke arah Alequa.

"Kau tak perlu tahu." Alequa menerima roti itu.

Rafael tercengang. Wajahnya kecewa menatap Alequa. "Terus lah menjawab seperti itu Alequa. Jangan sampai kau menyesal nantinya."

Rafael beranjak. Hendak berjalan pergi. Pria itu sungguh kesal dengan Alequa. Sahabat perempuannnya itu terlihat sangat aneh dan berbeda. Entah apa gerangan yang membuatnya seperti itu. Alequa tampak berubah.

"Rafael!" Alequa berteriak. Menahan Rafael yang sudah berada di depan pintu.

Langkah Rafael langsung terhenti. Kemudian berbalik menghadap Alequa. "Apa?" Pria itu menjawab malas.

"M-maaf. Hatiku sedang sangat kacau. Semoga kau bisa paham." Ucap Alequa lemah.

Wajah Rafael yang awalnya kesal seketika berubah. Pria itu merasa tak tega melihat Alequa yang lemas. Ia berjalan kembali mendekati Gadis itu.

Rafael duduk di sebelah Alequa. "Kau boleh kesal Alequa. Tapi jangan pernah melibatkan kekesalan itu pada perilakumu ke orang lain."

"Maaf," Alequa menundukkan kepala.

"Ya. Aku paham. Mulai sekarang aku akan berusaha untuk mengerti. Tapi sebelum itu aku ingin minta sesuatu." Rafael menatap wajah Alequa.

"Apa?" Alequa menoleh.

"Kalau kau kesal dengan sesuatu, kau boleh memarahiku. Tapi hanya aku saja. Jangan kepada orang lain." Jelas Rafael.

Wajah pucat Alequa mengerut. Matanya mendadak berkaca-kaca. Gadis itu langsung memeluk tubuh Rafael. Merasa sangat bersalah karena telah membuat Rafael kesal.

"Maafkan aku Rafael." Alequa menangis.

"Tak perlu meminta maaf. Kau tidak salah." Balas Rafael. Tangannya mengelus kepala Alequa.

Pria itu kemudian melepas pelukan Alequa. Lalu mendudukkan Alequa kembali. "Makan roti itu. Nanti kau tambah sakit."

Alequa menangguk. Dengan segera memakan roti yang baru saja Rafael beri. Perut Gadis itu sebenarnya sangat lapar. Sudah beberapa hari ia tak memakan apapun.

Rafael tiba-tiba membungkukkan tubuh, menatap wajah Alequa dari bawah. Pria itu menguraikan rambut yang menutupi wajah cantik Alequa.

"Wajahmu sangat pucat. Berapa hari kau belum makan?" Rafael menatap prihatin.

"Baru 3 hari. Semenjak kepergian Nenek." Jawab Alequa sambil mengunyah.

ALEQUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang