Bab 5. PERPISAHAN

10.4K 328 4
                                    


Mas Bayu pulang sudah larut malam. Mungkin banyak yang harus dia persiapkan di rumah orang tuanya, atau bisa jadi dengan wanita tadi. 

Aku tak ingin banyak bertanya. Aku tak ingin mencecarnya dengan pertanyaan yang mungkin membuatnya tertekan, lalu memilih berbohong. Aku ingin dia bahagia dengan kondisinya saat ini. 

Mas Bayu segera mengambil baju gantinya dan beranjak ke kamar mandi begitu masuk kamar. 

Aku sendiri memilih pura-pura tidur saat dia masuk dan pura-pura tidak terbangun saat dia menyalakan lampu. Padahal, aku sebenarnya sudah bersiap dengan kejutan. 

Malam ini mungkin malam terakhirnya bersamaku. Atau bisa jadi aku masih memiliki satu malam lagi dengannya jika dia tidak punya acara lain. Makanya, tadi sore aku sengaja membersihkan daki-daki dari tubuhku, memanjakan diri dengan lulur yang aromanya wangi dan kelembutan kulitku masih sangat terasa. Bahkan aku sengaja menggunakan baju tidur terbaikku agar aku terlihat istimewa di mata Mas Bayu saat ia berada di dekatku. 

Aku ingin menghadirkan kenangan terbaik untuknya, untuk terakhir kali.

Meskipun Mas Bayu kuketahui ada wanita lain di luar sana, tetapi sikapnya padaku untuk yang satu ini tidak berubah. 

Entah ini pura-pura agar aku tidak mengendus niat besarnya, namun, bagiku itu tak menjadi masalah. Toh, aku sebenarnya masih mencintainya. Yang penting dia tidak melakukan perbuatan yang terlarang. 

Sesuai kalendernya, dia akan cuti mulai Hari Senin besok. 

Dugaanku, dia baru akan jujur mengatakannya setelah dia melewati semuanya hingga aku harus menerimanya. 

Bukan aku mau menolaknya, bukan. Tapi, aku hanya tidak rela. Apakah aku salah? Apakah aku salah jika aku ingin memiliki Mas Bayu utuh tanpa ada yang menganggu hubungan kami? Apakah aku egois? 

Baiklah, aku memang kalah. Aku memang menyerah. Dan aku memilih pergi. 

Kupejamkan mataku. Tak terasa airmatakupun meleleh. Hingga aku tak sadar Mas Bayu sudah berbaring disebelahku.

“Kamu belum tidur, Ra?” ujar Mas Bayu sambil memiringkan badannya menghadapku. 

Segera kuseka airmataku dengan punggung tanganku. Beruntung Mas Bayu tidak menyalakan lampu kamar ini, sehingga aku tak perlu cemas jika mataku terlihat sembab usai menangis. 

“Kamu wangi, Ra,” ujarnya seperti menyadari sesuatu. 

“Hmm. Karena besok kamu mau pergi. Aku bakal kangen sama kamu,” ujarku parau. 

Aku memang sedang galau karena merasa akan segera kehilangannya. Waktu tiga bulan sepertinya berjalan begitu cepat. Persiapan batin yang sebenarnya telah kusiapkan buktinya tak cukup mampu membuatku tegar. 

“Aku juga pasti akan kangen kamu,” bisiknya. Aku hanya bisa menggigit bibirku sambil menahan linangan air mataku yang mulai menggenang. 

Apakah benar dia akan merindukanku? Bukankah dia sudah memutuskan memiliki pilihan lain di samping aku? Apakah lelaki tak cukup mencintai satu wanita saja? Apakah aku egosi jika tak mau berbagi? 

Biarkan Aku Pergi / KETIKA DIRIMU MENDUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang