(16) I Love You

4 1 0
                                    

Hujan turun dengan deras, Dinara melihat jam berkali-kali sudah pukul 7 malam. Bagas berjanji menjemputnya tapi sampai sekarang laki-laki itu tak kunjung datang. Seharusnya tadi ia tidak mengiyakan ajakan Bagas.  Ia pun duduk memandangi hujan sambil menunggu Bagas. Mery yang sudah selesai menutup toko menghampiri Ara. " Mbak belum pulang juga? Hari ini mbak nggak kerja di club?" tanyanya.

Ara menggeleng " Nggak Mer, hari ini aku libur"

" Terus mbak nunggu siapa? Oh pasti nunggu mas black suit ya. Hmm akhir-akhir ini aku sering liat mbak di antar jemput  mas Bagas" ucap Mery yang selalu penasaran dengan perkembangan hubungan mereka.

" Iya aku nunggu dia dan sampai sekarang dia belum datang juga. Nggak biasanya dia telat" ucap Ara yang mulai khawatir.

" Telpon aja mbak."

" Sudah, tidak diangkat juga" Ara sudah berusaha menghubungi Bagas berkali-kali dan panggilan tersebut tersambung tapi tidak ada yang mengangkatnya. Ara khawatir kalau Bagas pingsan kembali dan tak ada yang menemukannya.

" Coba mbak telpon lagi." ujar Mery sekali lagi.

"Baiklah."  Ara pun menenangkan pikiran dan hatinya, ia menghubungi Bagas sekali lagi. Hanya bunyi tut tut tut yang terdengar, Ara menggeleng. " Tidak diangkat juga"

" Mungkin sedang sibuk, Hmm aku temani mbak menunggu saja" kata Mery berusaha meyakinkan Ara. Ara tersenyum " Thanks ya Mer"

Kemudian Ara teringat dengan Cakra, bukankah biasanya Cakra selalu tahu keberadaan Bagas. Ara pun memutuskan menelpon Cakra.

" Halo Cakra" ucap Ara lega karena telpnya di angkat. Namun, setelah itu  Ara merasa jantungnya berhenti berdetak ketika mendengar kata rumah sakit.

" Halo, maaf pemilik Handphone ini sedang berada di rumah sakit" jawab seseorang yang mengankat handphone tersebut.  Ara pun segera menanyakan rumah sakit di mana. Mery yang melihat wajah panik Ara ikut khawatir.

" Kenapa mbak? siapa yang di rumah sakit?"

" Aku tidak tahu mer, semoga bukan Bagas. Aku harus ke rumah sakit sekarang" ucap Ara. Mendengar kata rumah sakit, pikirannya hanya terlintas ke Bagas. Ia takut kalau Cakra sedang di rumah sakit bersama Bagas tanpa sepengetahuannya lagi.

" Aku temani mbak" ucap Mery. Ara menembus hujan deras menyetop taksi. Ia dan Mery segera menuju rumah sakit. Di dalam taksi tak henti-hentinya ia menelpon Bagas. Namun hasilnya nihil, tetap tidak ada yang mengangkat. " Kemana sih kamu Bagas?" ucapnya lirih.

" Mbak yang tenang ya, belum tentu itu mas Bagas" ucap Mery menenangkan Ara.

Ara menggeleng, ia kembali ketakutan karena ia sangat tahu kondisi Bagas. Ia ingat perkataan dokter sebelum Bagas keluar dari rumah sakit. Saat itu ia mendengar diam-diam pembicaraan Bagas dengan dokter tersebut.

" Katup jantung bapak harus segera di operasi, apa bapak sudah menemukan donor? saya lihat rekam medis sebelumnya bahwa bapak Bagas sedang menunggu donor yang cocok"  kata dokter tersebut.

" Saya masih menunggu donor, Hmm dok saya boleh meminta tolong?" tanya Bagas pada saat itu.

" Apa yang bisa saya bantu?"

" Saya minta tolong jangan beritahu Dinara, katakan saja padanya kalau saya sudah baik-baik saja. Saya tidak ingin membuatnya khawatir"  ucap Bagas, dokter tersebut menyanggupi.

" Anda pasti sangat mencintainya" ucap dokter tersebut.

" Iya , dia yang membuat jantung saya masih berdetak sampai sekarang" ucap Bagas serius.

Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang