(22) Sometimes

4 2 0
                                    

Mery dan Abi yang mendengar tangis mereka di balik pintu hanya bisa menunduk sedih. Mery ikut meneteskan air mata mendengar perkataan Bagas.

" Mas Abi, kenapa takdir sekejam itu kepada mereka" ucap Mery lirih. Abi terdiam, ia tak tahu harus berkata apa. " Kita berdoa saja Mer,  agar mereka selalu bahagia"

Abi mengingat perkataan Bagas tadi saat keluar dari ruang check up.

" Abi kalau gue nggak bisa selamanya berada di sisi Ara. Gue titip Ara, tolong jaga dia. Jangan biarkan dia larut dalam kesedihannya, jangan biarkan dia kembali menjadi Tania yang selalu merasa kesepian."

Abi tak menyangka kalau Bagas akan mengatakan hal tersebut. Ia tak pernah melihat Bagas seperti ini. Kemana perginya laki-laki optimis itu.

" Gue nggak bisa bahagiain Ara. Lo lihat juga udah tahu, selama lo nggak ada gue yang selalu ada di samping Ara. Namun, pada kenyataanya yang membuat Ara kembali bahagia adalah lo bukan gue. Jadi gue nggak bisa memenuhi permintaan lo. Lo yang seharusnya bertanggung jawab karena sudah kembali hadir dalam hidup Ara" ucap Abi sedikit kesal.

" Mas, Mas Abi kok malah ngelamun sih."

Sedari tadi Mery curhat tentang kesedihannya akan pasangan yang sedang berpelukan sambil menangis di dalam ruangan itu. Namun, Abi sama sekali tidak mendengarnya. Abi pun memilih pergi dari rumah sakit. Fisik dan hatinya lelah, hanya dengan melihat Ara dan Bagas saja sudah begitu banyak emosi yang ia pendam.

" Mas Abi, Ihh mas Abi malah pergi sih" ujar Mery kesal,di ajak ngomong nggak ada respon dan sekarang di tinggal pergi. Ia juga akhirnya memilih menyingkir dari pasangan itu.

***

Terkadang kita tidak tahu takdir seperti apa yang mengikuti kita. Terkadang kita tidak pernah tahu masa depan seperti apa yang menunggu kita. Sebenarnya Bagas tak ingin memikirkan apapun tentang masa depannya bersama Ara. Ia hanya ingin menghabiskan waktunya yang entah tinggal berapa lagi untuk bersama Ara.

" Gas lo tidur gih. Lo juga butuh istirahat" Cakra menatap sedih sahabatnya yang sedang memandangi Ara tertidur. Di dalam ruangan tersebut ada dua bed dan Ara sedang berbaring di salah satu bed tersebut. Ara akhirnya tertidur setelah menangis dalam pelukan Bagas.

" Bagaimana gue bisa tidur? Gue nggak ngantuk"

" Kalau gitu lo marah-marah , teriak-teriak , pukul gue juga boleh. Terserah lo mau ngapain asal lo nggak diem seperti ini"

Bagas yang selama ini Cakra tahu adalah laki-laki yang tidak akan pernah menyerah. Bahkan dulu saat seluruh tubuhnya tidak bisa di gerakkan ia berusaha untuk segera pulih. Dan kini Bagas yang ada di hadapannya seolah telah kehilangan harapan.

Masih dengan menatap dan mengelus lembut wajah Ara Bagas bersuara " Gue takut, gue takut ninggalin dia" bisiknya lirih. Cakra yang mendnegar merasa hatinya tersayat. Untuk pertama kali ia melihat Bagas yang ketakutan. Bukan ketakutan tentang hidupnya tapi ketakutan tentang gadisnya. Ketakutan meninggalkan Ara dan memberikan perasaan kehilangan lagi kepada gadis itu.

" Lo nggak akan kemana-mana. Lo bakalan sembuh, selamat dan kembali ke kita. Keluarga lo, sahabat-sahabat lo dan tentu saja lo bakalan terus ada di sisi Ara. Kemana Bagas yang selalu tangguh, kuat dan optimis tentang hidupnya. Bukannya selama ini lo bertahan demi Ara. Maka lo harus ingat perasaan itu. Demi dia lo harus hidup" ucap Cakra penuh emosi dalam kata-katanya.

Bagas menggeleng, ia mulai menyesali pertemuannya kembali dengan Ara. Jika tadi ia ingin Ara berada di sisinya selalu. Namun, sekarang tiba-tiba ia ingin agar Ara pergi dari di sisinya sejauh mungkin. Agar gadis itu tidak menangis lagi, air mata di wajah Ara agar tidak pernah menetes kembali. Bagas merasa dirinya bodoh, ia berjanji tak akan membiarkan air mata menetes pada wajah Ara, tapi kenyataanya dirinya lah penyebab air mata tersebut. Sejak awal dirinya adalah penyebab tangisan perih Ara.

Hug MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang