Jika ini hanya mimpi biarkan aku tertidur lagi, jika bukan hadirkan dia di sampingku, selamanya. Menikmati wajah tampannya, setiap hari. Subuh menjelang, tak henti-hentinya memandang wajah Mas Bayu yang beberapa hari ini menjadi pemandangan yang indah saat aku membuka mata, sejak aku melepas segel. Selanjutnya malam-malam panas kami lewati. Ini hari terakhir sebelum kami kembali Ke Jakarta."Sudah puas memandanginya?" Mas Bayu membuka matanya. "Kok malu?" godanya membuat pipiku makin merona.
"Mas Bayu, ih," kataku manja sambil mencubit lengannya.
"Cubit yang bawah, Dik."
"Yang bawah Mas minta lagi dan lagi."
"Jadi minta nambah,nih?" Mas Bayu mengukungku. Sekarang aku berada di bawahnya. "Lagi ya?" serak Mas Bayu mulai bergairah.
Lagi dan lagi aku tidak bisa menolaknya karena juga menginginkannya. Mungkin juga tidak akan mengakhirinya.
Apakah aku bahagia dengan pernikahan ini? Ya aku bahagia meskipun Mas Bayu datang setiap hari Jumat sampai Minggu seperti yang sudah disepakati dengan Mbak Sheila. Apa yang aku lakukan bila jadwal Mas Bayu dengan Mbak Sheila? Tadinya aku pengin kerja tetapi Mas Bayu melarang. Ia tidak suka. Dibukakan butik seperti Mbak Sheila? Itu bukan passion ku. Jadi hari-hariku kuisi dengan menulis, kadang membuat kue permintaan Bunda atau menemaninya jalan kemana untuk belanja. Bunda banyak menghadiahiku barang-barang bermerk. Aku sudah menolaknya tetapi Bunda melarang.
Mungkin aku seperti orang kaya baru. Bukan Nyonya Baru. Mas Bayu benar-benar memanjakanku. Meski aku tak ingin. Sama seperti Bunda, ia juga menghujaniku dengan hadiah. Berkali-kali aku sudah bilang jangan beli barang-barang lagi dan apa jawabnya.
"Sejak menikah lagi perusahaan berkembang pesat jadi apa salahnya membahagiakan istri."
"Terserah Mas sajalah," ujarku malas."Benar nih terserah Mas!"
Aku memutar bola mata malas. Ngomongnya begini ujung-ujungnya ranjang. Aku heran Mas Bayu makin mesum saja. Apa dengan Mbak Sheila juga seperti ini. Kadang aku ingin bertanya tetapi kuurungkan, takut membuat Mas Bayu tidak nyaman atau jawabannya malah menyakitiku.
"Capek, Mas," bukan aku mau menolaknya tetapi entah mengapa beberapa akhir ini aku mudah capek, badan lemas dan mudah pusing.
"Ayo sekali lagi," ajaknya menggoda mulai menyentuh tempat sensitifku.
Kalau sudah seperti ini bagaimana aku tidak tergoda. Mas Bayu sangat pintar di ranjang dan aku selalu puas.
"Lemes, Mas, " keluhku setelah pelepasannya.
Mas Bayu mengamati tubuhku yang polos. "Kamu kok pucat, Dik. "
"Kan sudah dibilang aku enggak enak badan, Mas Bayu main sosor saja," aku bangkit dari tempat tidur dan meraih baju yang berserakan di lantai. Tiba-tiba jalanku agak limbung. Untung Mas Bayu cepat meraihku.
"Kamu sakit, Dik? Mengapa tidak bilang, Mas?" Mas Bayu membaringkanku ke tempat tidur. Dipakaikannya aku piyama berbahan satin setelah ia mengenakan kaos dan celana boxernya.
Aku menggeleng lemah. Tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku.
"Mas panggilkan dokter, ya?" Mas Bayu meraih gawainya dan menelpon seseorang. "Tika mau datang, Mas mandi dulu."
Dokter Tika adalah dokter keluarga Mas Bayu. Masih keponakan Bunda. Masih muda, beberapa tahun di atasku dan di bawah Mas Bayu. "Aku mandi juga, Mas. Rasanya lengket."
"Ayo bareng," Mas Bayu membimbingku menuju kamar mandi.
"Mandi saja, lo? Jangan yang lain."
"Iya, sayanggg."
"Terakhir haid kapan, Mbak?" tanya Mbak Tika setelah memeriksaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (bukan) Istri Kedua (TAMAT)
RomanceSiapa pun perempuan di dunia ini, tidak ada yang ingin menjadi istri kedua. Namun, jika menjadi istri kedua adalah takdir yang harus dijalani, apakah bisa menolaknya. Kinanti Keira Larasati, mau tidak mau harus menjadi istri seorang Bayu Zaydan Bag...