💕Part 12💕

3.2K 197 5
                                    


Istri mana yang tidak sedih mendengar suami ngomong seperti itu. Istri mana yang tidak kaget, suami mengusir dia secara halus. Aku menatap Mas Bayu minta penjelasan. Benarkah ia mengatakan itu? Mas Bayu melengos, pergi meninggalkanku. Entah ia pergi kemana, mungkin ke kamar yang ditempati Mbak Sheila.

Sakit sekali. Melebihi sakit karena cemburuku. Sakit tidak berdarah. Kuremas dadaku dan berusaha tidak menangis tetapi tidak bisa. Parit kecil mulai muncul membanjiri pipi.

Duduk di kepala ranjang, aku mulai memikirkan asumsi-asumsi jika Mas Bayu benar-benar dengan perkataannya. Menceraikanku.

Mungkin karena kelelahan aku tertidur. Samar mendengar orang becanda. Aku membuka mata. Kudapati Mas Bayu dan Allea sedang bermain bersama. Jam setengah 6. Mengapa Mas Bayu tidak membangunkanku. Allea mendekatiku minta gendong.

"Sama Daddy dulu ya. Bunda mau salat." Buru-buru aku ke kamar mandi. Aku melewati Mas Bayu yang sama sekali tidak menoleh ke arahku.

Selesai salat kudapati Allea sedang mengganggu Mas Bayu yang serius di depan laptop. "Yuk sama Bunda." Aku merentangkan tangan bermaksud menggendong Allea.

Bocah kecil itu malah duduk di pangkuan Mas Bayu yang tidak terganggu dengan kehadiran Allea. Biasanya Mas Bayu akan memanggilku untuk mengambil Allea jika ia sedang bekerja.

"Daddy lagi kerja, Sayang. Jalan-jalan ke taman yuk. Naik sepeda," bujukku sekali lagi.
"Da ... da ... da ...," jerit Allea kegirangan.

Aku raih gadis kecilku. Oh tidak. Aku melupakan sesuatu. Mataku sedikit bengkak. Bagaimana menutupinya? Beruntung aku memakai kaca mata jadi bisa menutupi bengkak itu.

Mas Bayu? Dari aku bangun hingga meninggalkan kamar, dia tidak bersuara. Sepertinya masih marah. Mungkin kami memerlukan sedikit waktu untuk menenangkan diri. Nanti akan aku ajak bicara ketika kepala kami sudah dingin.

"Allea mau kemana?" Mbak Sheila dengan rambut setengah basahnya mendekati kami."Mommy ikut dong."

"Mau jalan-jalan ke taman, Mommy," kataku mewakili Allea.

"Lho ada Sheila. Kamu menginap?" Bunda datang dengan Ayah. Sepertinya baru selesai jalan-jalan.

"Iya Bun, semalam mau pulang sudah larut."

"Mau jalan-jalan?" Bunda menyadari kecanggungan diantara kami berdua. "Sana keburu siang. Bayu tidak ikut?"

"Mas Bayu sedang membereskan kerjaannya di kamar," jelasku sambil mengejar Allea yang berlari ke depan.

"Allea biar bersama aku. Kamu urusin Bayu saja." Giliran Mbak Sheila yang mengejar Allea. Anak itu memang aktif banget.

Aku menghentikan langkahku.

"Iya enggak apa-apa. Jalan dulu ya," pamit Mbak Sheila menaruh Allea di sepeda roda tiganya.

"Mas cari apa?" Kulihat Mas Bayu berdiri lama di depan lemari yang terbuka.

Mas Bayu kembali mencari sesuatu. Sejak aku menjadi istrinya semua perlengkapan pribadinya aku siapkan jadi Mas Bayu tidak hafal letak-letaknya.

"Mas cari apa?" tanyaku sekali lagi.

Mas Bayu masih diam. Sekarang ia malah mengobrak-abrik isi lemari.

"Mas bisa ngomong, kan?"

"Tidak usah urus keperluanku. Aku bisa sendiri. Harus terbiasa mandiri lagi," kata Mas Bayu tajam yang menghilangkan panggilan Mas dengan aku. Setelah mendapatkan apa yang dicari Mas Bayu ke kamar mandi meninggalkan lemari yang berantakan. Biasanya ia akan ganti baju di kamar meski ada aku.

Kutatap nanar lemari yang berantakan. Ada apa dengan pernikahanku. Kata-kataku semalam bagai boomerang bagiku. Jika aku lebih sabar dan ikhlas ini tidak akan terjadi. Karena egoku yang besar, cemburuku yang berlebihan Mas Bayu bersikap seperti itu. Padahal apa kurangnya Mas Bayu. Ia berusaha adil malah cenderung bersamaku karena Mbak Sheila sering keluar kota atau keluar negeri.

Mas Bayu telah rapi dan tengah membereskan berkas-berkas yang berserakan di meja. Biasanya aku yang memasukkan berkas-berkas itu ke meja. Dering telpon menyelamatkanku. Segera kuberesi berkas-berkas itu dan memasukkannya ke dalam tas. Peduli amat kalau Mas Bayu tidak mau menerima bantuanku.

"Ini kopinya, Mas." Kusodorkan kopi yang masih mengepul asapnya. Aku berdiri di samping meja. Lama. Memperhatikan Mas Bayu yang asyik di depan laptop, tidak bergeming dengan kehadiranku. Lagi aku dicuekin.

Masih dalam mode diam Mas Bayu membereskan laptopnya dan memasukkan kertas-kertas ke dalam tas kerjanya. Aku membantunya beres-beres tetapi menolaknya.

"Kopinya tidak diminum?" Kopi adalah minuman wajib Mas Bayu setiap pagi.

Sekilas ia menoleh kepadaku dan melanjutkan langkahnya keluar kamar tanpa berkata apa-apa.
*****
Sehari dicuekin Mas Bayu rasanya seperti setahun. Biasanya setibanya di kantor Mas Bayu akan menelpon. Begitu juga siang dan malamnya. Kalau menginap di tempat Mbak Sheila ia juga akan memberi kabar. Namun, ini tidak ada telpon sama sekali. Sampai kapan semua ini akan berlangsung.

Ini sudah hari ketiga Mas Bayu tidak ada kabar. Aku sempat kirim pesan kepadanya dan seperti biasa selalu mengingatkan makan, istirahat yang cukup jika kami berjauhan. Pesan-pesanku tidak dibacanya padahal ia online. Heranku Allea tenang-tenang saja. Jika lama tidak bertemu Daddynya ia akan rewel.

"Dada Daddy," Mbak Sari pengasuh Allea buru-buru menutup telpon ketika aku datang.

"Hayo telpon siapa?" Mbak Sari sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Allea sering bersamanya jika aku sedang bekerja di depan laptop. Karena Mas Bayu tidak mengizinkanku bekerja, aku menekuni hobi lamaku yaitu menulis.

"Pak Bayu. Sudah tiga hari ini Bapak telpon saya terus. Minta video call dengan Allea. Kata Bapak telpon Mbak Kinan tidak diangkat."

"Mungkin aku sedang di kamar mandi." Alasanku menutupi kebohongan Mas Bayu. Mengapa kamu melakukan ini Mas. Sedemikian besarkah marahmu kepadaku. "Mbak Sari boleh istirahat, sebentar lagi kan jamnya Allea tidur." Aku meraih Allea dan membawanya masuk ke kamar.

Allea apakah Bunda bisa bertahan. Allea penguat Bunda. Rasanya tidak sanggup jika Bunda berpisah dengan Allea tetapi mendengar ucapan daddymu bukan tidak mungkin kita akan berpisah, monologku dalam hati

Aku berusaha menutupi hubunganku dengan Mas Bayu. Seolah semua baik-baik saja. Sewaktu bunda tanya mengapa Mas Bayu tidak kesini aku bilang Mas Bayu ada proyek baru jadi pulang ke apartemen yang lebih dekat dengan kantornya. Beruntung bunda tidak curiga.

Hari ke lima Mas Bayu baru datang. Mukanya kelihatan lelah. Seperti biasa jika ia datang aku sambut dengan senyuma manis dan membawakan tas serta jasnya. Ia menolak. Teh mint yang kusodorkan pun tidak diterimanya bahkan tidak disentuhnya.

"Mas bisa kita bicara? Kita tidak bisa seperti ini terus," kataku kepadanya. Mas Bayu merebahkan dirinya di samping Allea.

"Allea kangen Daddy, ngga? Enggak rewel kan selama Daddy tidak pulang." Mas Bayu mengusap punggung Allea beralih ke rambutnya dan mengacuhkanku.

"Mas ...."

"Tidurlah. Sudah malam," titah Mas Bayu tegas. Posisi tidurnya berubah, menatap langit-langit kamar. Entah apa yang dipikirkannya.

Aku menghela napas panjang. "Maafkan aku, " ujarku lirih sambil membalikkan tubuhku membelakangi Allea dan Mas Bayu. Aku yakin sebentar lagi pasti menangis.

Bersambung ....

Aku (bukan) Istri Kedua (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang