"Mengapa mau menikah denganku, Ki?" tanya Mas Bayu sambil menatapku tajam sesaat setelah aku duduk di ruang kerja Pakde Guruh, ayah Mas Bayu.Kemarin setelah aku mengiyakan lamaran Bude, aku dapat pesan dari Mas Bayu ingin berbicara empat mata denganku. Dan disini aku sekarang. Seperti seorang terdakwa yang berhadapan dengan hakim. Aku masih terdiam, mataku fokus ke lantai.
"Mengapa diam? Pasti ada alasan, kan? Tidak mungkin tidak. Bukankah kamu ke Jakarta mau mencari kerja?" tanya Mas Bayu pelan tetapi begitu menohok hatiku.
"Itu ... aku ...."
"Kamu mencintaiku, Ki?" potong Mas Bayu cepat.
Aku mendongakkan wajah. Tatapan Mas Bayu lebih tajam dari tadi yang sempat kulihat. Dan bodohnya aku balas menatapnya hingga tersadar dan memalingkan wajahku ke arah jendela.
"Sejak kapan? Sejak kapan kamu mencintaiku?" tanya Mas Bayu, suaranya begitu dingin.
Aku masih terdiam sampai timbul keberanianku untuk membalas omongannya. "Kalau Mas Bayu mengajakku bicara empat mata hanya untuk menghakimiku lebih baik kita sudahi pembicaraan ini dan aku tarik tawaran bude kemarin. Aku bisa melanjutkan hidupku, Mas Bayu juga!"
"Ayo kita menikah!"
Hah! Aku melongo mendengar ucapannya.
"Iya, ayo kita menikah. Apakah kamu berubah pikiran?"
Aku menggeleng lemah.
"Aku mau menikah denganmu tetapi ada beberapa hal yang harus aku sampaikan. Jangan berharap banyak akan pernikahan ini selain anak. Bukankah itu yang bunda minta darimu, Ki? Di hatiku hanya ada Sheila. Maaf kalau aku harus mengatakan ini. Meski kamu mencintaiku, selamanya hati ini milik Sheila."
Sakit. Bagai dihantam palu godam yang besar. Itulah yang kurasakan mendengan penuturan Mas Bayu. Tidakkah ada sedikit peluang untukku di hatinya?
"Apakah kamu setuju?" tanya Mas Bayu sambil menyeruput kopinya.
"Apakah aku harus menolaknya, Mas? Ketika menolaknya pun aku tidak bisa. Lalu pernikahan apa yang akan kita jalani?"
"Aku tidak tahu Ki. Jalani saja, mungkin ini takdir kita. Maafkan aku kalau sudah menyakitimu. Saat ini aku tidak bisa memberikan lebih karena kamu selalu kuanggap adikku."
"Baiklah Mas, kalau ini sudah takdir kita. Semoga ke depan selalu baik-baik saja." Aku berusaha menguatkan diri agar air mataku tidak tumpah. "Bagaimana setelah aku punya anak darimu, Mas? Apakah Mas Bayu akan menceraikanku?"
Mas Bayu kaget mendengar pertanyaanku. "Bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu. Bukankah tadi aku sudah bilang jalani saja. Aku akan berusaha adil antara kamu dan Sheila,' jelas Mas Bayu marah lalu beranjak pergi. "Jangan pernah berpikir perceraian kalau itu menyakitkan," imbuh Mas Bayu sebelum bayangannya hilang ditelan pintu.
Air mataku tumpah ketika Mas Bayu meninggalkan ruang kerja Pakde Guruh. Ya Alloh, mengapa begitu sulit pilihan hidupku. Sanggupkah aku menjalani pernikahan nanti kalau di awalnya sudah sesulit ini?
Belum juga reda pusingku karena obrolan dengan Mas Bayu, Mbak Sheila menghubungiku mengajak bertemu di sebuah café. Sepertinya suami istri itu kompakan ajak aku obrol hari ini. Setelah berpamitan dengan ibu aku meluncur ke lokasi dengan ojol.
🌷🌷🌷
"Disini, Nan!" Mbak Sheila melambaikan tangannya sesaat aku memasuki kafe yang bernuansa cozy itu. Mbak Sheila seorang designer, ia mempunyai beberapa butik. Konsumennya kaum sosialita. Desainnya bagus-bagus karena aku follow instagramnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku (bukan) Istri Kedua (TAMAT)
عاطفيةSiapa pun perempuan di dunia ini, tidak ada yang ingin menjadi istri kedua. Namun, jika menjadi istri kedua adalah takdir yang harus dijalani, apakah bisa menolaknya. Kinanti Keira Larasati, mau tidak mau harus menjadi istri seorang Bayu Zaydan Bag...